Hari kesebelas, 11 Mei,
Tya sampai di lapangan rumput, kali ini malam hari yang tenang, masih dengan awan hitam yang menutupi langit. Tya tidak terkejut lagi dengan keadaan gelap dari lapangan utama karena lentera yang Sanatana beri untuknya.
Tya menghela napas panjang, setelah mendengar cerita dari Elio dan Kala, Tya merasa ikut terbawa perasaan, seakan dirinyalah yang dikhianati oleh ayah mereka. Padahal Tya tidak pernah seperti ini sebelumnya, entah mengapa hari ini suasana hati Tya menjadi sedih. Namun, Tya harus tetap fokus melakukan tugasnya, hari ini Tya berencana pergi ke perumahan terlebih dahulu.
Cabang ketiga juga memiliki tombol rewind seperti cabang ketujuh, tapi tidak ada bencana yang membuat Tya harus panik dan berlarian kesana-kemari, itu menguntungkan. Sementara poin minusnya adalah pasangan yang Tya temui saat mengikuti si mantel hijau ke dalam salah satu rumah. Mungkin Tya harus berusaha berlari lebih cepat agar tidak melihat pemandangan aneh itu lagi.
Tya berjalan ke cabang ketiga, lentera di bahu kanannya mengikuti. Semoga saja lentera ini juga bisa setia saat Tya akan masuk ke cabang keenam nanti, Tya terlalu takut untuk berjalan sendirian di cabang keenam yang gelap gulita.
Tepat sebelum Tya memasuki cabang jalan ketiga, lentera berhenti mengikutinya dan menghilang bersamaan saat Tya masuk. Dalam tiga langkah yang menyilaukan mata, Tya sudah sampai lagi di perempatan yang semakin familier baginya.
"Hmm, baiklah. Kita mulai dari mana, ya?"
Tya mengingat-ingat lagi perjalanannya yang gagal waktu itu, pertama-tama, begitu datang Tya pergi ke arah kanan, lalu berhenti di sebuah rumah dan menunggu gerombolan anak-anak yang akan bermain melewatinya. Si mantel hijau muncul setelah mereka agak jauh.
Oke, Tya pun pergi ke arah kanan, jalan yang dipenuhi kendaraan terparkir, mencari rumah yang menjadi pemberhentiannya kemarin. Berjalan beberapa menit, Tya pun menemukan rumah yang terakhir kali, lalu segera minggir dan berdiri di dekat gerbang, menunggu si mantel hijau muncul.
Tya bersandar sambil memasukkan kedua tangannya di dalam saku jaket, eh, tangannya merasakan sesuatu lagi. Tya mengeluarkan benda asing itu, kamera analog yang pernah diberikan oleh si mantel hijau dari taman bermain, dia menukar tiga cookies untuk kamera ini. Aneh, padahal Tya kemarin memakai kemeja, tapi tidak ada sesuatu di dalam sakunya, kemudian saat kembali memakai hoodie yang dia pakai saat bertemu si mantel hijau dari taman bermain, kamera itu muncul.
Unik sekali mimpi Ira, Tya bisa membawa benda ghaib dalam hoodienya yang hanya muncul ketika berada di alam bawah sadar. Tya harus menanyakan ini kepada Sanatana nanti.
Tya menelisik kamera analog berwarna campuran hitam, abu-abu, dan coklat itu. Modelnya terlihat tua, mungkin hasil fotonya juga seperti filter retro, ini pertama kalinya Tya memegang sendiri model kamera ini. Tya memasang ancang-ancang ingin mencoba memotret sekali, lensanya dihadapkan ke salah satu mobil yang terparkir.
Baru saja akan menekan tombol shutter, anak pertama dari gerombolan anak kecil yang menjadi tanda-tanda si mantel hijau muncul sudah tiba. Beberapa saat kemudian anak-anak yang lain juga muncul, sambil membawa mainannya masing-masing dan bercengkrama.
Tya menyimpan kamera analog itu kembali ke saku jaketnya, dia harus bersiap mengejar dan menangkap si mantel hijau.
Beberapa saat kemudian, setelah anak-anak yang lain sudah berjarak agak jauh, si mantel hijau datang sambil berlari. Lagi-lagi kepalanya menabrak salah satu spion mobil, Tya hampir tertawa melihatnya, bocah itu lucu sekali karena terlihat seperti ingin marah pada spion yang tak bersalah.
Si mantel hijau kembali berlari, Tya langsung mengikutinya dari belakang dengan berjalan cepat, tidak mau membuat si mantel hijau sadar akan keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine with Me
FantasySELESAI Aditya mempunyai sahabat online yang selalu dia tunggu balasan chatnya. Gadis penyuka fotografi yang bisa memprediksi kapan hujan akan datang. Berkat kemampuannya itu, Aditya jadi tahu kapan harus membawa mantel di sepeda motornya dan kapan...