19

71.7K 5.4K 520
                                    

Sekuntum bunga yang beku
🥀

Launa mengedarkan pandangannya, ia kebingungan saat dirinya berada di sebuah lapangan gurun yang luas dengan kaki telanjang. Langkahnya terus mengayun ke depan, Launa hanya diam dalam kebingungan. Sampai akhirnya langkahnya terhenti saat melihat seorang perempuan berdiri membelakanginya, rambut panjangnya bergerak tersapu angin, tubuhnya begitu elok terbalut dress berawarna putih.

"Kak Laura?" Panggil Launa. Ia yakin itu saudarinya, Launa amat mengenali postur tubuhnya. "Apakah itu kau, kak?" Tanya Launa kembali.

Perlahan perempuan itu membalikan tubuhnya, ia tersenyum ke arah Launa. Wajahnya begitu cantik nan jelita. Kulit putih dengan iris cokelat terang kepunyaannya mampu membius siapapun yang melihatnya. "Ya, Launa."

Launa menjatuhkan rahangnya tak percaya, ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Launa segera berjalan menghampiri, namun Laura menahannya, hal itu kontan membuat Launa menghentikan langkahnya detik itu juga. Laura menarik senyum tipis dibarengi dengan membenarkan rambutnya yang berterbangan menghalangi pandangan. Ia ingin memeluk Laura lama-lama, menangisi semua sesak yang disimpannya sendirian dalam pelukan saudari kembarnya.

"Hati-hati Launa, dia banyak menyimpan rahasia," kata Laura menatap lurus ke arah Launa. "Dia tetaplah monster, dan tidak akan berubah."

"Dia jahat... tapi aku amat mencintainya." Laura tersenyum pedih, perempuan cantik itu memejamkan matanya tak kuasa menahan perih yang menghantamnya begitu saja. Hal itu tak luput dari pandangan Launa yang menatapnya penuh tanya, Launa tak mengerti akan siapa yang dimaksud oleh kakaknya itu.

"Dia siapa yang kau maksud, kak?" Laura hanya tersenyum tipis membalas pertanyaan Launa.

"Jangan pernah mempercayai siapapun Launa. Semua orang berpotensi menyakitimu, bahkan, orang yang paling kau cintai sekalipun." Laura mengedip pelan dengan senyum pedih yang tertampilkan, seakan perempuan itu bercerita tentang apa yang dirasakannya.

Launa mengerjap tak mengerti, perempuan itu tak mampu menerjemah kalimat Laura barusan. "Kak..."

"Maafkan aku Launa, karena keegoisanku kamu harus terjebak dalam kubungan luka itu." Laura menatap Launa ikut berkaca, sebagai seorang kakak, ia merasa amat bersalah karena Launa harus menanggung kesalahannya.

Setelah mengatakan itu, Laura menunduk dan kembali membalikan tubuhnya beranjak dari sana. Launa hendak mengejar namun langkahnya seakan terikat, ia tertahan di atas tanah gurun itu tak bisa mengejar saudarinya. "Kak Laura tunggu!" Teriak Launa saat Laura kian jauh dari pandangan.

"Jangan tinggalin Lau lagi... Lau takut sendirian..."

"Kak Laura!"

"Nyonya!" Seorang maid yang baru memasuki kamar tersentak kaget melihat sang majikan menjerit-jerit memanggil nama seseorang dalam tidurnya. "Nyonya, bangun!"

Maid itu mencoba membangunkan Launa dengan menepuk-nepuk pipinya.

Mata Launa akhirnya terbuka, ia menatap lurus ke arah langit-langit kamar Alzion. Nafasnya menderu lelah, Launa seakan kehabisan energi dalam tidurnya. "Mana kak Laura? Mana kakakku?" Tanya Launa pada seorang maid yang menatapnya bingung. Ia sudah dalam posisi duduk menatap maid itu menuntut jawaban.

A Frozen Flower [ Terbit ]Kde žijí příběhy. Začni objevovat