Chapter 4 : Broken Siblings

2.3K 207 8
                                    

Mansion Greenleaf

""John.. apa Olivia sudah bangun ?" tanya pria berambut pirang keemasan. Ia berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar putri angkatnya.

"Maaf tuan, tapi nona Olivia sudah pergi dengan kudanya sekitar satu jam yang lalu".

Marquis Zen menghentikan langkahnya. Lagi-lagi bocah itu membantahnya. Ia berbalik menatap pelayan pribadinya.

"John, siapkan gulungan teleportasi".

"Ya?"

"Kita teleportasi ke kediaman Duke Xander".

John menatap majikannya dengan ragu. Menggunakan gulungan teleportasi membutuhkan mana yang cukup besar. Sejauh yang ia tahu, hanya Duke Heavenstone, Duchess Slavia dan Penguasa Menara, Jeremy yang mampu melakukannya.

"Tuan, saya rasa mana yang anda miliki tak akan cukup"

"Ambilkan. Ini perintah" ujar Marquis dengan dingin.

John menghela nafas. Ia membungkuk dan segera menuruti permintaan tuannya.

Marquis Zen segera menuju lapangan. Ia membutuhkan energi alam untuk melakukan teleportasi dengan gulungan. Setelah sampai di kediaman Leafrost, ia akan mengomeli Olivia sampai telinganya kebas.

"Sialan... kenapa gadis itu suka sekali bertindak seenaknya? Apa dia sedang puber?" Gumamnya.

Olivia Heavenstone, fisiknya persis dengan sahabatnya, Regis Heavenstone tapi sikapnya adalah Slavia kedua. Pintar, dingin, suka seenaknya dan mudah marah.

Walau begitu, wajah cantiknya tak bisa diabaikan. Dia seperti bunga mawar hitam beracun. Melihat wajah ayunya, mata merah, kulit pucat, bibir merah dan rambut hitam legam sudah cukup menggambarkan bahwa dia titisan putri salju.

Yah.. walau gadis itu akan mencelanya jika disebut mirip putri salju. Sekilas teringat ketika pertama kali Ia membawanya ke Mansion miliknya atas perintah kaisar, Olivia hanya menangis dalam diam.
.
.
.

Marquis Zen tak terlalu terbiasa dengan anak-anak. Ia membawa Olivia ke kamarnya. Memastikan dia makan dan tidur dengan cukup. Namun, anak gadis ceria itu jadi murung seketika sejak orang tuanya pergi dan tak pernah kembali hingga saat ini.

"Olivia... ayah dan ibumu akan kembali. Kamu hanya perlu bersabar. Lihat! Tandukmu sudah hilang. Semua akan baik-baik saja, oke?"

Olivia yang masih berumur 10 tahun menghentikan tangisnya. Bibirnya terluka karena ia menahan isakannya.

"Sebelum tidur, mama selalu bercerita banyak hal" gumam Oliv.

Apa dia minta aku bercerita? Aku harus cerita apa? Malam panas dengan wanita? Pembantaian monster?

Ada banyak kebingungan di kepala Marquis Zen. Ia hanya sesekali mengasuh Oliv ketika ada rapat dengan Slavia atau Regis. Itupun membiarkannya berkeliaran di tamannya. Tapi tak pernah sekalipun ia mngurus bagaimana seorang anak perempuan tumbuh.

"Ba-baiklah. Cerita apa yang biasanya ibumu ceritakan?"

Olivia mengerutkan keningnya berfikir. Ibunya seringkali menceritakan dongeng-dongeng fantasy dan sebagainya.

"Tentang... penyihir?"

Marquis Zen berpindah posisi. Ia duduk di samping Olivia yang menggulung tubuhnya dengan selimut. Kepalanya menyembul menampakan mata merahnya yang berkilau.

Entah kenapa, melihat Olivia mengingatkannya pada cerita putri salju. Ia pun menceritakan dongeng tersebut pada Olivia dengan sepenuh hati. Namun, reaksi Olivia hanya menatapnya dengan datar.

CURSED GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang