Hal pertama yang dilakukannya saat kembali ke Jakarta adalah mengunjungi Rumah Panti dan Taman Baca Kenanga yang sudah hampir dua pekan ini dia tinggalkan. Rasanya sudah rindu bercengkerama dengan anak-anak menggemaskan itu. Apa anak-anak juga merindukannya, ya? Bagaimana reaksi mereka saat melihatnya lagi di rumah panti? Pikiran Mahesa sibuk berkhayal tentang reaksi anak-anak panti yang sudah lama tidak dia jenguk.
Dari jauh sudah terdengar riuh suara tawa khas anak-anak. Mahesa makin tidak sabar ingin segera sampai dan membagikan camilan-camilan enak yang dia beli di minimarket tadi. Motor memasuki pelataran rumah panti dan bisa ditebak anak-anak yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing langsung berhamburan mengelilingi Mahesa yang memamerkan senyum lebarnya serta dua kantong besar snack untuk anak-anak.
"Nanti dibagi di dalam, ya. Jangan rebutan, pasti dapat, kok ...," ucapnya untuk menghalau keributan yang terjadi saat itu.
Begitu melangkah menuju teras rumah, matanya tertumbuk satu sosok gadis yang baru keluar dari dalam rumah dengan membawa gitar di tangan. Jantung keduanya langsung berpacu kala melihat satu sama lain. Mahesa tidak menyangka akan menemukan gadis itu di sini, begitu pun dengan Senggani yang belum siap untuk bertemu dengan Mahesa lagi setelah pertengkaran mereka tempo hari di tempat ini juga. Mereka hanya bisa saling menatap tanpa bisa menyapa. Untuk beberapa saat, mereka berdua terpaku di tempat masing-masing sampai akhirnya Mahesa berhasil menguasai diri dan melangkah menuju rumah dengan melewati Senggani begitu saja.
Lama Mahesa di dalam mengobrol dengan Ibu Rahma tentang pengalamannya meliput di kawasan lahan gambut yang habis terbakar itu. Dia juga menyibukkan diri dengan merangkai ranjang dan lemari baru untuk anak-anak panti. Sama sekali tidak berminat untuk keluar rumah atau sekadar duduk di teras menyaksikan anak-anak bermain sambil belajar seperti yang biasa dia lakukan. Dari cerita Bu Rahma, kedatangan Senggani adalah untuk menyalurkan donasi yang terkumpul dari teman-teman di kantor tempatnya bekerja. Begitu akan pamit pulang, anak-anak malah menodongnya untuk bernyanyi seperti yang pernah dilakukan saat awal kedatangannya dulu.
"Bu, saya mau pamit pulang." Senggani menghampiri Bu Rahma yang sedang menata masakan di meja makan.
"Mbak Gani, kok, wajahnya pucat sekali? Nggak apa-apa, kan?" tanya Bu Rahma setelah memperhatikan wajah Senggani yang tidak bersinar.
"Nggak apa-apa, Bu. Biasa haid hari pertama memang begini." Senggani tersenyum untuk menenangkan Bu Rahma yang masih menatapnya khawatir.
Tiba-tiba, sosok Mahesa muncul dari belakang. Mereka sempat bertatapan sebentar, begitu Senggani ingin memberanikan diri untuk berpamitan pada lelaki itu, Mahesa malah ngeloyor pergi begitu saja dan itu membuat Senggani makin tidak enak hati.
"Saya pamit pulang, ya, Bu. Salam untuk anak-anak. Assalamualaikum." Senggani mencium tangan Bu Rahma dan segera pergi dari tempat itu.
"Sa, kamu antar Senggani pulang, ya. Dia kelihatan kurang sehat. Takut kalau kenapa-napa di jalan. Mana sudah mendung lagi." Bu Rahma yang cemas berusaha membujuk Mahesa yang sedang bercanda dengan seorang anak laki-laki berusia dua tahunan di ruang tengah.
Tapi sepertinya Mahesa enggan menanggapi perkataan Bu Rahma, dia terus saja menggelitiki anak laki-laki berkepala botak di depannya sambil terus tertawa. Bu Rahma hanya bisa menggelengkan kepala dan pergi menuju dapur tanpa mau memaksa lagi.
Lagaknya seperti tidak peduli, tapi pikirannya ikut mengkhawatirkan gadis yang memang terlihat sangat pucat itu. Mahesa langsung teringat peristiwa saat dirinya dan Senggani liputan di Candi Borobudur, ekspresi kesakitan dan wajah pucat gadis itu sama persis seperti yang Mahesa lihat tadi. Suara guntur cukup besar menggelegar di langit menyentak Mahesa dari lamunannya diikuti teriakan anak-anak yang menjerit karena kaget. Hal itu membuat Mahesa langsung mencemaskan Senggani yang saat ini sedang berada dalam perjalanan pulang. Tanpa pikir panjang, Mahesa langsung pergi untuk menyusul Senggani yang sepertinya belum terlalu jauh dari rumah panti.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Him (Revisi)
RomanceIsi kurang lebih sama dengan versi lama. Hanya ada beberapa penambahan bab dan pengurangan plot yang Thor rasa kurang mendukung isi cerita. Juga terdapat perubahan di beberapa adegan dan gaya bahasa. Cover juga diganti untuk membedakan versi lama da...