7

11 4 2
                                    

Di perjalanan pulang dari sekolah, hujan tiba-tiba turun dengan deras, Tya menepikan sepeda motornya untuk meneduh di sebuah minimarket. Tya bingung dengan hujan ini, apakah Tya melewatkan pembaruan jadwal hujan dari thegreencoat? Tya tidak tahu kalau hari ini akan datang hujan.

Tya berhasil mendapatkan tempat untuk berteduh, dia menepuk-nepuk baju batik yang basah, kemudian mengganti posisi tasnya ke depan untuk mengambil ponsel. Tya harus memeriksa postingan milik thegreencoat hari ini.

Kosong! Tidak ada pembaruan postingan dari thegreencoat sejak hampir seminggu yang lalu. Berkali-kali Tya memeriksa koneksi internetnya dan me-refresh beranda akun thegreencoat, benar-benar tidak ada postingan baru.

Tya jadi penasaran, apakah thegreencoat bisa melewatkan ramalan cuaca begini? Padahal selama mereka berteman, tidak pernah tuh Tya mendapati thegreencoat melewatkan jadwal hujan setiap harinya.

Tya menghela napas, sudahlah, mungkin memang gadis itu sedang sibuk-sibuknya sampai melewatkan ramalan hujan kali ini. Tya tak ambil pusing, setelah memeriksa pesan terbarunya yang ternyata masih belum dibaca, Tya kembali menghela napas, lalu menyimpan ponselnya di tas dan berlari melawan hujan untuk mengambil mantelnya.

Tya harus tetap ke rumah neneknya, Mama pasti sudah menunggu lama di sana.

.

.

7 April,

Tya merasa semakin lemas beberapa hari ini, padahal yang dia lakukan hanya pergi ke sekolah, bermain dengan teman-temannya, dan melamun. Lebih banyak melamun sih, apalagi kegiatan sekolahnya sudah selesai, sekarang Tya masih tetap masuk sekolah untuk absen saja, beberapa jam kemudian pulang ke rumah pun tak masalah.

Namun, jika pulang ke rumah, Tya juga tidak tahu harus melakukan apa. Ayah bekerja, Mama sering pergi ke rumah Nenek yang sedang sakit, Tya sendirian di rumahnya. Mau terus berbincang dengan thegreencoat pun tidak bisa, pasti gadis itu sibuk sekolah.

Tya menatap ponselnya yang baru saja mati, bahkan media sosial juga tidak bisa membunuh kebosanan ini. Tya menghela napas untuk ketiga kalinya, kemudian memutuskan untuk menyimpan ponsel dan menidurkan kepala di atas meja.

"Astaga, Tya. Mau sampai kapan kamu lemas seperti jeli begitu?" Asa yang selalu penuh semangat saat jam kosong dan hari libur begini, datang dari kantin dan langsung duduk di sebelah Tya. "Sudahlah, cari pacar baru sana," katanya tanpa pikir panjang.

Tya yang bisa melihat Asa sedang memeluk banyak jajanan itu pun mengerutkan dahi, tersinggung dengan omongan Asa. "Pacar baru? Memangnya sekarang aku punya pacar?"

"Wah, anak ini. Lalu gadis yang kamu tunggu balasannya setiap hari itu apa? Kamu bahkan sampai bertingkah seperti tubuh tanpa jiwa karena terlalu lelah memikirkan kenapa dia tidak menjawab pesanmu." Asa memberikan argumen panjang kepada Tya yang menatapnya sinis.

"Sa, dia bukan pacarku. Harus berapa kali aku bilang, sih?" Tya menyangkal, meskipun dia sendiri paham kalau tingkahnya seperti seorang lelaki yang galau karena ayang.

Asa mengibas tangannya. "Sudahlah, terserah kamu saja. Aku juga capek berusaha menyadarkanmu. Nih, aku belikan wafer kesukaanmu." Asa memberikan dua bungkus wafer coklat dan menaruhnya di depan wajah Tya.

Tya tetap menerima pemberian Asa, itu adalah sesuatu yang tidak bisa Tya tolak meski merajuk separah apapun. Asa sudah paham dengan kelakuan Tya itu karena berteman lama.

Beberapa menit Tya dan Asa saling diam, fokus dengan makanan mereka. Asa juga sibuk menonton sesuatu di ponselnya. Sementara Tya melamun menatap langit di luar jendela kelas.

Tiba-tiba ponsel Tya mendapatkan notifikasi, Tya tidak tertarik langsung melihatnya karena itu adalah notifikasi biasa, bukan khusus seperti yang dia terapkan pada percakapan dengan thegreencoat. Tya menyelesaikan bungkus pertama wafernya sebelum memeriksa ponsel, plastik pembungkusnya dilipat-lipat dan tangannya dibersihkan dengan cara digosok-gosok.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang