32. Bertemu Keluarga Larasati

70 4 0
                                    

Senggani hanya diam saja, tidak berani melawan karena dia melihat kemarahan sedang menguasai diri Hendra. Mereka tidak saling bicara sampai di basemen. Begitu akan masuk ke dalam mobil ada seseorang yang menepuk bahu Hendra.

"Maaf, bisa minta tolong lihatin mobil saya? Kayaknya mogok, deh."

"Tante Inggrid?"

"Lho, Mahendra? Ya, ampun, nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Kamu apa kabar? Makin ganteng aja."

Mereka bersalaman dan cipika-cipiki. "Aku baik, Tante. Om Handoyo mana?" Hendra tampak antusias bertemu dengan wanita yang masih belum Senggani kenal itu.

"Itu lagi periksa mobil, nggak tahu kenapa mobilnya tiba-tiba mogok. Tolongin, ya, Ndra. Siapa tahu kamu mengerti problemnya apa."

Mereka bertiga menuju mobil mogok yang dimaksud. Di sana ada seorang pria berbadan tegap dan berperawakan besar sedang berkacak pinggang membelakangi mereka dengan kap mesin mobil terbuka.

"Mereka siapa, Ndra?" bisik Senggani pada Hendra.

"Mereka orang tua Lara."

Senggani langsung diam. Melihat dari dandanan dan cara berpakaian orang tua Lara saja terlihat sudah gadis dari kalangan seperti apa Larasati itu. Kaum borjuis.

Setelah temu kangen dengan mantan calon menantu, Om Handoyo mempersilakan Hendra untuk memeriksa kerusakan pada mesin mobilnya. Kedua pria beda usia itu terlihat akrab satu sama lain, sementara Senggani nampak kikuk karena sedari tadi diperhatikan dengan detail oleh Tante Inggrid. Tatapannya dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan begitu menyelidik membuat Senggani kurang nyaman. Dia benar-benar dikacangin oleh Hendra yang asyik sendiri membicarakan mengenai mesin mobil.

Setelah melihat apa kerusakan yang terjadi pada mobil, Hendra lalu mengusulkan untuk memanggil orang bengkel langganannya agar menderek mobil Om Handoyo dan menawari tumpangan bagi suami istri itu. Barang belanjaan yang mereka bawa lumayan banyak, sehingga Senggani harus membantu menatanya di bagasi belakang.

Terjadi perbincangan akrab nan hangat di dalam mobil antara mereka bertiga. Sedangkan Senggani masih didiamkan Hendra, mungkin masih kesal karena melihat gadis itu begitu berbinar matanya saat menyaksikan Mahesa di TV tadi.

"Jadi Om dan Tante sudah pindah ke Jakarta?" tanya Hendra sambil memutar kemudi.

"Iya, hitung-hitung cari suasana barulah. Kebetulan Om juga baru buka cabang resto baru di Jakarta," sahut Om Handoyo bangga.

"Oh, ya? Wah, hebat! Om memang businessman yang ulet," puji Hendra yang melihat Om Handoyo dari kaca depan mobil.

"Mama dan papamu apa kabar, Ndra?" tanya Tante Inggrid kemudian.

"Baik. Semuanya sehat, Tante. Mampir ke rumah, ya, Papa kebetulan sudah pulang."

"Syukurlah kalau semuanya sehat-sehat saja. Iya, kapan-kapan kami mampir ke rumah."

Ada yang membuat alis Senggani berkerut, dia keheranan karena pembicaraan seputar kabar keluarga Hendra tidak menyelipkan nama Mahesa di dalamnya. Nama Mahesa sama sekali tidak disebut ataupun ditanyakan kabarnya. Seolah, lelaki itu bukanlah anggota keluarga atau bahkan bukanlah siapa-siapa di dalam keluarga Hendra. Mereka bertiga seperti tidak mengenal siapa itu Mahesa. Apakah Om dan Tante Handoyo masih marah terhadap lelaki yang sudah membuat putrinya hamil hingga menghilang entah ke mana itu? Diam-diam Senggani menghela napas berat.

"Ngomong-ngomong kamu sudah menikah, Ndra?" Tante Inggrid menyambung obrolan lagi.

"Belum, Tante, tapi kalau calon sudah ada. Doakan saja semoga ini benar-benar jodoh saya." Hendra melirik ke arah Senggani di sampingnya.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang