21

69.5K 5.7K 713
                                    

"Rona indah dalam sebuah rasa adalah ketika seseorang yang diinginkan, memberikan sedikit perhatian."
- Sekuntum bunga yang beku
🥀

• 1k vote - 500 komen for the next chap •

Alzion sudah berada di mansionnya sejak satu jam yang lalu. Pria itu duduk berselonjor di atas kasur dengan kaos oblong ketat dan celana selutut. Kesekian kali Alzion mengintip ke arah pintu menunggu Launa kembali.

Decakan kesal kembali keluar dari bibir pria itu. Launanya sudah dua jam keluar dan belum juga pulang. Baru sekali ini ia izinkan untuk keluar, tapi istri kecilnya itu sudah nakal sampai tidak ingat pulang.

Tidak tahukah bahwa Alzion sudah teramat merindukannya?

Lama menunggu Launa, akhirnya terdengar suara dari earphone yang terpasang di telinganya, "Nyonya sudah kembali, Tuan. Dia sedang menaiki lift menuju kamar utama." Senyum Alzion mengembang, lalu ia segera melepas earphone di telinganya itu dan memasukannya ke dalam laci nakas.

Pria itu segera merebahkan tubuhnya dengan sedikit seringai tipis yang mengukir. Bersamaan dengan itu, decitan suara pintu dibuka menyapa telinga, pertanda bahwa Launa sudah masuk ke dalamnya.

"Zion?" Launa berjalan menghampiri pria itu yang nampak berbaring di ranjang. Perempuan cantik itu mendudukan bokongnya di pinggiran kasur dan menatap wajah pria itu cukup lama. "Maaf, jika aku terlalu lama," ucap Launa takut jika pria itu marah.

Alzion masih terpejam beberapa detik, hingga akhirnya iris gelapnya kembali terbuka. Menatap Launa lama, dalam, dengan ribuan makna yang membuat Launa menelan saliva. Alzion tiba-tiba menarik senyumnya tipis lalu mengangguk pelan seraya berkata, "hm. Awalnya aku akan menghukummu karena tidak ingat waktu," sahutnya.

Suara serak Alzion membuat Launa sedikit menyerngit. Ia juga baru menyadari bahwa rona wajah Alzion nampak sedikit pucat. Memiliki sedikit kekhawatiran, akhirnya Launa mengangkat tangannya dan menempelkan punggung tangannya di dahi pria itu. "Zion," ucap Launa dengan ekspresi sedikit terkejut saat merasakan suhu tubuh pria itu terasa panas menyentuh kulit tangannya. "Kamu sakit?" Tanyanya khawatir.

Bukannya menjawab, Alzion malah tersenyum tipis. Pria itu mengambil tangan Launa yang berada di dahinya dan membawa ke pipinya. "Hm. Aku sakit," ucap pria itu bergumam serak sambil memejamkan mata menikmati tangan lembut nan dingin milik Launa menyentuh pipinya.

"Kepalaku juga pusing, sayang." Pria itu menatap Launa dengan sedikit mengaduh, mimik wajah yang ditampilkan saat ini begitu natural seakan memang benar pria itu tengah dihantam sedikit kesakitan.

Tak mau lama menunda, Launa berinisiatif untuk turun dan mengambil alat kompres untuk pria itu. Namun, baru sedikit pergerakan yang ia berikan kala menarik tangannya, Alzion sigap menahan seolah tidak siap kehilangan. "Mau kemana?" Tanya pria itu cepat.

Mata pria itu menatap Launa seakan meminta perempuan itu untuk tidak kemana-mana. "Kau mau meninggalkanku lagi?" Ucap Alzion sedikit merajuk kesal.

Launa menghembuskan nafas pelan, ia membalas tatapan Alzion seraya menjawab, "Aku mau ke bawah dulu untuk menyiapkan kompresan untukmu, Zion."

"Aku tidak mau di kompres, Launa," sanggah Alzion menolak. "Aku bukan anak kecil!"

"Tapi kau demam!"

A Frozen Flower [ Terbit ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat