57. A New Beginning

179 6 0
                                    


Mata Hendra perlahan terbuka, cahaya menyilaukan yang terpantul dari lampu di atas langit-langit amat menyilaukan untuknya. Dalam keadaan antara sadar dan tidak, Hendra mengamati orang-orang di sekelilingnya. Ada orang tua dan juga Mahesa kakaknya di ruangan itu, semuanya tampak terlelap karena letih menunggu operasi. Tubuh kakunya langsung merasakan ngilu dan sakit yang hebat di tempat jahitan bekas operasi kemarin.

Operasi yang memakan waktu hingga empat belas jam itu membuat Hendra terlelap semalaman di ruang ICU dan baru dipindah ke ruang perawatan biasa malam ini. Masih dengan kondisi linglung, Hendra berusaha meraih tangan Mahesa yang sedang tidur di kursi dekat ranjang pasien.

Mahesa yang baru kembali dari Bromo terbangun saat merasakan ada yang menarik lengan kemejanya, tarikan lemah itu berasal dari Hendra yang sudah siuman. Lelaki itu langsung mencondongkan tubuh mendekat ke arah Hendra untuk mendengar lebih jelas apa yang Hendra hendak katakan.

"Nda— ru ...."

"Ndaru ada di kamar sebelah. Operasinya berhasil, Ndra. Tinggal kita tunggu perkembangannya aja," bisik Mahesa di telinga adiknya.

"La— ra ...," lirihnya sekali lagi dengan suara hampir tenggelam.

"Dia lagi jagain Ndaru. Om dan Tante Handoyo juga ada di sana."

Mendengar semua orang yang ditanyakannya dalam kondisi baik-baik saja mata Hendra kembali terpejam dan dia tersenyum kecil seolah merasakan kelegaan besar dalam hatinya. Mahesa mengelus rambut Hendra dan membenarkan selimut yang menutupi separuh tubuh lemah Hendra.

"Kamu hebat, Ndra! Kamu ayah yang hebat. Ndaru pasti bangga punya ayah hebat seperti kamu."

Dan air mata Hendra kembali mengalir.

Kelegaan pun terasa di hati Mahesa. Semua beban yang menyelimutinya selama ini luruh sudah, seperti seorang tentara yang telah tuntas menunaikan tugas. Setelah memastikan Ndaru operasi dan terbitnya lagi senyum bahagia di bibir Lara, kini tak ada lagi alasan untuknya menunda proses yang tengah menanti di pelupuk mata. Mahesa mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa waktu yang tak pernah dia sangka akan tiba itu akhirnya datang juga.


***


Sudah lima hari Hendra dirawat di rumah sakit, tubuhnya yang masih lemah belum memungkinkan dia untuk bisa pulang ke rumah. Kini, dia dan Lara sedang berbincang bersama Mahesa di taman rumah sakit dan sengaja menjauh dari keluarga agar pembicaraan mereka bertiga tidak terdengar. Pembicaraan yang membuat Lara maupun Hendra terbelalak karena saking tak percayanya dengan apa yang Mahesa ucapkan barusan. Sudah tiba saatnya bagi Mahesa mengungkap semuanya.

"Keliling Indonesia? Kamu gila! Indonesia ini luas, nggak kayak Singapore. Mau berapa lama kamu menjelajahinya?" sahut Lara yang secara otomatis meninggikan suara.

"Mas, ini bercanda, kan? Kamu nggak serius, kan? Pasti akan memakan waktu yang sangat lama untuk kamu baru bisa kembali ke rumah," sambar Hendra yang masih dibantu kursi roda untuk bergerak.

"Aku serius, Ndra. Makanya aku kasih tahu kalian dulu sebelum Mama dan Papa tahu."

"Tapi kenapa? Kenapa kamu sampai harus melakukan ini?" Hendra masih tak percaya dengan penuturan Mahesa tadi.

"Aku pernah bernazar. Dulu saat aku sudah sangat putus asa mencari Lara, aku sempat berucap kalau sampai aku berhasil menemukan Lara dalam kondisi hidup aku akan pergi mengelilingi negeri ini sebagai wujud rasa syukurku. Dan sekarang sudah saatnya untuk aku tepati janjiku itu."

Mata Lara berkaca-kaca mendengar semua pengakuan Mahesa. Hatinya tak rela membiarkan Mahesa yang sudah dia anggap kakak sendiri itu pergi jauh dari keluarga hanya untuk memenuhi janji kepada Tuhan yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Rasa sakit menyerang hati Lara dan membuatnya menitikkan air mata.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang