25

59.5K 5.7K 1.2K
                                    

A Frozen Flower
Sekuntum bunga yang beku
🥀

•1,5k vote - 700 komen for the next chapter•

Sekumpulan rasa bersalah menyerang Launa detik itu juga. Terlebih ketika Alzion langsung mengalihkan tatapannya usai mengatakan kalimat itu. Tak ada suara apapun selain dentingan sendok yang beradu dengan piring, istana megah itu nampak terasa begitu canggung bagi Launa.

Ia tidak tahu Alzion tengah berulang tahun. Sungguh.

Pikiran Launa membawanya pada kejadian tadi pagi dimana Alzion memintanya untuk memilihkan kue ulang tahun. Apakah saat itu Alzion tengah memikirkan perayaan ulang tahunnya?

Kenapa sekarang justru Launa begitu merasa bersalah? Bukankah titik kekecewaan yang ia berikan pada Alzion saat ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan luka kesakitan yang pria itu berikan beberapa waktu lalu?

"Istirahatlah, aku akan lemburan di kantor." Launa kontan mengalihkan atensinya mendengar suara Alzion. Pria itu telihat telah selesai dengan acara makannya dan hendak beranjak dari meja makan.

"Tapi bukankah sekarang hari minggu?" Tanya Launa melirih ragu. Takut jika ucapannya memancing kemarahan Alzion.

Alzion terdiam sejenak lalu menjawab, "Ada proposal yang harus aku pelajari." Alzion bangkit dari duduknya lalu menoleh singkat ke arah Launa. "Selamat empat bulan pernikahan—," Alzion menggantungkan ucapannya lalu tersenyum setipis benang sutra, "Launa."

Resmi Alzion meninggalkan Launa yang terdiam kala mendengar ucapan terakhirnya. Terangkat tangan Launa memegang dadanya yang terasa nyeri, entah kenapa, rasanya semakin sakit kala ia mendengar kalimat Alzion bersamaan dengan rekaman ingatan menyakitkan yang ia lalui.

Aniversarry pernikahan ke empat bulan?

Launa tertawa pelan dibuatnya. Ternyata sudah selama ini ia menanggung sesak dalam dada. Kehilangan demi kehilangan yang kontan merampas kebahagiaan ternyata sudah berjalan empat bulan lamanya.

"Apa yang harus aku rayakan?" Gumam Launa bertanya, ia melirik pada kue tart yang tertata cantik di meja tengah. Ia menarik senyum tipis bersamaan dengan jatuhnya air matanya. "Pernikahan yang merenggut paksa nyawa Jeff dan kak Laura?"

"Nyonya?" Launa menoleh melihat ke arah Meira yang berjalan menghampirinya. Perempuan itu duduk bersimpuh di hadapan Launa lalu menatap prihatin ke arahnya yang tengah menangis. "Nyonya kenapa?"

Launa menggeleng pelan lalu menunduk dalam-dalam. Ia memejamkan matanya mencoba menetralisir rasa sesak dan bersalah yang menghantam dada.

Meira diam sambil mengusap punggung sang majikan pelan-pelan berusaha menenangkan. Hal itu membuat Launa semakin diberi ruang untuk menumpahkan tangisnya yang sejak lama tertahan.

Setelah lama menenangkan, akhirnya isakan tipis Launa kian redup tak terdengar. Hal itu membuat Meira menarik senyum tipis, perempuan itu lalu mengucapkan sesuatu sebagai penawaran keberadaannya, "Nyonya bisa cerita sama saya jika memang membutuhkan teman cerita," ucapan Meira kontan membuat Launa menoleh. "Saya pelayan anda, saya siap menjadi telinga paling sabar dalam mendengar, dan tangan paling ikhlas untuk mengusap punggung anda, Nyonya."

"Meira..." panggil Launa melirih pedih.

Meira membalas dengan senyuman. "Iya, Nyonya?"

A Frozen Flower [ Terbit ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat