40. The Promises

69 4 0
                                    

Galuh dibiarkan jauh untuk sementara dari Mahesa agar menghindari hal-hal yang tak diinginkan seandainya emosi Mahesa tiba-tiba meledak seketika. Galuh tampak duduk di kursi, sedangkan Jamal di dalam ruang cuci film berusaha untuk bicara dengan Mahesa.

"Sa, sekali lagi maafin Galuh, ya. Dia berbuat begitu tanpa berpikir dulu. Dia refleks. Jangan marahi dia, ya."

"Percuma gue marahi dia, Mal. Toh, akhirnya lo juga yang maju dan membela dia!" tandas Mahesa yang sejak tadi masih memunggungi Jamal dengan kedua tangan diletakkan di atas meja sebagai penopang untuk tubuhnya.

"Gue tahu apa yang udah adik gue lakukan itu kelewatan, tapi dia nggak mungkin berbuat begitu kalau bukan lo sendiri yang mulai." Jamal menarik sebuah kursi dan duduk di sana. "Galuh itu cemburu, Sa! Cewek mana yang bisa santai aja kalau melihat cowok yang dia suka hampir ciuman sama cewek lain? Mana ceweknya itu pacar orang lagi, jadi memang terkesan kalau dia itu murahan."

Ucapan Jamal kali ini berhasil membuat Mahesa berbalik. "Cukup, ya, Mal! Gue nggak mau dengar lagi kata-kata Senggani itu cewek murahan, cewek nggak tahu malu, gue udah nggak mau dengar itu. Apalagi dari mulut lo!" Mahesa mengultimatum.

"Ya, memang itu kenyataannya, kan? Terus gue harus bilang apa?" Jamal mulai memancing amarah Mahesa. "Kalau dia bukan cewek murahan, nggak mungkin dia pasrah aja diajak ciuman sama lo tadi. Kalau dia cewek baik-baik, dia pasti punya harga diri atau paling nggak punya rasa malu."

Mahesa yang sejak tadi sudah mengepalkan tangan bergerak maju ingin meninju wajah Jamal. Dia tidak suka dengan ucapan Jamal yang begitu kasar terhadap Senggani. Jamal yang merasa dirinya terancam lalu berdiri dan mulai bersiap seandainya akan ada perkelahian di antara mereka. Mahesa berhasil mencengkeram kerah kemeja Jamal dan meninju rahang cowok itu satu kali hingga Jamal menabrak lemari kaca berisi koleksi beberapa kamera milik studio mereka. Akibat tabrakan itu beberapa kamera yang terpajang di sana jatuh dan mungkin rusak.

"Hey, ada apa ini?" Danang tiba-tiba menyembul masuk dengan masih mencangklong ransel dan menenteng beberapa buah paper bag. Dia yang baru saja pulang dari Malang langsung terkejut disuguhkan pemandangan tak mengenakkan di antara kedua sahabatnya.

"Kalian kenapa? Kayak anak kecil aja!" teriak Danang yang sudah berdiri di tengah kedua laki-laki itu.

Galuh yang mendengar suara benturan dan teriakan Danang ikut masuk dan melihat abangnya sedang memegangi rahang bekas dipukul Mahesa. Galuh langsung menghampiri Jamal untuk memeriksa kondisinya lalu memelototi Mahesa.

"Teman lo, tuh, Nang, udah nggak waras!" sindir Jamal yang masih terlihat kesakitan.

"Lo yang mulai duluan!" sergah Mahesa tak terima.

"Come on, Man, be a manly! Bersikap dewasa, Sa. Terima kenyataannya kalau emang lo udah kelewat batas. Lo boleh pukul gue sebanyak yang lo mau, tapi itu tetap nggak bisa mengingkari fakta kalau lo itu salah. Tetap salah!" hardik Jamal kesal.

"Ini ada masalah apa, sih?" Danang menjadi satu-satunya orang yang tak tahu tentang permasalahan yang terjadi antara Mahesa dan Jamal.

Mahesa menyibak rambutnya dengan frustasi. "Memangnya salah kalau gue jatuh cinta?" tuturnya kemudian.

Sebuah pertanyaan yang sekaligus pernyataan itu membuat telinga Galuh seperti berdengung. Secara tak langsung Mahesa mengakui bahwa dia memang jatuh cinta terhadap gadis itu. Terlihat dari betapa putus asanya suara Mahesa tadi. Galuh bisa melihat bahwa cinta yang Mahesa miliki untuk Senggani sangat besar dan saking besarnya hingga terasa menenggelamkan dada Galuh. Air matanya mengalir lagi.

Mahesa memandang kedua sahabatnya secara bergantian. "Di saat gue terpuruk, di saat gue ada masalah dia yang selalu ada buat gue. Saat gue tahu kalau gue bukan anak kandung Sandjaya Arbi, dia satu-satunya orang yang menghibur gue." Mahesa yang sudah amat muak dengan semua masalah yang dia miliki mulai memuntahkan isi hatinya.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang