Chapter 32 : Blockade

859 90 10
                                    

Benteng Redland

"Berapa jumlah pasukan gugur hari ini?" Tanya Duke Xavier pada salah satu panglima pasukannya.

"300 ksatria, 100 penyihir dan 70 penyihir penyembuh" Jawab bawahan Duke muda itu.

Duke Xavier menghela nafasnya. Ia segera menuruh bawahannya untuk kembali ke tenda dan beristirahat. Walau lengannya kembali utuh, korban masih tetaplah terhitung banyak. Belum lagi ia melihat pergerakan para monster kembali berubah.

Kali ini semua monster itu bergerak ke arah wilayah Redland. Tepatnya wilayah Marquis Zen, tempat altar tua berdiri. Tempat yang menyisakan luka mendalah baginya dan kedua saudara kembarnya, karena di tempat itulah mereka terakhir melihat kedua orang tuanya. Yakni Duke Regis dan Duchess Slavia.

Ia sudah menyampaikan rute monster terbaru pada adiknya, Xander dan Xane. Mereka memutuskan untuk menyatukan pasukan di Benteng Redland.

Sirius belum memberi kabar keberadaannya. Namun, melihat arah pergerakan monster, itu artinya Olivia sedang berada di sekitar Redland.

Dua hari berlalu, Sirius mengirim kabar bahwa Olivia bekerja sama dengan Pangeran Dios. Ia menjelaskan bahwa mereka melakukan pertukaran. Tak pernah ia sangka, seorang Pangeran yang kelahirannya dikatakan keajaiban itu ternyata memiliki kutukan tingkat tinggi.

Namun, sekuat apapun kutukan itu bukanlah masalah bagi adiknya. Karena Xavier yang setidaknya memiliki aura yang mirip dengan Olivia, ia paling tahu kalau Olivia adalah kutukan itu sendiri. Pertukaran yang mereka lakukan adalah melepaskan kekangan kekaisaran terhadap Heavenstone.

Permasalahannya adalah Ratu Hera tak akan diam saja. Ia pasti sudah menebak langkah selanjutnya adalah penggabungan pasukan.

Namun, Xavier tak punya pilihan. Begitupun dengan Xander. Si kembar tiga itu sepakat untuk berkumpul.
.
.
.

Peluh bercucuran di wajahnya. Duke Xavier menahan rasa sakit di lengannya. Mana yang ia miliki belum sepenuhnya menyatu dengan lengan milik Baron Dimitri, hal itu cukup menyakitinya. Tak lama kemudian suara wanita dari luar terdengar.

"Tuan Duke, ini Selene. Ada yang ingin saya sampaikan"

"Masuklah"

Tanpa ragu Selene pun masuk. Ia langsung menghampiri Duke Xavier di tengah kesakitannya. Tanpa membuang waktu Selene mengiris lengannya.

"Apa yang kau la-!"

"Tenanglah... " Bisik Selene.

Ia membuat simbol dengan darahnya di lengan ayahnya yang kini menempel di tubuh Duke Xavier. Beberapa menit kemudian rasa sakit itu mereda.

"Apa kau akan terus melukai diri sendiri seperti itu?" Desis Xavier.

"Kalau begitu kau jangan lagi terluka, atau kesakitan lagi" Balas Selene tanpa menatap wajah Duke Xavier.

"Kenapa? Apa ini bentuk hutang budi?" Duke Xavier menatap Selene dengan intens. Selene hanya menunduk menghindari tatapan mata merah pria di depannya.

"Karena hanya kau yang tersisa dari ayahku"

"Bagaimana jika aku serakah? Bagaimana jika aku meminta lebih? Bagaimana jika..." Duke Xavier menjeda kalimatnya.

"... Jika aku meminta hatimu. Apa kau akan memberikannya padaku? Satu-satunya yang tersisa dari ayahmu?" tanya Duke Xavier.

Sontak Selene mengangkat kepalanya. Ia terkejut dengan pertanyaan tak terduga dari Xavier. Pria di depannya salah satu pria yang di inginkan oleh seluruh wanita setelah putra mahkota. Namun luka yang pernah ia alami karena cinta buta pada Pangeran Dios belumlah sembuh.

CURSED GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang