.
.
.Saat membuka mata pertama kali, bukan langit mendung yang Darren lihat, tapi langit-langit kamar yang tampak familiar. Darren terdiam sejenak, bukan kah dia seharusnya masih berada di taman? Darren tiba-tiba teringat kejadian terakhir kali saat dia bertemu perempuan di taman. Darren bahkan masih ingat apa yang dijanjikan perempuan itu, ya karena janji itulah Darren bisa seperti ini.
Dengan bodohnya Darren begitu saja menuruti sebuah janji yang dikatakan perempuan yang bahkan tidak dia kenal. Dia sendiri juga heran, padahal mereka baru pertama kali bertemu tapi Darren merasa nyaman berada di dekatnya, mirip seperti saat dia berada di dekat Papinya.
"Gimana keadaan kamu?"
Suara bariton milik seseorang membuyarkan lamunan Darren. Anak laki-laki berusia 6 tahun itu bangun ketika sang Ayah masuk.
"Udah nggak sakit lagi, cuma pusing sedikit" jawab Darren sedikit segan, apalagi ketika Alderian menatapnya penuh intimidasi
"Kenapa bisa ada kejadian kayak gini? Nggak biasanya kamu sampai tumbang kayak gitu" Alderian bersandar di tembok sambil bersedekap, menatap Darren dengan lekat.
Darren tidak berani menjawab, anak itu hanya diam menatap tangannya sendiri. Alderian menghela nafas, apa suaranya terlalu keras? Bagaimana pun Darren itu masih kecil. Yah Alderian memang mendidiknya sedikit tegas agar Darren bisa tumbuh menjadi sosok yang bisa menjaga dirinya sendiri jika Alderian sudah tidak bisa melindunginya. Darren adalah penerus keluarga Agrient dimasa depan, jadi bukan tanpa alasan Alderian seperti itu.
"Zero nemuin kamu pingsan karena hujan-hujanan ditaman, bisa jelaskan?" Suara Alderian kali ini lebih pelan, dia juga menghampiri Darren dengan duduk di sofa single yang berada di samping tempat tidur.
Darren menatap Alderian lalu mulai menceritakan semua yang dia alami saat berada ditaman termasuk perasaan nyaman ketika berada didekat perempuan yang ditemuinya.
"Seperti apa emang dia?" Alderian mengangkat sebelah alisnya, sedikit penasaran. Pasalnya Darren adalah anak yang tak tersentuh, dia bertingkah polos dan menggemaskan hanya kepada orang-orang tertentu, itupun dia lakukan demi menutupi sifat aslinya.
Untuk seukuran anak kecil, Darren cukup menyeramkan. Orang-orang di kediaman Agrient adalah saksinya.
"Dia aunty yang cantik, suaranya lembut, terlalu baik sampai kelihatan lemah banget dimata Darren" ucap Darren
Alderian mengangguk-angguk kecil.
"Namanya?"
Darren menggeleng lesu "Darren ga sempet nanyain"
"Mau Papi bantu cari?" Tawar Alderian
Darren berpikir sejenak, tapi akhirnya dia menggeleng "Darren bakal cari sendiri, Papi bukannya hari ini ada pertemuan?"
"Ya setengah jam lagi" ucap Alderian sembari melirik jam tangannya
"It's okey Papi, masalah ini biar Darren yang urus. Papi fokus hancurin keluarga Bram aja" ucap Darren tersenyum kecil
Alderian hanya terkekeh kecil, dia beranjak untuk mengusak rambut Darren lalu berbalik berniat pergi.
"Papi"
Alderian menoleh
"Tolong bakar mulut Roni, dia anak pertama keluarga Bram" pinta Darren dengan sorot penuh arti
Alderian hanya tersenyum tipis lalu keluar dari kamar, meninggalkan Darren yang menyeringai kecil. Roni Bram, anak sulung keluarga Bram yang tahun ini berusia 18 tahun. Anak itu pernah mengatai Kalila anak Alsa sebagai pelacur kecil. Itu karena Kalila yang berusia 5 tahun menolak ketika Ciko salah satu temannya di taman kanak kanak menawarinya untuk pulang bersama sopir yang menjemput Ciko.
![](https://img.wattpad.com/cover/253648864-288-k914666.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REBIRTH : ALDANA [AGRIENT STORY KE-1]✔️
FantasíaCanaria Adelia atau kerap di sapa Kana harus menjalani sisa hidupnya dengan cara yang menyakitkan, saat berada diambang kematian Kana dikejutkan dengan semua fakta yang selama ini tidak dia ketahui, oleh karena itu Kana memohon agar dia bisa kembali...