Chapter 17 : Red and Black

1.1K 127 13
                                    

Tiga bulan berlalu, perusahaan baruku mulai berkembang pesat. Aku memiliki dua bidang usaha dalam perusahaan kontruksi kali ini.

Pertama penelitian, kedua pembangunan dan jasa. Hampir sebagian besar pekerjanya adalah penyihir. Kebanyakan penyihir cukup pintar, jadi tidak sulit menjelaskan tugas-tugas mereka. Selain itu, mereka terikat sumpah setia dengan pemilik menara, yaitu Jeremy Leafrost dan Xane Heavenstone.

Xane dan Sirius mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik. Kali ini giliranku. Untuk masalah keuangan dan  pajak yang berkaitan dengan kekaisaran aku yakin Putra mahkota akan turut campur. Kali ini hanya aku dan paman Zen yang mampu melakukannya.

"Oliv, bagaimana kalau properti kualitas tinggi kita ganti dengan produk dari kekaisaran timur? Aku kenal dengan para bangsawan disana yang punya produk lebih baik dari hasil pengrajin dalam negeri". Saran paman sambil mengecek beberapa dokumen yang ku setorkan.

"Permasalahnnya adalah pajak yang terlalu mahal membuat harga melonjak. Adakah saran lain?" Tanyaku.

"Bagaimana kalau kita kontrak saja pengrajin disana?" Tanya paman.

Aku berfikir sejenak. Sejak hubungan kekaisaran timur dan Roem membaik, tidak jarang para pendatang dari timur mengadu nasib di Roem.

Jika kita tak bisa mengimpor barang, bagaimana kalau pembuatnya saja yang kita bawa? Bukankah untungnya akan lebih banyak?

"Ide bagus. Aku akan mencari informasi lebih lanjut."

Paman Zen menyeringai. Ia bangkit dari kursi kerjanya, lalu pindah menuju sofa. Lalu menyuruhku untuk duduk di sampingnya.

"Kemari! Duduklah... " ujarnya menepuk-nepuk sofa di sampingnya.

Aku menurutinya dengan malas-malasan. Ia menatapku datar seolah meminta sesuatu.

"Kau tak mau mencium pipiku?" Tanya nya tiba-tiba.

"Hah?"

Apa dia terlalu banyak bekerja sampai jadi gila?

" Ini?" Jawabnya sambil menyentuh sisi pipi kananya.

Aku menaikan bibirku sinis.

"Tidak, terima kasih. Kenapa aku harus menciumu?"

Wajah paman berubah kecewa. Ia merengut membuat wajah yang di sedih-sedihkan.

"Ah... betapa waktu berlalu terlalu cepat. Padahal dulu kau selalu mencium pipiku setiap pagi dan malam. Menggemaskan.. apa kau tak bisa kembali jadi anak 10 tahun lagi?"

Jidatku berkedut. Aku melipat tanganku.

"Jangan harap."

"Dulu juga kau pernah mengompol di kas-"

Buk!

Aku melempar bantal sofa tepat di wajahnya. Ketika awal-awal aku tinggal disini, aku beberapa kali mimpi buruk hingga mengompol. Bagaimana tidak? Kejadian dimana aku melawan monster berkepala tiga dan terus menerus tumbuh setiap kali di potong cukup terpatri jelas di kepalaku saat itu.

"Jangan dibicarakan lagi!"

Buk!Buk!Buk!

"Kenapa kau selalu membahas hal itu! Arrgggg- dasar menyebalkan!"

Aku memukul-mukul kepalanya dengan bantal sofa. Dia hanya tertawa puas setelah mengusiliku sambil menahan pukulanku dengan tangannya.

"Ahaha.. haha.. aku penasaran bagaimana kalau kedua temanmu tahu kalau kau pernah mengompol karena ketakutan?"

"Paman! Oh ayolah.. berhenti mengoloku!"

Paman masih tertawa. Ia merebahkan tubuhnya dan menjadikan pahaku sebagai bantalannya. Aku membiarkannya, lalu menyandarkan punggungku ke sandaran sofa.

CURSED GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang