"Wah!" Itu adalah yang pertama kali terucap oleh Tya saat melihat pemandangan gedung tinggi di depannya. Jelas sekali, gedung ini adalah bangunan sekolah, Tya berbalik melihat sekeliling, sepertinya ini adalah sekolah Ira, entah SMP atau SMA.
Tya dapat melihat lapangan basket di hadapannya, dikelilingi jaring hijau yang biasanya digunakan untuk mencegah bola keluar dari lapangan dan melukai orang lain. Tya juga bisa melihat gedung-gedung lain yang sama tinggi dengan di belakangnya, gedung tiga lantai. Sekolah Ira pasti tergolong elit karena isinya sangat mewah.
Tya menimang-nimang sebentar, dia harus pergi kemana? Ada dua arah, ke kiri atau ke kanan. Tya tidak tahu apa yang akan dia temukan jika mengikuti salah satunya, karena ini pertama kali Tya berada di dalam sekolah Ira.
"Sudahlah," gumamnya. Tya tak peduli kakinya berjalan kemana saja, mengelilingi sekolah pun boleh saja, asalkan Tya bisa mendapatkan petunjuk tentang kepingan memori Ira. Lagipula, cabang jalan ini juga sepi, sama sekali tidak ada siswa maupun guru yang berlalu-lalang. Padahal, Tya sempat melihat salah satu jam dinding di depan sebuah gedung yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Seharusnya jika ini bukan hari libur, sekolah ramai oleh siswa-siswi.
Ah, tapi ini kan mimpi, semua hal aneh bisa terjadi. Tya juga sudah melihat cabang jalan lain yang lebih aneh lagi, kalau hanya segini sih, bukan masalah baginya. Tya benar-benar mengelilingi sekolah, sambil melihat kesana-kemari, memeriksa seandainya ada sesuatu yang membuat Tya merasa bahwa itu adalah kepingan memori.
Tap, tap, tap. Suara orang berlari ringan terdengar dari belakangnya, tidak mungkin itu adalah si Hitam, sosok yang seperti tenggelam dalam kolam tinta itu selalu menghadirkan sensasi dingin mencekam saat dia tiba di sekitar Tya.
Tya berbalik, hendak memeriksa siapa yang baru saja berlari melewatinya. Tya ikut masuk ke dalam gedung lantai tiga, dengan sebuah plang bertuliskan 'C' di atas pintu masuknya. Tiba di sebuah koridor, Tya menoleh ke kiri dan kanan, ada sesuatu berwarna hijau yang menaiki tangga di ujung bangunan.
"Kok rasanya tidak asing, ya?"
Tya berjalan menaiki tangga, mengikuti suara langkah kaki milik orang lain itu yang juga menaiki tangga. Tya harus berputar dua kali sebelum akhirnya berada di ujung tangga dan melihat dengan jelas siapa yang dia ikuti.
"Lho, si bocil jas hijau?"
Tya diam sebentar di batas tangga paling atas, barusan dia melihat anak kecil berjas hujan hijau terang masuk ke dalam salah satu kelas. Tya ingat dia pernah berpapasan dua kali dengan bocah itu, di cabang jalan berisi perumahan dan cabang jalan taman bermain. Sekarang Tya juga bertemu bocah itu cabang jalan berisi sekolah, rasa-rasanya ada yang janggal.
Tya melangkah lagi, dia ingin masuk ke kelas yang dimasuki oleh bocah hijau tadi, Tya harus memastikan teori yang baru saja dia buat di kepala. Apakah bocah itu memang ada di setiap cabang jalan? Jika iya, maka bisa jadi bocah hijau itu adalah petunjuk mengenai kepingan memori Ira.
Tya mendorong pintu kelas, tidak terkunci sama sekali. Begitu masuk, mata Tya langsung bertemu dengan tatapan terkejut dari si bocah berjas hijau. Dia sedang duduk di salah satu kursi dekat jendela, dengan buku-buku di meja dan pulpen di tangannya, berlagak seperti sedang belajar.
"Hei, kamu benar-benar ada disini lagi? Pertemuan kita bukan kebetulan, 'kan?"
Tya menutup pintu kelas, melangkah masuk lebih dalam. Si bocah hijau itu diam memperhatikan Tya dengan sedikit ketakutan, tangannya tidak lagi menulis sesuatu di buku, tapi memeluk diri sendiri, seakan mengira Tya adalah orang jahat yang akan menculiknya.
Mengetahui lagak bocah itu yang ketakutan, Tya berhenti mendekat, dia diam di barisan kursi paling depan, memperhatikan wajah si bocah lekat-lekat. Tya jadi ingat dengan username Ira di akunnya yang mirip dengan penampilan bocah ini, thegreencoat, si mantel hijau, ditambah dengan display name-nya, katak hijau, sama dengan bentuk dua mata di bagian kepala jas bocah itu, mirip dengan katak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine with Me
FantasySELESAI Aditya mempunyai sahabat online yang selalu dia tunggu balasan chatnya. Gadis penyuka fotografi yang bisa memprediksi kapan hujan akan datang. Berkat kemampuannya itu, Aditya jadi tahu kapan harus membawa mantel di sepeda motornya dan kapan...