Hari kelima, 5 Mei,
"Hari ini aku akan pergi ke kafe lagi, kemarin aku belum sempat mencari lebih jauh karena si Hitam keburu mengusirku pergi."
Tya menidurkan kepalanya di meja kayu perpustakaan, bersebelahan dengan Ira yang sudah tidur terlebih dahulu. Hari ini tekad Tya terkumpul lagi setelah kemarin mengalami kejadian tenggelam karena Sanatana tidak kunjung membantunya. Balas dendam pada si Hitam, katanya.
"Terserah, itu kan perjalananmu, aku tak peduli dengan rencanamu seperti apa, yang penting si Pembawa Badai bisa segera kembali ke asalnya dan kembali memegang kendali atas hujan. Aku sudah punya banyak pekerjaan, tak perlu ditambah dengan mengambil alih tugas anak ini." Sanatana membersihkan kacamatanya dengan kain lap putih, beberapa kali memastikan tidak ada hal yang mengotori kacamatanya sebelum kembali dipasang.
"Kalau aku berada dalam bahaya lagi seperti kemarin, aku ingin kamu menyelamatkan aku. Kemarin aku kewalahan sendiri berusaha kabur dari si Hitam." Tya menutup matanya dengan perasaan sebal atas kejadian kemarin.
Sanatana tidak menjawab, dia fokus menyihir Tya agar segera tertidur dan pergi ke alam bawah sadar Ira.
Beberapa menit lengang, setelah itu suara hujan mulai terdengar. Tya sudah membuka matanya tanpa perlu diberitahu oleh Sanatana bahwa dia sudah sampai di lapangan utama. Hamparan rumput kering dan ilalang kembali terlihat, kali ini siang hari dengan hujan lebat, Tya masih bisa melihat, tapi tanah di bawahnya pasti akan sangat becek dan berlumpur.
Tya jadi penasaran, apakah dia bisa menggunakan kekuatannya mengendalikan awan dan memunculkan matahari di mimpi Ira. Tya ingin melakukannya sekali, menanggapi rasa penasarannya yang tinggi.
"Jangan lakukan itu." Suara Sanatana mencegah Tya menggunakan kekuatannya.
Aneh, kenapa Sanatana bisa tahu apa yang akan Tya lakukan? Padahal dia tidak pernah mengatakan dengan lantang kalau ingin menggunakan kekuatannya mengalihkan awan kelabu itu dan memunculkan matahari.
"Aku tahu apa yang akan kamu lakukan, aku juga pernah melakukannya dulu, memunculkan matahari. Karena aku sudah bosan dengan awan hitam itu setiap kali datang kesini, tapi tidak jadi kulakukan," lanjut Sanatana.
"Kenapa?"
"Karena itulah yang membuatku semakin bisa dideteksi oleh si Hitam dan cepat terusir. Sudah, jangan banyak tanya, cepat jalan." Suara Sanatana hampir tertelan oleh suara hujan, Tya hampir berpikir kalau suara Sanatana benar-benar kalah oleh hujan karena tidak terdengar lagi, rupanya Sanatana sudah selesai berbicara.
Tya mengangkat bahu, lain kali saja dia mencoba untuk menggunakan kekuatannya. Sekarang Tya harus fokus untuk menemukan kepingan memori Ira, sudah terlalu lama rasanya dia hanya berkeliling tanpa menemukan satu petunjuk pun tentang wujud kepingan itu.
Tya berjalan ke kiri, menuju cabang jalan pertama, kafe basecamp tempatnya sering nongkrong bersama teman-teman. Memasuki cabang pertama, dalam sekali melangkah saja Tya sudah sampai di jalan raya depan kafe. Sama seperti dua kali sebelumnya, kali ini keadaannya juga sepi, tanpa orang dan kendaraan satu pun.
Tya melewati area parkiran dengan santai dan memasuki kafe tanpa ragu. Angin dari AC kembali menampar rambutnya, dingin, tapi bukan pertanda dari keberadaan si Hitam. Tya terus melangkah ke tengah ruangan, memeriksa seluruh penjuru lantai pertama, apakah benar-benar masih tidak ada orang?
"Selamat datang, ada yang bisa dibantu, Kak?"
Tubuh Tya bergetar sedikit, terkejut dengan suara perempuan di belakangnya. Hei, wajah gadis itu sangat tidak asing, dia memakai celemek hitam khas pegawai kafe dan name tag bertuliskan 'Biru' di dada sebelah kanan. Eh, tapi kapan dia ada di sana? Tya ingat ketika dia datang tadi tidak ada seorang pun di balik meja kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine with Me
FantasySELESAI Aditya mempunyai sahabat online yang selalu dia tunggu balasan chatnya. Gadis penyuka fotografi yang bisa memprediksi kapan hujan akan datang. Berkat kemampuannya itu, Aditya jadi tahu kapan harus membawa mantel di sepeda motornya dan kapan...