52. Sepatah Kejujuran

79 5 0
                                    


Bel berbunyi saat Senggani akan mengisi ulang air dalam gelas. Dengan tidak menaruh curiga sedikit pun Senggani membuka pintu dan mendapati sosok yang begitu tidak ingin dia lihat berdiri di hadapannya. Refleks Senggani langsung menutup pintu, tapi terjegal sepatu Mahesa yang sengaja lelaki itu gunakan untuk menghalangi usaha Senggani menghindarinya.

"Mau apa kamu ke sini?" Senggani langsung panik karena Mahesa sudah melangkah masuk ke dalam.

"Saya ke sini mencari kamu. Kenapa kamu pergi dari Karimun gitu aja? Dan kenapa kamu bohong dengan bilang kalau kamu ke Banyuwangi?" cecar Mahesa.

"Memangnya apa urusan kamu? Saya masih di Karimun atau enggak memangnya kamu peduli?" Senggani langsung menyalak. "Yang kamu pedulikan cuma Lara sama anak kamu aja, kan?"

"Kamu ngerti nggak situasinya gimana? Masih aja egois!"

"Saya egois itu juga karena kamu!" dada Senggani turun naik saking emosinya. "Kamu tahu nggak gimana hancurnya perasaan saya begitu dengar kalau kamu mau menikahi Lara?" matanya sudah memerah dan tanpa bisa dicegah air matanya kembali mengalir.

"Senggani ..." Mahesa maju untuk lebih dekat dengan gadis itu, tapi Senggani malah mundur dan terus menghindarinya.

"Saya yang bodoh karena sudah lebih memilih kamu dibanding Hendra. Tadinya saya pikir kamu laki-laki baik, Mahesa. Kamu lebih baik dalam segala hal dibanding Hendra sampai akhirnya saya jatuh cinta sama kamu, tapi ternyata saya salah! Hendra nyatanya jauh lebih baik dari kamu."

Ekspresi wajah Mahesa berubah seketika. "Jangan pernah kamu bandingkan saya sama dia!" hardiknya lantang seolah tak suka dengan ucapan Senggani.

"Kenapa, nggak terima sama kenyataannya? Sekarang saya benar-benar menyesal meninggalkan Hendra demi kamu. Setidaknya Hendra nggak pernah nyakitin saya. Saya selalu nomor satu untuk dia!"

Tak tahan mendengar mana Hendra terus disebut, Mahesa menangkap kedua bahu Senggani dan mencengkeramnya kuat. "Jangan kamu sebut-sebut lagi nama itu!" sergahnya dengan mata yang tajam. "Ini tentang kita. Jangan sangkutkan nama orang lain di sini!"

"Apa saat nama Lara ada di antara kita kamu peduli dengan perasaan saya? Sebenarnya yang egois itu saya atau kamu? Tolol banget saya sudah meninggalkan Hendra demi orang seperti kamu!" Senggani terus saja memprovokasi emosi Mahesa. Dia tidak ingin diam. Dia sudah telanjur dibuat kecewa oleh Mahesa, hingga dia terus memancing emosi lelaki itu agar membuatnya segera pergi dari sana.

"Saya bilang cukup! Saya nggak mau dengar lagi nama itu kamu sebut!" Mahesa memperingatkan.

Senggani menyeringai. "Apa karena kamu merasa nggak sebanding dengan Hendra? Tapi emang benar, sih, kamu nggak ada apa-apanya dibanding dia. Setidaknya Hendra nggak berengsek kayak kamu! Dia-"

Ucapan Senggani terpenggal begitu saja karena Mahesa membungkamnya tiba-tiba.

Mata Senggani terbelalak dan tubuhnya gemetar. Dia masih tak menyangka Mahesa akan membungkamnya dengan cara seperti itu. Mahesa memagutnya di tengah keheningan sekitar. Senggani terbuai oleh setiap sentuhan lembut lelaki itu di wajah dan bibirnya, hingga akhirnya Senggani berani membalas apa yang Mahesa lakukan terhadapnya. Keduanya terlena beberapa saat menikmati atmosfer romantis di sekeliling mereka, sampai lelaki itu mengakhiri semuanya secara tiba-tiba.

Mahesa menatap gadis itu sebentar, seolah kaget dengan apa yang sudah terjadi barusan.

"Maaf, saya nggak bermaksud ..." dia segera berbalik membelakangi Senggani.

"Maksud kamu?" tanya Senggani yang masih termangu di tempat. Dia berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila beberapa saat lalu.

"Tadi itu kesalahan. Anggap aja nggak pernah terjadi. Lupakan aja," ucap Mahesa seolah linglung.

A Love to Him (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang