12

80K 5.6K 674
                                    

Sekuntum bunga yang beku
🥀

"Masih mau melawanku?" Tanya Alzion santai.

Pria itu menatap remeh Launa yang terduduk dengan menunduk. Launa menggeleng pelan sebagai jawaban. Hal itu membuat seringai Alzion kian lebar memoles wajah tampannya.

Alzion mendudukan bokongnya di samping Launa, mengangkat dagu sang istri agar menatap ke arahnya. Ia pandang lekat mata cokelat kepunyaan Launa, menyelami dengan senyum tipis penuh puja. "Jika sedari dulu kau tunduk dan pasrah seperti ini kepadaku, kau tidak akan kehilangan apapun, Launa."

"Maaf," sahut Launa lirih.

Alzion menarik Launa dalam pelukan, mengusap punggung rapuh Launa dengan tangan kekarnya. Launa memejamkan matanya, menikmati tikaman luka yang kian menghantamnya dalam-dalam.

Kini, ia menyadari satu hal, bahwa dirinya terlalu lemah untuk melawan Alzion seorang diri.

"Mau makan?" Tanya pria itu lembut. Kelembutan yang sialnya tetap begitu menyeramkan bagi Launa, karena setiap jengkal sentuhan, ucapan bahkan perhatian yang pria itu berikan, adalah hantaman tajam yang seakan menghancurkan dirinya perlahan-lahan.

"Mau," sahut Launa pelan berbisik.

"Mau di sini, atau di bawah, hm?" Ucap Alzion menawarkan. Ia tahu pasti Launanya amat kelaparan karena nyaris dua hari tidak ia beri makan.

"Jawab, sayang.."

"D-disini."

Alzion menganggukan kepalanya mengerti, pria itu mengurai pelukan. Menangkup wajah Launa lalu mengusap pipinya lembut dengan ibu jarinya. "Kenapa menangis? Apakah aku menyakitimu?" Ucapnya tak sadar diri.

Launa langsung menggeleng, ia segera menghapus air matanya kasar, takut jika Alzion kembali marah karena dirinya yang selalu saja menangisi takdirnya. "Jangan terlalu kencang, sayang. Nanti pipimu terluka," peringatnya.

Alzion menatap sang pujaan dalam-dalam, menerobos retina indah milik Launa dengan penuh kelembutan. Perlahan senyum kemenangan kian mengembang menghantarkan kesenangan, ia merasa telah benar-benar membuat Launanya hancur. Dengan begitu, dapat ia pastikan bahwa Launa tidak akan berani melawannya lagi. Bahkan, untuk menentang ucapannya sekalipun.

"Tunggu di sini, jangan turun dari kasur. Mengerti?"

Launa mengangguk pelan menjawab ucapan Alzion. "Mengerti."

"Pintar," puji pria itu mengusap surai Launa, bak seorang majikan yang memuji anjingnya karena menuruti titahnya.

Alzion beranjak dari sana, keluar dari kamar mereka hendak mengambil makanan untuknya dan Launa. Kian menjauh langkah itu pergi, kian panjang hembusan nafas Launa karena melega, ia memegang dadanya yang terasa terhimpit.

Kobaran kebencian dalam dirinya membara, namun nyali untuk melawan Alzion padam mereda. Launa membencinya, tapi tak punya kekuatan untuk membalasnya. Launa tidak sudi bersamanya, namun tak punya kuasa untuk melarikan diri darinya.

Meow..

Atensi Launa teralihkan kala mendengar suara kucing, pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kamar mencari keberadaan makhluk kecil itu. Sampai akhirnya, pandangannya jatuh ke arah belakang guci yang terdapat seekor kucing berbulu abu-abu tua tengah menjilati badannya sendiri.

A Frozen Flower [ Terbit ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat