14

11 2 12
                                    

Sepanjang perjalanan, Tya masih merasa canggung berada di dekat Kala, meskipun ada Asa yang menemaninya, tapi Tya tetap tidak bisa bersikap biasa saja. Kala dan Asa rupanya memang sering bertengkar, setiap kali bertemu dengan mereka berdua, Tya selalu menjadi pihak tengah yang hanya celingak-celinguk kebingungan.

Kala selalu menggoda Asa, sering menjadi provokator agar Asa menjadi kesal padanya, sementara Asa selalu terpancing, dia selalu menjadi pihak yang tertindas. Kasihan Asa, tapi Tya tidak mau menolong, baginya, melihat Asa kalah menghadapi sepupu perempuannya adalah hiburan gratis.

Kala tiba-tiba berbalik menghadap Tya yang berdiri di belakang. "Kita sudah sampai, Tya."

Tya melihat arah telunjuk Kala, sebuah rumah sederhana yang nyaman, dengan dinding bercat hijau telur asin dan pohon jambu yang masih kecil di pekarangannya. Jadi ini rumah Ira, Tya menyiapkan jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat, mengatur napasnya, dan mencoba menenangkan diri agar tidak pingsan.

Tanpa permisi, Kala membuka pintu gerbang warna hitam rumah Ira, memasuki halaman sambil meneriakkan nama Ira. "Ira, kamu di rumah? Aku bawa seor–eh dua orang tamu untukmu."

"Hei, aku tidak ikut-ikutan, hanya dia yang mencari Ira." Asa mendekat pada Kala, memprotes kalimatnya tadi dan memaksa Kala merevisi omongannya.

Kala berusaha menyingkirkan tangan Asa yang mengganggunya. "Duh, sudahlah. Ira, ada tiga orang tamu yang–"

Pintu berwarna coklat itu terbuka, Tya sempat terkejut karena orang di dalamnya tidak menjawab terlebih dahulu, tapi langsung membukakan pintu begitu saja. Tya sudah kembali gugup, mengira orang yang membuka pintu itu adalah salah satu pegawai kafe basecamp yang ternyata adalah teman online-nya, Ira.

Namun, yang muncul adalah laki-laki tinggi dengan rambut yang acak-acakan dan muka bantal. Tya berusaha menerka-nerka, apakah laki-laki di depan mereka ini adalah adik Ira yang pernah diceritakan itu?

"El, kakakmu mana?" tanya Kala, Asa dan Tya hanya bisa diam di belakangnya, memperhatikan dengan cermat. Orang yang dipanggil El itu menggaruk kepala, masih memproses pertanyaan Kala. Sepertinya dia belum bangun sepenuhnya.

"Kakak? Oh, Ira. Sedang bekerja mungkin, aku tidak melihatnya sejak pagi tadi. Masuklah, Kak, duduk dulu." Laki-laki itu membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan ketiga tamu masuk. "Siapa dua orang yang memakai seragam pramuka ini?"

Kala sudah duduk manis di salah satu sofa coklat, menoleh pada adik Ira yang kebingungan. "Mereka yang ingin bertemu dengan Ira. Jadi, kita tidak bisa bertemu Ira sekarang?"

Tya kembali merasa kecewa, benar apa yang Asa katakan, mencari Ira itu sangat susah seperti mencari dragon ball. Sudah berapa hari Tya mencarinya, tapi Ira seperti memiliki kekuatan teleportasi, Tya tidak bisa menangkapnya.

"Entahlah, kupikir pekerjaan Ira yang sekarang tidak terlalu mengekang, dia bisa pulang siang-siang kalau ingin. Sebentar, aku akan menghubunginya." Adik Ira pergi meninggalkan tiga tamunya untuk menghubungi Ira.

Asa duduk di sebelah Kala, lalu Tya duduk di sofa single. Di dalam hati, Tya berharap kalau siang ini Ira bisa pulang dulu dari tempatnya bekerja dan menemui Tya yang sudah berhari-hari mencarinya ini.

"Itu adiknya? Tampan sekali, aku sempat berpikir itu adalah pacar Ira, lho." Asa berbisik pada Kala yang sedang membuka toples jajan di meja.

Kala mengangguk-angguk. "Iya, itu adik Ira. Namanya Elio, dia dua tahun lebih muda dari Ira, tepat satu tahun di bawah kalian."

Asa manggut-manggut, kalau Elio lebih muda dua tahun dari kakaknya, kemudian Tya lebih muda setahun dari Ira, berarti Elio seumuran dengannya. Mungkin Asa dan Elio hanya terpaut beberapa bulan saja, mengingat Asa yang sebenarnya terlalu cepat masuk sekolah.

Sunshine with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang