10 Maret,
Suara hentakan kaki dengan ritme cepat terdengar di kelas, tanpa sadar Aditya–yang lebih akrab disapa dengan tiga huruf terakhirnya, Tya–membuat sedikit suara berisik di saat semua orang sedang fokus mendengarkan penjelasan dari Pak Abimanyu, guru mata pelajaran Biologi.
"Yang sedang gugup, mohon dikondisikan, ya," perintah Pak Abimanyu tanpa berbalik menatap si biang kerok dan masih fokus menulis di papan tulis. Perintah dari Pak Abimanyu membuat Tya tersadar, sontak menghentikan kakinya yang sudah agak pegal.
Tya berdehem sedikit, mencoba pura-pura bukan pelakunya. Namun, Asa yang duduk di sebelahnya sudah pasti mengetahui gelagat aneh dari Tya. Daritadi Asa terus terganggu dengan Tya dan kebiasaannya saat sedang gelisah, mulai dari mengetuk meja dengan pena, sedikit-sedikit melirik ke kolong meja dan mengintip ponselnya, lalu barusan, Tya menghentakkan kakinya dan membuat meja bergetar.
"Ada apa, sih? Daritadi kuperhatikan, kamu seperti orang yang sedang menunggu hitung mundur dan takut kehabisan tiket konser." Asa sedikit berbisik ketika bertanya kepada Tya. "Hentikan kakimu, mejaku ikut bergetar, aku jadi tidak bisa menulis dengan benar!"
Tya meringis, menyadari kelakuannya mengganggu ketenangan orang lain. "Maaf, Sa. Pesanku belum dibalas oleh temanku sejak jam sembilan tadi. Aku jadi gelisah," katanya.
Asa mengangkat alisnya penasaran. "Temanmu? Oh, yang berkenalan lewat online itu?"
"Saya kira suara-suara dari makhluk halus tadi sudah hilang ketika saya tegur, tapi ternyata masih terdengar, ya? Bisa tolong dihentikan? Atau sesi mengajar ini saja yang dihentikan?" Kali ini Pak Abimanyu menghadap ke murid-muridnya, menatap Tya dan Asa yang cengengesan karena terpergok sedang berbincang.
Beberapa siswa 12 MIPA 2 menatap Tya dan partner in crime-nya dengan tajam, tidak terima penjelasan berharga dari Pak Abimanyu terhalang oleh perbincangan mereka yang sebenarnya bisa dilakukan setelah bel istirahat berbunyi. Lagipula, jatah Pak Abimanyu mengajar hari ini tinggal sepuluh menit lagi, tapi mereka berdua sangat tidak sabaran.
Pak Abimanyu kembali melanjutkan penjelasan contoh soal ujian masuk perguruan tinggi, tidak mau waktu mengajarnya menjadi sia-sia hanya untuk meladeni duo cicak itu. Tya dan Asa kembali bertatapan, mereka saling mendekatkan posisi duduk agar lebih leluasa berbincang.
"Jadi, gadis itu masih tetap kamu hubungi walaupun sering mengabaikanmu?" tanya Asa sekali lagi dan dijawab dengan anggukan oleh Tya.
"Gadis itu adalah orang yang seru untuk diajak berbincang." Tya kembali memeriksa ponselnya, masih tidak ada balasan dari thegreencoat–username dari teman online Tya. "Aku tidak mau kehilangan teman curhat seperti dia."
"Kalau dia menghilang, kan masih ada aku? Sebenarnya kamu menganggapku sebagai apa, sih?" Nampaknya Asa cemburu dengan pertemanan antara Tya dan thegreencoat yang begitu dekat. Asa pikir, dirinyalah teman terdekat Tya sekarang, bahkan jarak fisik mereka juga dekat. Jika Asa menggeser tubuhnya sedikit, dua teman sebangku ini akan terlihat saling menempel.
"Kamu masih seperti anak kecil, tidak seperti thegreencoat yang cukup tenang dan dewasa. Setidaknya, kami hampir berada di level yang sama dalam hal kedewasaan," jawab Tya jujur. Tentu saja, setiap manusia masih membutuhkan sesamanya, sedewasa dan semandiri apapun, pasti ada hal yang harus meminta tolong kepada orang lain. Tak terkecuali Tya yang sering dianggap lebih dewasa dari teman sebayanya. Kehadiran thegreencoat pasti terasa berharga, walau hanya untuk menjadi teman curhat saja. Setidaknya, beban pikiran Tya dapat menghilang sedikit.
Asa menghembuskan napasnya kasar, perlahan menggeser tubuh agak menjauh dari Tya yang lagi-lagi sedang mengecek ponselnya. Asa ingin merajuk kepada Tya sesekali, biar teman sesama jenisnya itu tahu bagaimana rasanya memperjuangkan pertemanan yang hampir runtuh karena adanya pihak baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine with Me
FantasySELESAI Aditya mempunyai sahabat online yang selalu dia tunggu balasan chatnya. Gadis penyuka fotografi yang bisa memprediksi kapan hujan akan datang. Berkat kemampuannya itu, Aditya jadi tahu kapan harus membawa mantel di sepeda motornya dan kapan...