19

9 2 4
                                    

30 April,

Tya kembali ke perpustakaan milik Sanatana, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk mendengar rencana Sanatana dalam menyelamatkan Ira. Tya memperbaiki penampilannya, gugup sedikit menjalar, rasanya seperti Tya hendak pergi ke medan perang yang penuh dengan musuh berdarah dingin.

Pintu kayu dengan model eropa zaman dulu terbuka, bel kecil yang ada di pojok daun pintu berbunyi riang, membuat seluruh karyawan bermuka hewan yang sedang berkerumun di lantai satu menoleh. Sanatana yang sedang berada di tengah-tengah para karyawan itu menghentikan bicaranya, menatap Tya yang juga diam di tempat. Tya jadi merasa dia datang di waktu yang salah, mungkin dirinya terlalu cepat tiba di perpustakaan. Sanatana dan para karyawannya terlihat seperti sedang briefing.

Tya mundur sedikit, ragu-ragu apakah dia harus kembali ke luar perpustakaan dan menunggu sampai mereka sudah siap menerima tamu, atau tetap masuk dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

"Duduklah, Nak, aku sedang sibuk sekarang, nanti aku akan menghampirimu." Sanatana menyuruh Tya duduk, dia tahu Tya bertingkah kikuk karena malu ditatap oleh semua karyawan perpustakaan. Tya mengangguk, dengan tanpa suara duduk di salah satu kursi perpustakaan. Sanatana kembali melanjutkan bicaranya, para karyawan juga kembali fokus mendengarkan.

Tya memperhatikan makhluk-makhluk yang berbentuk aneh di hadapannya sekarang, mereka memiliki postur tubuh seperti manusia, tapi dengan kepala hewan. Mereka tidak pernah mengeluarkan suara, tapi mereka bisa berkomunikasi satu sama lain melalui telepati. Tya jadi ingat pertama kalinya dia mampir ke perpustakaan Sanatana, Tya terkejut bukan main melihat hewan-hewan yang dapat berdiri dengan dua kaki dan berpakaian rapi seperti karyawan sebuah toko. Bahkan menata buku, mendata informasi, mengetik di komputer, sampai membersihkan ruangan dengan tangan hewan mereka.

Waktu itu Tya pernah berteriak panik setelah melihat salah satu karyawan dengan wujud buaya. Tya tertawa mengingatnya, si Tuan Buaya diam saja melihat Tya terduduk lemas, dia hapal dengan adegan itu, semua manusia yang dibawa oleh atasannya pasti berteriak ketakutan setelah melihatnya. Ah, apakah Tuan Buaya masih bekerja di perpustakaan ini? Tya tidak tahu kabarnya karena setelah itu tidak pernah mampir ke perpustakaan Sanatana lagi.

Para karyawan kelinci tiba-tiba membubarkan diri, disusul oleh para kucing dan rubah, kemudian para unggas, dan yang terakhir adalah hewan-hewan bertubuh besar seperti gajah, banteng, beruang, dan singa. Sanatana masih duduk di tempatnya, membereskan dokumen-dokumen yang tersisa.

"Barusan itu kalian sedang mengadakan apa?" tanya Tya penasaran. Dia berdiri dan berjalan menghampiri tempat Sanatana duduk.

Sanatana menjawab tanpa menoleh, "Laporan mingguan, kami selalu berkumpul setiap hari Sabtu." Tangan Sanatana sibuk membereskan kertas-kertas.

"Laporan mingguan? Memangnya perpustakaan ini memiliki pelanggan?" Tya tidak paham, selama dia mampir ke perpustakaan Sanatana, Tya tidak pernah melihat satu pun pelanggan yang sedang membaca atau meminjam buku. Tya hanya melihat para karyawan hewan itu selalu sibuk membereskan buku-buku.

Sanatana tersenyum mengejek. "Terkadang semesta itu penuh keajaiban, kamu mungkin sedang tidak boleh mengetahuinya."

Tya semakin bingung, mencerna kalimat Sanatana sama sulitnya dengan mencerna tulisan di buku diary Ira. Sudahlah, Tya tidak mau pusing memikirkannya, tujuan Tya pergi ke perpustakaan ini adalah membantu Sanatana menyelamatkan Ira, bukan mencari tahu hal-hal misterius dari Sanatana dan perpustakaannya.

Sanatana menyadari tingkah Tya yang sedang kebingungan dengan kalimatnya barusan. Memang belum saatnya anak kecil seperti Tya mengetahui rahasianya, bisa-bisa otak remaja laki-laki itu meledak saking tidak bisa mencernanya. "Hebat sekali kamu sudah datang sepagi ini, sepenting itu si Pembawa Badai bagimu sampai rela datang pukul enam pagi?" puji Sanatana, mengalihkan topik pembicaraan.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang