26. Bahagia Itu Sederhana

65 4 0
                                    

Walaupun timbul banyak pertanyaan yang ingin diajukan kenapa Mahesa membawanya ke sebuah panti asuhan sekaligus taman baca untuk anak-anak, tapi Senggani lebih memilih untuk diam dan mengekor lelaki itu. Di halaman sudah terlihat banyak anak-anak yang sedang berkumpul. Ada yang sedang serius membaca sebuah komik, ada yang asyik mewarnai dan sebagian lainnya sedang duduk tertib mengelilingi seorang wanita yang sedang membacakan sebuah dongeng. Saat Mahesa berjalan melewati mereka, anak-anak itu ribut memanggil-manggil namanya. Mirip artis saja.

"Asalamualaikum ...," ucap Mahesa saat masuk ke dalam dan menyalami seorang wanita paruh baya yang sedang membereskan buku-buku di rak.

"Waalaikumussalam. Sama siapa, Sa?" tanya Bu Rahma yang baru sekali bertemu Senggani.

"Ini teman, Bu. Ke sini mau cari hiburan katanya."

"Ibu pikir pacar kamu, Sa. Habis Ibu baru pertama ini lihat kamu datang sama cewek," bisik Bu Rahma yang sudah salah duga terhadap Senggani.

"Halo, saya Rahma pengelola panti ini. "Bu Rahma menyodorkan tangan.

"Saya Senggani, Bu. Panggil Gani aja."

"Silakan, lho, Mbak Gani kalau ingin baca-baca, tapi maaf buku-buku di sini semuanya untuk anak-anak." Bu Rahma tersenyum lagi. "Ibu ke dalam dulu, ya, Sa, mau bikin minum sebentar. Ayo Mbak Gani jangan malu-malu. Ibu tinggal dulu, ya." Bu Rahma masuk ke dalam setelah Senggani mengangguk sopan sambil tersenyum.

"Nah, sekarang kamu mau baca buku atau main di depan sama anak-anak?" tanya Mahesa yang melanjutkan tugas Bu Rahma merapikan buku-buku dongeng di rak.

"Saya nggak nyangka kalau kamu ajak saya ke sini." Senggani ikut membantu Mahesa menata buku-buku komik di rak-rak kayu yang sudah diberi label sesuai jenis bukunya.

"Memangnya kamu berharap saya ajak kamu ke mana? Ke mal, restoran mewah, atau shopping? Saya ini kere, nggak mungkin saya ajak kamu ke tempat-tempat seperti itu. Sorry, ya, kalau kenyataannya jauh dari ekspektasimu."

"Nggak, bukan itu maksudnya. Saya nggak kepikiran aja kalau tempat hiburan yang kamu maksud itu ke sini."

"Mungkin untukmu tempat seperti ini masih aneh kalau disebut tempat hiburan, tapi buat saya ini yang namanya tempat hiburan. Berbaur dengan anak-anak dan bermain bersama mereka itu sangat menyenangkan. Bisa jadi hiburan tersendiri untuk kita. Kalau saya lagi capek, lagi stres saya tinggal ke sini aja. Lihat anak-anak itu tertawa saja sudah membuat saya bahagia."

Mahesa yang sudah selesai merapikan buku dongeng sekarang bergabung dengan Senggani untuk merapikan buku komik yang paling parah berantakannya. Maklum, komik selalu menjadi genre buku yang paling laris dibaca anak-anak.

"Bahagia itu kita yang ciptakan sendiri. Nggak perlu mahal atau ribet untuk mendapatkannya. Malah, bahagia itu bisa kita dapatkan dengan gratis. Singkatnya bahagia itu sederhana," sambungnya dengan tatapan meneduhkan.

"Kamu sering ke sini? Tahu tempat ini dari mana?"

"Panti asuhan dan taman baca ini hasil swadaya anak-anak Dharmapala dari berbagai angkatan. Semua biaya operasinalnya kami yang tanggung bersama, tapi tanah dan bangunannya milik Jamal dan keluarga. Mereka orang berada, jadi kalau kita semua lagi nggak bisa bantu banyak biaya, Jamal pasti yang menutupi semua kekurangannya. Alhamdulillah banget ada dia." Mahesa tersenyum mengingat salah satu sahabatnya itu.

"Wow, kalian, tuh, luar biasa banget, ya! Makin saya bergaul sama kalian, makin saya tambah kagum juga sama kalian." Senggani tak bisa menutupi rasa kekagumannya terhadap anak-anak Dharmapala.

"Makin saya banyak tahu tentang kalian, ada aja yang bikin saya salut sama anak-anak muda seperti kalian. Kalian, tuh, keren banget! Jarang ada anak muda yang pemikirannya seperti kalian. Nggak hanya peduli terhadap alam dan lingkungan saja, tapi juga kepedulian terhadap sesama manusia itu nggak kalah jadi prioritas kalian. Hebat!" Senggani sampai geleng-geleng kepala.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang