VAAV Bab 7

7.6K 988 38
                                        

Haa? Apa maksud kalimat yang dikeluarkan laki-laki di depannya ini?

Berpindah tempat, laki-laki itu sekarang duduk tepat di hadapannya, mengisi kuris yang awalnya tidak berpenghuni. Bola mata coklat laki-laki itu ia langsungkan menatap lekat lurus kearah mata Mazaya. Sebagai seorang gadis ketika sedang bertatapan dengan lawan jenis apalagi lawan jenisnya itu memiliki iras menawan jantung auto berdisko. Tak memandang laki-laki itu dicintainya atau tidak. 

Tapi anehnya, hati miliknya serasa ditusuk pisau, rasanya sesak. Gadis itu tidak tau penyebab rasa sakit itu. Air matanya mendadak ingin meledak, keluar dari habitat. Sebisa mungkin gadis itu menahan air mata yang bisa saja mengalir saat ini juga. 

Berdiri dari kursinya, ia melangkah pergi meninggalkan cafe. Bukan, itu bukan kehendak gadis itu, tubuhnya bergerak sendiri. Ia bahkan tidak bisa mengontrol tubuhnya. Bagaikan robot yang sedang dikendalikan seseorang— mungin itulah istilah yang cocok untuk menggambarkan dirinya sekarang. Sampai akhirnya Mazaya keluar dari cafe, tangan gadis itu masih bergerak tanpa izinnya, mengobrak-abrik tas sekolahnya, mencari ponselnya. 

Ini kenapa sih? kok tiba-tiba tangan gue gerak sendiri? Jangan bilang gara-gara insiden di ruang siaran kemarin? Hmm... Tapi  kalau dipikir lagi nggak mungkin juga, paling logis ya bisa aja karena gue masuk ke novel, dan ini  salah satu efek yang timbul karena gue bukan pemilik tubuh yang asli, Mazaya membatin.

Ironisnya ponsel miliknya mati, padahal Mazaya sudah mengancang-acang agar ponselnya masih bermanfaat meskipun di detik-detik sekarat. Lalu sekarang bagaimana?

Sudah tubuh bergerak sendiri tanpa kemauannya, sekarang baterai ponselnya pun enol persen, terus caranya ia pulang bagaiamana? Pesan taksi sesuai amanat Karin? ya jelas nggak bisa. Menunggu ojek juga nggak mungkin dapet. Selain itu ia juga tidak melihat pemberhentian bus.

Astaga... mengapa harus hari ini apesnya, kenapa tidak lima puluh tahun kedepan saja.

"Zay, mau sampe kapan kita pura-pura nggak kenal? udah dua tahun, Zay. Dan mau sampai kapan lo berusaha menghindar dari gue?"

"Dua tahun menurut gue waktu yang cukup buat kita melupakan masa lalu, dan memulai menulis kembali masa depan, meskipun bersama orang dari masa lalu," lanjut laki-laki itu ternyata mengikutinya keluar cafe. 

Tubuh Mazaya tetap diam mematung. Mulutnya juga ikut terkunci rapat. Sekuat tenaga gadis itu berusaha terbebas, tetap nihil yang ia dapatkan. Tidak ada perubahan yang terjadi.

"Gue akui, tahun itu gue bener-bener kekanak-kanakan. Gue nggak tau taruhan konyol gue sama Sagara bisa berubah menjadi sesuatu yang amat sangat gue sesali di masa depan. Seharusnya dulu gue ikutin kata Sagara, seharusnya gue nggak mempermainkan cinta lo, seharusnya gue mencintai lo di saat lo juga masih mencintai gue, seharusnya gue nggak mencintai lo ketika lo berpikir melepaskan gue," lirih laki-laki itu.

Mazaya menatap laki-laki itu sendu, ia bisa merasakan beribu-ribu penyesalan dalam diri laki-laki itu. Tidak hanya matanya yang memperlihatkan penyesalan, bibir dan tubuhnya—semua mengatakan hal yang sama—Penyesalan.

"Gue udah maafin lo, Ka. Gue juga nggak pernah menghindari lo. Gue cuma memberi lo ruang untuk menerima dan bertemu orang baru yang mungkin aja bisa menggantikan posisi gue. Seperti perkataan lo barusan, gue nggak pingin lo terbayang-bayang akan kesalahan lo ke gue, maka dari itu gue memutuskan untuk sebisa mungkin menghilang dari pandangan lo."

Perkataan spontanitas Mazaya bukan bersumber dari Mazaya pemeran utama cerita kita, tapi itu merupakan kalimat perwakilan dari pemilik tubuh asli. 

Gadis itu masih ada. Mazaya asli tidak pernah kemana-mana, gadis itu selalu bersama Mazaya kita. Ia tinggal di dalam otak Mazaya kita. Mungkin kedepannya kehidupan Mazaya tidak sepenuhnya berada di tangannya, ada orang lain yang andil mengendalikan sikap serta perkataannya. 

"Itu menurut lo, Zay, bukan gue. Justru kalau lo tetap menyembunyikan diri, rasa bersalah gue semakin besar. Selain itu gue butuh penjelasan lo yang tiba-tiba mengakhiri hubungan kita tanpa keterangan," ucap laki-laki itu, membuat Mazaya semakin menegang.

Uang? Gak salah liat? gue baru aja dapet ingatan tentang uang?, Meskipun masih dalam keadaan berdiri tegap, gadis itu baru saja mendapatkan sekelibat ingatan tentang uang merah yang seseorang serahkan padanya.

▪︎▪︎▪︎

Belum sempat Mazaya membalas ucapan laki-laki itu, hujan tiba-tiba caper menunjukkan diri. Laki-laki itu menarik pergelangan tangan Mazaya berlindung di dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri. Bersama laki-laki itu, Mazaya duduk di sampingnya, di dalam mobil itu.

"Sekalian gue anter pulang, ya? gue rasa hujannya bakal awet," tawarnya pada Mazaya.

Kepala Mazaya mengangguk dua kali, laki-laki itu mengartikan bahwa perempuan di sampingnya ini menyetujui tawarannya. Padahal kebenaran mengatakan bukan Mazaya lah yang mengiyakan tawaran itu, namun ada dalang dibaliknya.

Atmosfer canggung menggelilingi dua orang yang terikat masa lalu yang sama, namun tidak merasa kenal satu sama lain. Laki-laki itu pun berinisiatif membesarkan volume radio guna menetralkan kecanggungan. 

"Wih, ada yang request guys. Katanya, Kak daerah rumah ku lagi hujan, nih. Hujan-hujan begini enaknya dengerin lagu Kenangan Indahnya Raksa, tolong setelin dong. Lagi candu sama lagunya, Makasih kak. Kata Amira00. Oke, deh. Kebetulan di sini juga lagi hujan, cus langsung aja kita dengerin sama-sama, Kenangan indah by Raksa."

Lantunan tuts piano sebagai intro mulai mengiringi perjalanan mereka ditengah hujan deras yang membasahi kota itu. Kemacetan yang awalnya dikhawatirkan kini tidak lagi, Mazaya tak lagi khawatir terjebak macet bersama laki-laki yang ia tahu namanya—Ka? Selagi ada lagu Kenangan Indah ia akan melupakan sejenak kekhawatirannya itu. 

Tanpa sadar gadis itu menyanyikan lagu Kenangan Indah sampai habis. Sepertinya ia benar-benar terhanyut dalam dunianya sendiri, mengakibatkan ia tidak sadar jika disekitarnya masih ada orang lain. Menengok ke arah laki-laki itu, Mazaya melihat laki-laki itu tersenyum padanya. Kini mimik wajah gadis itu tak lagi menghayati seperti sediakala, seketika berubah datar. 

"Lo ngetawain suara sumbang gue ya?" tuduh Mazaya menyipitkan matanya, curiga. 

"Hah? lo salah paham. Gue sama sekali nggak menertawakan lo, suara lo bagus kok," ucap laki-laki itu memuji diakhir. 

Mazaya mengabaikan pujian itu, ia menganggap itu bukan pujian, namun kebohongan yang sengaja diucapkan untuk menyembunyikan kebenaran. 

"Terus kenapa lo ketawa?" tanya Mazaya lagi, masih menyudutkan laki-laki itu.

Mata coklat yang awalnya fokus melihat jalanan dari kaca transparan persegi panjang itu beralih menatap iras cantik milik Mazaya. Laki-laki itu sempat mengeluarkan senyumnya sebelum menjawab,

"Gue seneng aja, lo menyukai lagu ciptaan gue yang gue dedikasikan buat lo. Iya, gue buat lagu itu sambil mengingat lo dan kenangan indah kita bersama. Lo bukan sekedar orang yang gue cinta, Zay. Lo inspirasi gue, motivasi gue, serta hidup gue, Zay. Nggak pernah bosan-bosannya gue mengucapkan terimakasih karena telah singgah mewarnai hidup gue yang suram ini, Mazaya."

▪︎▪︎▪︎

Jika ada kesalahan keenulisan mohon bantuannya ya.

Makasih udah mau baca cerita ini sampai di sini. Awalnya aku ragu publish cerita ini. Sempet mikir juga mau unpub kalau gak ada satu orang pun yang baca dan vote cerita ini.

Meskipun nggak seberapa tapi dukungan kalian berharga banget.

Makasih udah baca cerita nggak jelas ini 💖




Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang