23. Between Sunset and Sunrise

72 4 0
                                    

Sejak kejadian itu, Galuh absen dari kegiatan Dharmapala. Ini sudah yang kedua kalinya gadis berwajah tegas itu tidak ikut serta dalam pelatihan rafting kali ini. Sebelumnya saat latihan rutin wall climbing tiga hari lalu Galuh juga tak terlihat hadir di antara anggota Dharmapala lainnya. Tidak juga memberi kabar atau alasan kenapa dia absen dalam latihan rutin itu.

Tapi tidak adanya Galuh bukan berarti acara rafting kali ini kurang seru, karena Senggani ada bersama anggota lainnya untuk ikut belajar bermain rafting. Akhirnya gadis itu seperti ketagihan dengan olahraga alam seperti ini. Tiga hari yang lalu pun dia datang untuk belajar tentang wall climbing dan Mahesa dengan senang hati mengajarinya. Walaupun belum paham benar, tapi semangat belajar dan rasa ingin tahunya sangat besar sehingga membuat Senggani gampang berbaur dengan anggota lain yang sama-sama masih perlu banyak belajar dan latihan.

Senggani tahu dia sekarang berada dalam masalah besar. Dia sadar betul dengan apa yang dia lakukan saat ini. Dia semakin membiarkan dirinya dijangkiti virus-virus Mahesa yang semakin lama akan semakin menggerogoti hati dan pikirannya. Mau diapakan lagi? Dia sendiri tak kuasa mengendalikan gejolak bahagia yang dirasakan saat berdekatan dengan Mahesa. Senggani tak kuasa menolak semua pesona yang dimiliki lelaki gondrong itu. Di matanya kini, Mahesa memiliki daya tarik yang tidak dipunyai oleh semua pria.
Selain ramah, Mahesa juga berkarisma, rendah hati, tulus, berjiwa sosial tinggi, dan masih banyak pesona lain yang tersembunyi. Sekarang Senggani bahkan sudah tidak mau memusingkan lagi soal masa lalu kelam yang pernah Mahesa alami. Anggap saja itu semua hanya bagian dari kenakalan masa muda. Toh, kita semua pernah punya masa lalu. Semua manusia pasti punya masa kelam dalam hidupnya. Jadi kenapa harus men-jugde satu orang manusia yang sedang berusaha memperbaiki dirinya di masa sekarang untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi? Begitu pembelaan Senggani terhadap pilihannya kini.

"Nggak baik, lho, melamun di tepi sungai begini." Tiba-tiba Mahesa sudah ada di depannya.

"Sudah mau mulai?" Senggani langsung memakai helmnya dan berdiri.

"Sebentar lagi. Sekarang kita kumpul dulu untuk mendengarkan instruksi dan berdoa. Semangat banget kelihatannya?"

"Iya, dong, saya sudah nggak sabar ingin coba rafting. Kayaknya, sih, seru. Meskipun ini baru yang pertama kalinya."

"Duh, yang ketagihan ...," godanya jahil. "Apa saya bilang, gaul sama anak-anak Dharmapala nggak akan menyesal, deh."

Saat keduanya terlihat asyik menikmati waktu berdua, tanpa disadari Jamal yang kala itu menyempatkan diri ikut dalam kegiatan terus memperhatikan gerak-gerik mereka sambil geleng-geleng kepala.

"Kenapa, Mal?" tanya Danang yang sedang sibuk memompa perahu karet yang akan mereka gunakan untuk mengarungi sungai. Rupanya walaupun dia sibuk memompa perahu, matanya jeli melihat sekitar.

"Gue khawatir sama teman kita," jawab Jamal tanpa menoleh pada lawan bicara.

Danang mengalihkan pandangan pada objek yang dilihat Jamal. "Memangnya kita bisa apa? Udahlah, biarin aja."

"Kok, dibiarin, sih, Nang? Lo mau Mahesa seperti dulu lagi? Lo nggak tahu kalau cewek itu pacarnya Mahendra?" Jamal berkacak pinggang dan sudah menatap tajam ke arah Danang.

"Sabar, sabar, kenapa jadi gue yang dimarahi?" protesnya. "Gue tahu cewek itu siapa, tapi mau bagaimana lagi kalau Mahesa nyatanya memang suka sama setiap pacar adiknya itu. Kita sudah ingatkan dia, tapi kalau dia masih nekat juga mendekati pacar Mahendra, ya, itu urusan dia. Risikonya bagaimana, dia pasti sudah pengalaman."

Jamal menghela napas cepat. "Kadang gue nggak ngerti dengan jalan pikiran dia! Cewek single masih banyak, kenapa yang dia dekati lagi-lagi ceweknya Hendra? Nggak kapok apa, tuh, anak?" Jamal kini melipat tangan di dada. "Untung adik gue nggak ada di sini. Kalau dia lihat pemandangan di depan bukan cuma patah hati dia, patah jantung juga mungkin."

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang