16

7 2 11
                                    

22 April,

Tya kembali menghela napas, semalam dia terlalu asik membaca setengah buku diary Ira sampai lupa harus mencatat petunjuk-petunjuk yang ada. Pagi tadi, Tya kembali membacanya dari halaman pertama dan pada pukul tujuh malam ini, Tya sudah hampir menyelesaikan buku kedua.

"Kenapa ada kucing aneh ini dan siapa pelaku yang memukuli temannya? Ah, Ira, kamu menulis hal-hal yang membingungkan." Tya menaruh penanya, ingin istirahat sebentar dari membaca diary Ira yang penuh kata-kata membingungkan.

Tya sudah gemas sendiri daritadi, orang-orang yang disebut oleh Ira di diary-nya tidak memiliki nama, Ira seperti sengaja tidak membongkar identitas mereka selain cerita dari perspektifnya. Kalau Ira menulis nama orang-orang itu, maka dia tidak akan pusing begini mencoba menerka-nerka. Dan, tentu saja pencarian Ira akan lebih mudah.

Bahkan Tya sempat membuat tabel di buku catatannya, menaruh semua ciri-ciri orang yang ada di diary Ira dan mencoba membuat kesimpulan. Sudah ada tiga orang yang berhasil diidentifikasi, seekor kucing yang nampaknya bisa berbicara, penjaga perpustakaan, dan pelaku yang memukuli teman SD Ira.

Namun, Tya menyerah di tengah jalan. Terlalu sulit untuk membuat data orang-orang yang ada di diary Ira sebelum membaca semuanya. Jadi, Tya memutuskan untuk membaca dan mengumpulkan petunjuk dulu sebelum membuat kesimpulan.

Tya kembali meraih penanya, siap membaca lanjutan dari diary Ira.

.

.

"Jelaga, 18 Juli.

Hari pertamaku bersekolah di SMA Tirta! Aku berhasil mencapai keinginanku untuk diterima di sekolah yang dekat dengan rumah Bibi, hanya perlu naik bus dan melewati dua halte saja aku sudah sampai.

MOS yang diadakan hari ini seru sekali, tapi hanya sampai aku bertemu dengan anak itu. Si biang kerok yang dulu pernah memukuli teman SD-ku.

Dia membisikkan ancaman kepadaku, "Diamlah dan jangan ganggu aku selama bersekolah disini, maka aku tidak akan mengganggu kehidupanmu."

Aku juga tidak akan mengganggunya, tapi dia pede sekali kalau aku akan mencampuri urusannya? Yang perlu dia lakukan hanyalah tidak muncul di depan mataku dengan kenakalannya, memangnya itu sulit, ya? Bukankah sekolah ini luas, atau dia pikir sekolah ini milik ayahnya?

Dasar aneh.

Waktu itu, temanku juga ada di sampingku. Dia bergetar, sebagai orang yang pernah menjadi korban darinya, temanku memegang lenganku erat, dia tidak mau berinteraksi dengan pelaku yang pernah memukulinya saat kecil dulu.

Tidak apa-apa, jika dia mengganggumu lagi, aku juga akan membantumu lagi."

.

.

"Jelaga, 20 Oktober.

Musim hujan kembali datang, aku sibuk lagi membuat jadwal hujan di akunku setelah bangun tidur.

Sepertinya aku melakukan sedikit kesalahan ... aku mengunggah salah satu foto hasil jepretanku di sebuah komentar. Seseorang melihatnya dan mengatakan jatuh cinta dengan foto pantai dari perpustakaan itu.

Dia mengirimiku permintaan pertemanan, sampai sekarang aku masih belum menerimanya, aku masih merasa menyesal karena akunku tersetel publik, jadi orang itu pasti sudah mengetahui semua postinganku tentang jadwal hujan.

Mau mengubah privasinya pun sudah terlanjur, aku tidak bisa kabur. Pilihannya hanyalah menerima pertemanan orang itu dan sedikit berbincang dengannya, mungkin juga mengiriminya foto-foto hasil jepretanku agar dia tidak membicarakan tentang jadwal hujan yang kubuat di beranda.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang