Hari ketujuh, 7 Mei,
Tya segera menutup matanya, tidak sabaran ingin cepat menjelajah di dalam mimpi Ira lagi. Kali ini Tya merasa percaya diri karena memiliki bekal mengenai kebiasaan Ira kecil yang bisa membantunya mencari Ira bermantel hijau di setiap cabang jalan.
Tangan Sanatana menyentuh kening Tya, mengeluarkan sihir yang membuat Tya cepat tertidur dan pergi ke alam bawah sadar Ira. Dalam beberapa menit, suara hujan mulai terdengar, Tya langsung membuka mata, dia sudah hapal dengan suara yang menandakan bahwa dia sampai di lapangan rumput tempat jam kayu besar yang nantinya menyimpan semua kepingan memori Ira.
"Sekarang tanpa kuberitahu pun kamu sudah membuka matamu sendiri, ya?" Suara Sanatana terdengar menggema.
Tya tersenyum bangga. "Aku sudah mulai terbiasa," katanya sambil menepuk dada.
Tya lalu mengingat-ingat lagi rencana yang dia buat semalam sebelum tidur, hari ini dia harus pergi ke empat tempat sekaligus untuk memastikan teori yang sudah disimpulkan kemarin. Tya harus yakin bahwa ada Ira bermantel hijau di setiap cabang jalan dan memastikan lokasi tepatnya mereka berada.
Air, hujan, makanan manis, dan toko buku. Tya harus mengingat empat hal yang selalu membuat Ira kecil tertarik itu. Sambil berjalan menuju cabang pertama, Tya menggumamkan poin-poin itu beberapa kali.
Tya sudah sampai di jalan raya depan kafe dalam sekali melangkah, lagi-lagi tidak ada orang dan kendaraan apapun disini, sepi sekali. Tanpa ragu Tya memasuki area parkiran, sampai di depan pintu masuk kafe, Tya bersiap mendengar lagi dialog template yang akan dikatakan si Robot Biru padanya.
Pintu kaca didorong, Tya masuk dan disambut oleh angin kencang yang menyibak rambutnya. Tya langsung pergi ke tengah ruangan, memeriksa sekitar–apakah si Hitam berada di dalam kafe ini, karena Tya tidak mau cepat diusir hari ini.
"Selamat datang, ada yang bisa dibantu, Kak?"
Sesuai dugaan, si Robot Biru kembali mengatakan dialog template-nya dari balik meja kasir. Tya berbalik, menatap Biru yang tersenyum padanya. Tya sempat tersenyum sebentar, lalu bergegas mengambil salah satu roti di display dan memasukkannya ke mulut Biru secara paksa.
"Hahaha hahang, haha hng hnga hehanghu, hak?"
Tya menahan tawanya, masih lucu melihat si Robot Biru tidak tahu ada roti yang menghalanginya berbicara. Tya memfokuskan dirinya lagi, kemarin dia tidak sempat memeriksa dapur kafe karena si Hitam keburu datang, kali ini dia harus masuk ke dalam.
Tya berjalan melewati Biru, pintu dapur yang berat itu ditarik dengan mudah, Tya mengintip ke dalam, harum roti yang tercium membuat Tya lapar.
"Ah, bukan ini." Tya memasang mode serius lagi, tidak peduli dengan Biru di belakangnya yang masih mengatakan dialog template, Tya masuk lebih dalam ke dapur, memeriksa apakah ada si mantel hijau yang bersembunyi di tempat para pegawai memasak.
Dapurnya terlihat sedikit acak-acakan, bahan-bahan untuk membuat roti berserakan di meja besar di tengah ruangan. Tepung-tepung tumpah, pisau dan mangkuk-mangkuk besar diletakkan sembarangan, tempat cuci piring juga penuh oleh alat-alat kotor. Tya sempat terheran melihatnya, mungkin jika Mama ada disini sekarang, Mama akan merapikan dulu barang-barang ini sebelum mencari kepingan memori Ira.
Tya memperhatikan meja besar itu, ada cookies yang biasanya dijadikan bonus gratis oleh para pegawai kepada pelanggan setia. Cookies itu baru sekali digigit, lalu ditinggal begitu saja, remahannya pun ikut berserakan di lantai.
Air, hujan, makanan manis, dan toko buku. Ini dia! Pasti si mantel hijau itu sempat mampir ke dapur kafe dan mencuri cookies. Tya celingukan, mencari keberadaan bocah itu yang biasanya tak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine with Me
FantasySELESAI Aditya mempunyai sahabat online yang selalu dia tunggu balasan chatnya. Gadis penyuka fotografi yang bisa memprediksi kapan hujan akan datang. Berkat kemampuannya itu, Aditya jadi tahu kapan harus membawa mantel di sepeda motornya dan kapan...