36

15 1 6
                                    

"Awas panas!"

Tya hampir saja berteriak terkejut mendengar suara seorang perempuan yang melengking di sebelah kanannya. Remaja perempuan yang mengenakan seragam sekolah itu menghela napas seperti bersyukur karena Tya tidak jadi menabrak mangkok bakso di tangannya. "Hati-hati, dong!" katanya mengingatkan, lalu kembali berjalan melewati Tya.

Suara ramai siswa-siswi yang sedang beristirahat di kantin membuat Tya sadar kalau latar tempatnya kembali berubah, kali ini dia sedang berada di sebuah kantin sekolah. Begitu tersadar, Tya langsung melihat si mantel hijau sedang berlari ke arah dua orang yang lagi-lagi wajahnya tidak asing di mata Tya. Ira dan Kala tampak sedang duduk berdua berhadapan sambil makan. Si mantel hijau tiba-tiba hilang lagi, dia seperti ikut menghilang bersama debu yang beterbangan.

"Aduh, pergi kemana lagi bocah itu?"

Tya menghampiri meja tempat Ira dan Kala duduk, hendak mencari keberadaan si mantel hijau di sekitar mereka.

"Apa lagi mau si jalang kali ini?" Ira tiba-tiba bersuara, menatap tajam Tya yang baru saja berdiri di sebelahnya. Tya menoleh ke belakang, mungkin saja Ira sedang berbicara dengan seseorang, tapi tidak ada seorangpun di belakangnya.

"Kamu berbicara dengan–"

Tiiiinn!

"Bocah! Kalau mau menyebrang, cepatlah! Kamu menghalangi lalu lintas!"

Seorang laki-laki paruh baya mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil dan berteriak pada Tya. Lagi-lagi latarnya dipindah, sekarang Tya berada di tengah zebra cross sendirian, lampu lalu lintas menandakan merah untuk orang-orang yang menyebrang. Tya buru-buru menyebrang ke sisi jalan yang satunya agar tidak diteriaki lagi oleh orang-orang.

"Astaga, jantungku hampir copot dua kali." Tya mengusap dadanya, berusaha menenangkan diri. Mata Tya melihat si mantel hijau berlarian di depannya, tanpa pikir panjang langsung mengikuti dengan kecepatan lari yang ditambah. Sambil terus meneriaki si mantel hijau agar berhenti, "Ayolah, Dik, aku harus segera menyelesaikan urusan ini."

Si mantel hijau berhenti di depan seseorang di sebuah halte bus, keberadaannya membuat siswi itu terkejut, dia seperti hampir saja menendang si mantel hijau yang tiba-tiba memeluknya.

Tya meringis, si mantel hijau yang terakhir ini begitu sulit ditaklukan. "Aduh, kamu ini, jangan membuatku harus berinteraksi dengan orang-orang dari duniamu! Ayo cepat kesini, aku tidak punya banyak waktu, tahu!" Tya berhenti di halte bus yang sama, berkacak pinggang sambil mengatur napasnya. "Siapa? Kali ini siapa lagi yang harus aku temui? Ira lagi? Bukankah aku sudah bertemu dua Ira tad–"

Tya terdiam, rupanya Tya lagi-lagi bertemu dengan Ira, tapi ada yang aneh daritadi. Seingat Tya, hanya para bocah bermantel hijau dan Robot Biru yang bisa berinteraksi dengannya, kenapa di cabang jalan kelima ini jadi banyak sekali orang-orang yang bisa melihat dan mendengarnya?

Tunggu, mimpi yang terasa terlalu nyata, banyak orang bisa melihat dan berinteraksi dengannya, bahkan sekarang benar-benar ada 'Ira' di depannya?

Wajah bingung Tya tidak kunjung pergi, dia malah nekat ingin membuktikan teori yang baru saja muncul di kepalanya. "Ira?"

Ira di depannya membelalak, suaranya gemetar menjawab, "Anda siapa? Kenapa bisa tahu nama saya?"

Tya menutup mulutnya, merinding, teorinya mungkin saja benar. Mungkin si mantel hijau di cabang kelima memang sedang membawanya menemui Ira di masa lalu, mungkin si mantel hijau memiliki kekuatan time travel. Tiba-tiba mata Tya menjadi panas, terharu, sudah lama dia ingin berinteraksi secara langsung dengan Ira, dia tidak tahu kalau akan begini jadinya.

"Kalau apa yang kupikirkan ini benar, aku ingin mengatakan banyak hal padamu, sungguh!"

Entah apa yang dilakukan Ira terhadap earphone dan ponselnya, Tya sibuk sendiri memikirkan apa yang harus dia katakan kepada 'Ira di masa lalu' yang sangat tidak terduga akan dia temui ini.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang