10

86.6K 6.2K 539
                                    

A Frozen Flower
🥀

Jujur saja, Launa ingin mengambil jatah egoisnya sekarang. Ia tidak mau jika harus kembali berkoban demi orang lain untuk kesekian kalinya. Namun, naluri Launa terus menyuarakan sisi kemanusiaannya.

"Apakah, isi kepalamu hanya seputar adegan ranjang saja, Alzion?" Tanya Launa.

Bukannya tersindir, Alzion justru tersenyum tipis. Pria itu memiringkan kepalanya sedikit guna merapikan rambut sang istri yang kini nampak berantakan. "Tentu, sayang. Semua laki-laki, hanya butuh kenikmatan di hidupnya, selain harta tentunya adalah wanita."

Launa menangkup tangan Alzion yang kini meraba pipinya. "Aku... butuh waktu, Zion." Ucapnya pelan dengan mata memejam, siap menerima tamparan atau bahkan kemarahan Alzion yang sudah pasti akan menyiksanya dalam-dalam.

Namun, Launa tak mendapatkan apapun. Dan dengan berani, akhirnya ia kembali membuka matanya. Menatap kembali iris gelap pun dalam milik Alzion—suaminya.

Tatapan Alzion datar tak terjemah, kepala Launa terasa ingin pecah dibuatnya. "Penolakanmu terlalu lembut, sayang."

Alzion semakin mendekatkan wajahnya pada Launa, membuat hembusan nafas pria itu begitu terasa. "Tapi, tetap saja penolakan adalah penolakan. Dan aku benci itu. Bukankah, tugas seorang suami untuk mendidik istrinya menjadi perempuan penurut, hm?"

Darah Launa berdesir hebat, jantungnya memompa degupan dua kali lebih cepat, tatapan Alzion berhasil melumpuhkannya. Launa kembali dibuat mati, tanpa kehilangan denyut nadi.

Dagu Launa diangkat oleh jemari Alzion, membuat pandangan mereka makin dekat bertemu, dalam saling menyapa.

"Kau adalah pembohong besar, dan paling buruk di dunia ini." Kecam Alzion dengan sorot mata kian menajam, menusuk kuat-kuat pertahanan Launa hingga tubuh perempuan itu sedikit merosot ketakutan. Dengan sigap, Alzion menahannya dan menarik tubuhnya agar kian rapat pada dirinya.

"Baru saja beberapa menit yang lalu kau memohon-mohon padaku dan berjanji akan terus bersamaku sampai akhir usiamu, tapi sekarang?"

Alzion mengusap dagu Launa dengan ibu jarinya. Usapannya bagaikan ketukan kematian bagi Launa. "Kau langsung meludahi janjimu sendiri dengan menolakku."

"Akhhh!" Launa memekik kala Alzion meremas pinggangnya kuat-kuat dengan tangan kekarnya. Melilit makin rapat dengan tenaganya membuat Launa meringis kesakitan. "Z-zion..."

"Shhtttt." Alzion menempelkan jari telunjuknya di atas bibir Launa, dengan satu tangannya yang masih aktif menyakiti istrinya itu lewat cengkramannya. "Aku muak dengan rintihan kesakitanmu, Launa!" Bentaknya.

Launa menutup mulutnya rapat-rapat, beriringan dengan suhu tubuhnya yang kian mendingin karena ketakutan. Launa juga belum mengkonsumsi apapun sejak siuman. Tenggorokannya terasa kering, perutnya terasa lapar, tapi ketakutannya lebih mendominasi dibanding apapun.

Melihat Launa yang tak lagi bersuara apalagi memberontak seperti tadi membuat seringai Alzion terbit penuh kepuasan. "Ya. Seperti ini. Seperti inilah istri yang aku inginkan, tunduk, patuh dan tidak melawan."

"Aku memberikanmu kesempatan Launa. Sekarang, goda aku, rayu aku, puaskan aku dan buktikan bahwa kau akan terus mengikuti perintahku." Launa menaikan pandangannya perlahan, menatap Alzion yang juga menatapnya tanpa kedipan. "Tapi jika kau tidak bisa melakukan itu, jangan salahkan aku, jika kau menyaksikan aku bercinta dengan wanita lain, di depan matamu."

A Frozen Flower [ Terbit ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat