3

23 6 6
                                    

Hujan benar-benar sudah reda, Tya menghela napas lega karena hari ini tidak perlu repot memakai mantel untuk pulang ke rumah. Sekarang hanya tinggal genangan air dan sepeda motornya yang basah, tak apa, setidaknya hanya pantat Tya yang akan basah, bukan sekujur tubuhnya.

Pukul enam sore, karyawan-karyawan kafe yang baru saja beristirahat selama satu jam, mulai kembali beraktivitas. Sebagian membersihkan meja dan kursi, sebagian lagi mengurus kasir dan dapur mereka, tak terkecuali Mas Bram yang sibuk menata roti-roti di display.

Sebentar lagi jam makan malam tiba, biasanya setelah itu kafe akan ramai oleh pengunjung, apalagi besok libur, sudah pasti kafe ini penuh. Mengingat kebiasaan kafe ini jika besoknya adalah hari libur, Tya jadi ingin segera pulang, Tya tidak mau berada di tempat yang sangat ramai.

"Hei, aku pulang duluan, ya." Tya berpamitan kepada teman-temannya yang sedang sibuk melamun sambil menghisap rokok. Kelima orang yang lain seketika memusatkan perhatian kepada Tya yang sedang memakai jaketnya.

"Ada apa? Komandan tiba-tiba memanggil?" tanya Caca, dia mengambil jus melon milik Tya yang belum dihabiskan, Caca ingin membasahi tenggorokannya sebelum kembali menyanyi dengan partnernya yang selalu membawa gitar, Gara.

Tya menggeleng dulu sebagai jawaban. "Biasa, aku malas berada di tempat yang ramai," katanya sambil menunjuk para karyawan kafe yang masih sibuk berbenah.

Teman-teman Tya hanya berdehem dan mengangguk sebagai jawaban, sudah biasa melihat Tya yang selalu pamit duluan setiap kali berkumpul. Tidak terkejut, pun tidak merasa sakit hati, mereka paham dengan pribadi Tya yang tidak suka keramaian.

Asa menoleh pada Tya yang sekarang sudah berdiri dari kursi, bersiap pergi. "Jangan lupa, kalau tugas matematikamu selesai, kirimkan kepadaku, ya?" Asa memegang lengan Tya, mencoba terlihat memelas agar Tya mau menuruti keinginannya.

"Kerjakan sendiri." Tanpa merasa kasihan, Tya menolak permintaan Asa. Mengalihkan tangan Asa dari lengannya dan membuat kakinya melewati kursi panjang.

Sebenarnya niat Tya baik, agar Asa dapat mengerti isi materinya, jadi saat ujian masuk kuliah nanti Asa tak perlu bingung karena sibuk mencari orang untuk diconteki. Namun, Asa sangat keras kepala dan terlalu ingin segalanya menjadi praktis. Asa berdecih, lagi-lagi ingin merajuk agar Tya mau mengabulkan permintaannya. Tya tidak peduli dengan kelakuan Asa itu, dia hanya melengos dan berjalan santai menuju pintu keluar.

Sesekali, Tya mengangguk kepada karyawan kafe yang berpapasan dengannya. Saat tiba di tempat sepeda motornya terparkir pun, Tya berhenti sebentar untuk menyapa dua orang pegawai yang baru saja mengangkat sampah bersama-sama, tepat dua meter di sebelah motor Tya.

"Mas Hijau, Mbak Merah, pulang dulu, ya." Tak lupa dengan senyuman, Tya berhasil membuat kedua orang itu menoleh untuk membalas sapaan Tya. Keduanya membalas dengan senyuman yang tak kalah sopan, bahkan sempat menghentikan kegiatan mereka membersihkan sampah untuk melihat Tya pergi dengan selamat.

Di perjalanan, Tya lagi-lagi teringat dengan thegreencoat. Tentang alasan mengapa Tya bisa berteman dengannya, bagaimana Tya bertemu dengan gadis itu.

Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, tapi Tya sudah hampir percaya dengan fakta ini. Fakta bahwa thegreencoat seperti bisa meramal kapan hujan akan turun! Sungguh, siapapun yang Tya ceritakan tentang hal ini pasti akan menertawakan Tya atas leluconnya. Meskipun belum ada yang mengetahuinya, sih.

Tya juga pada awalnya tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ketika sedang melihat-melihat kolom komentar di sebuah postingan di media sosial, Tya menemukan satu komentar yang mengirim foto pemandangan laut. Tya menyukai foto itu sampai penasaran ingin tahu apakah akun dengan username thegreencoat itu mengoleksi foto-foto cantik juga di beranda akunnya.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang