Prolog

16.4K 1.5K 50
                                    

Bukk... 

Jarum jam tepat menunjuk angka dua belas dini hari. Mazaya membanting novel barunya yang ia beli dari toko buku. Alasan mengapa ia membeli novel My True Love karena buku itu terpampang menghiasi rak best sellers pada toko buku tersebut.

Mazaya pikir buku yang berada di rak impian para penulis pasti digemari pembaca novel dan sudah jelas isinya pun pasti tidak mengecewakan. Makanya gadis itu berekspektasi tinggi ketika membawa pulang novel My True Love. 

Awalnya memang sesuai harapan Mazaya, tapi menuju ending kenapa rasanya tokoh kesayangannya diperlakukan seperti habis manis sepah dibuang. Coba kita berpikir realistis, udah dapet cowok sabar, perhatian, setia, manis, pinter—kok masih bisa ganti haluan ke cowok lain? Beri Mazaya penjelasan kelebihan cowok pengganti sosok Sagara itu.

Novel dengan tebal dua ratus tujuh puluh lima, hanya menjelaskan satu bab tentang cowok yang menyingkirkan Sagara dalam kurung waktu dua bulan dari hati Gista—Pemeran utama wanita.

Waktu dua tahun dibabat habis-habisan dengan orang baru yang mungkin baru saja berjuang selama dua bulan. Cowok mana yang tidak tersakiti, orang sudah memantapkan hati untuk satu wanita—Eh malah wanitanya berbelok. Ingat cowok juga punya hati. 

"Pemeran utama terbodoh yang pernah gue baca, ya cuma Gista! Bisa-bisanya nih cewek dikasih berlian malah ambil perak, kan bodoh! Gue kalau diposisi Gista dijamin nggak bakalan mandang cowok sana sini. Ya ampun... Sagara kenapa lo tipe gue banget sih? Andai aja ada Sagara versi dunia nyata, pasti udah gue gebet menit pertama pertemuan kita," cibir Mazaya sambil berangan-angan.

Novel yang tadi ia lempar tergeletak di atas kramik kamarnya tanpa ada niat memungut. Merebahkan tubuhnya, Mazaya masih menangis tersedu-sedu selesai membaca akhir dari cerita My True Love. 

Sebenarnya sang penulis enggak salah memberikan judul itu, dan si penulis juga nggak salah mengakhiri ceritanya sedemikian rupa. Tapi masalahnya ada di Mazaya, perempuan itu terlanjur baper. Bahayanya lagi kalau gadis itu udah baper dia bakal kepikiran terus, bahkan sampe bikin skenario sendiri lanjutan dari cerita itu.

"Jujur gue masih merasa Gista deserve sama Sagara. Because mereka sama-sama baik terus juga saling melengkapi, cuma namanya wanita pasti gampang goyah. Mungkin Ankara pakek jurus tsundere—Jurus kelemahan cucu hawa," monolog Mazaya, air matanya kini tak lagi mengalir.

Menatap langit-langit kamar, mata gadis itu sayup-sayup tertutup. Kantuk datang melanda matanya. Setiap kali Mazaya selesai nangis matanya sembab, lalu ia mulai mengantuk. 

▪︎▪︎▪︎

Mengerjap-erjapkan matanya beberapa kali. Indra penglihatan Mazaya menyesuaikan cahaya matahari yang langsung menusuk matanya. 

"Mazaya... bangun lo kebo! udah pagi noh. Lo sekolah kan, jangan gara-gara shooting sampe malem lo buat alesan, ya!" oceh perempuan itu sambil membuka tirai jendela kamar. 

"Apa sih mah? orang besok hari minggu," jawab Mazaya belum sadar sepenuhnya, tangannya mengucek-ucek bola matanya.

Deg. 

"Lo siapa?!"kaget Mazaya melihat perempuan muda asing dihadapannya. 

Perempuan itu mengernyit heran kemudian menggelengkan kepalanya. "Zay, masih pagi loh. Bakat akting lo nggak usah dipakek dulu ya," ucapnya. 

Bakat akting apa sih? orang dirinya ini memang sedang terkejut. Mengedarkan netranya dari pojok kiri sampai pojok kanan. Mazaya tambah terkejut mengehetahui fakta tatanan kamar dan luas kamar ini bukan seperti kamarnya. 

"Ini di mana?"tanya Mazaya lagi. 

Helaan napas pasrah wanita itu keluarkan. Adiknya ini sering sekali membuat drama dengannya. Sampai ia muak dan hafal kelakuan jahil Mazaya.

Memutar bola matanya malas. Karin—nama perempuan itu menarik selimut Mazaya. 

"Udah deh, gak usah banyak drama. Mending lo buru-buru mandi. Liat jam noh, udah jam setengah tujuh. Lo mau telat?" 

"Tapi---"bentuk penolakkan verba Mazaya terputus, sebab Karin menggeret tangan Mazaya masuk ke kamar mandi. Terpaksa gadis itu mengikuti perintah orang asing yang baru saja ia temui.

Melakukan ritual mandi secepat angin puting beliung. Mazaya menggunakan seragam yang sudah disiapkan lalu keluar kamar. 

Dilihatnya Karin sedang menata makanan di meja makan yang tidak jauh dari kamarnya. Bisa Mazaya tebak tempat ini ialah apartemen.

"Mulai hari ini lo di antar jemput Ankara," ujar Karin tangannya masih menata piring. 

Ehh? Ankara? Namanya terdengar akrab. 

"Ankara Iskander maksudnya?" spontan Mazaya mengeluarkan kalimat yang muncul dari otaknya.

"Heem... siapa lagi kalau bukan dia."

Haa? Kok mirip tokoh pelakor versi cowoknya di novel My True Love?

Jangan-jangan?

Mazaya menggelengkan kepala membuang pikiran omong kosong yang baru saja ia pikirkan. Hal mustahil seperti itu tidak mungkin menimpa dirinya. Mazaya akui memang gadis itu terlalu memikirkan cerita tersebut. Tapi nggak mungkin kan segila itu sampe masuk ke dalam dunia fiksi. Mazaya yakin ini cuma mimpi. 

Gadis itu memilih mengikuti arus. Ia mengahabiskan sarapannya, setelah itu turun ke parkiran menghampiri mobil putih yang katanya deket pintu keluar. 

Tok..Tok.. Tok...

Mengetuk jendela mobil putih dekat pintu keluar. Memastikan mobil itu benar mobil yang dimaksud atau bukan. Dibukakannya setengah kaca jendela itu. Ia bisa melihat seorang laki-laki dengan kaca mata hitam yang menggantung di hidung runcingnya. 

"Masuk," katanya dari dalam mobil. 

Tidak ada satu topik pun yang mereka berdua bahas. Yang ada hanya keheningan. Sepanjang jalan teguran sapa sebatas kata "Hai." atau "Selamat Pagi."  tidak keluar dari mulut keduanya. Satunya fokus menyetir, satunya lagi menikmati pemandangan jalan lewat kaca jendela. 

Mobil putih itu berhenti di depan gerbang Sekolah Menengah Atas Harapan Bangsa. Sebelum keluar laki-laki itu sempat berpesan, "Tunggu, biar gue yang bukain pintu lo."

Gadis itu sebenarnya bertanya-tanya, kenapa ia harus menunggu dibukakan pintu baru bisa keluar. Di kira tangannya tidak berfungsi dengan baik apa? Mana banyak anak yang berlalu-lalang kan malu. 

Laki-laki itu keluar, membukakan pintu Mazaya. Kunci mobil laki-laki itu berikan pada satpam yang memang menunggu mereka. "Pak, tolong parkirin ya. Kayak biasa, itu kuncinya," pinta laki-laki itu pada satpam sekolah, dibalas jempol satu sang satpam. 

Laki-laki itu menyerahkan tangannya mengkode Mazaya bergandengan tangan. Mazaya tau arti sodoran tangan laki-laki itu, tapi ia tidak membalasnya. Justru Mazaya berjalan meninggalkan laki-laki itu. Namun, pergelangan tangan gadis itu dicekal sehingga tidak bisa melanjutkan langkah kakinya. 

"Gandeng tangan gue, keluarin senyum manis lo," bisiknya. 

"Buat apa?" kerutan dahi menghiasi iras Mazaya. 

Sayangnya laki-laki itu tidak membalas pertanyaannya. Mengandeng tangan mungilnya masuk kawasan sekolah. Bisik-bisik tetangga mulai menggema. Tak lupa jeritan histeris menambah suasana ricuh di sekitar. 

Ia mencoba melepaskan gengaman tangan cowok itu. Gagal, jelas tenaga Ankara jauh lebih besar dari pada tenaganya. 

"Jangan berulah, kalau lo mau series kita booming," peringatnya sedikit mengancam.

▪︎▪︎▪︎

Hai.

Selamat membaca 😄













Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang