"Terimakasih atas kerjasamanya. Saya senang sekali bisa bekerjasama bersama dua artis dan aktor generasi muda berbakat seperti kalian. Saya amat sangat menantikan kerjasama kita di masa depan nanti," ucap reporter itu hangat.
"Kami juga tidak sabar menantikannya," balas Ankara tak kalah hangat didukung anggukkan kepala kecil serta senyum tipis Mazaya.
Sepenghilangannya punggung reporter tadi dan seluruh timnya, Ankara menatap tajam Mazaya yang hendak meninggalkan laki-laki itu seorang diri.
"Mau kemana lo?"
Gadis itu membalikkan badannya, masih sudi menimpali Ankara. "Kelas lah, terus kemana lagi?"
"Motif lo ngomong tipe ideal gue yang suaranya sopan tuh, karangan dari mana?"
Mazaya membalas sengit tatapan tajam Ankara. Entah mengapa melihat iras laki-laki itu bawaannya kesulut emosi terus. Ditambah cashback yang laki-laki itu berikan mendukung alasan tak masuk akalnya membenci laki-laki itu.
"Jadi menurut lo, omongan gue tentang tipe ideal lo salah? Perasaan, omongan gue bener kok, sesuai fakta. Bahkan udah rahasia umum di sekolah kalau lo suka sama Gista." Mazaya menaikkan bahunya.
Ankara mendekatkan dirinya, mengecilkan jarak keduanya. Senyum miringnya tercetak jelas di bibirnya. Sekarang laki-laki itu tau dibalik ucapan perempuan itu ada makna yang terkandung.
"Lo cemburu?" Ankara bertanya.
Mundur satu langkah menghindar. Gadis itu merasa tak nyaman. Ia juga tak habis pikir dengan lontaran yang tiba-tiba laki-laki itu berikan. Sungguh di luar dugaan. Kamus mana yang menyatakan dirinya cemburu.
"Karena lo nggak termasuk kriteria tipe ideal gue?" sambungnya mampu membuat Mazaya tercenga.
Prokk... Prokk.. Prokk...
Tepukan tangan gadis itu berikan sebagai apresiasi untuk laki-laki itu karena telah menggunakan imajinasi luar biasanya hingga membuatnya kehilangan kata-kata. Ankara menaikkan alisnya, menanyakan maksud tepuk tangan yang dibuat Mazaya.
"Itu hadiah buat lo. Tingkat kepedean lo perlu dihargai." Mayaza masih bertepuk tangan.
"Gue nggak tau waktu pembagian kepercayaan diri lo dateng paling awal atau enggak, tapi dilihat dari kelakuan lo, kayaknya lo emang datang lebih awal waktu itu. Pantesan aja tingkat kepedean lo melebihi Gunung Everest," tukas Mazaya menggelengkan kepala sambil berdecak mengejek kemudian meninggalkan tempat itu.
Bola mata laki-laki itu tak berhenti memusatkan fokusnya pada kepergian gadis itu. Senyum miringnya lagi-lagi menambah ketampanannya.
"Interesting, very interesting."
▪︎▪︎▪︎
Balkon sekolah—tempat di mana Mazaya mendaratkan bokongnya beristirahat. Matanya terpejam, namun otaknya masih bekerja, menyusun rencana bagaimana caranya ia bisa menjaga keutuhan hubungan pemeran utama wanita dan pemeran utama pria dari godaan si penjahat—Ankara Iskander.
Belum menemukan jalan keluar, gadis itu menghela napasnya panjang. Terdengar suara bel setelahnya, bukan bel menandakan waktu istirahat telah usai, namun bel yang menandakan saatnya siaran radio sekolah di mulai.
"Pagi semua! Gimana kabar kalian setelah menghabiskan weekend bareng temen-temen, keluarga atau sekedar rebahan di rumah? Aku harap hari pertama sekolah di minggu ini, menyenangkan ya. Aku Gista Aulia, Sebelas IPA 2 dari ekstrakulikuler radio sekolah akan menemani kalian dalam setengah jam kedepan, Yey!" ucapan itu berasal dari speaker di dekatnya.
Mazaya melirik jam tangannya sekilas. Jarum panjang jam tangannya berhenti di depan angka enam dan jarum pendek di antara angka sembilan dan sepuluh.
"Udah setengah sepuluh, tapi kok belum kedengeran bel masuk?"
"Istirahat pertama waktunya satu jam, setengah jam buat makan, setengah jamnya lagi buat dengerin siaran radio sekolah, seperti yang lagi lo denger sekarang," timpal seorang laki-laki. Suara itu bersumber dari belakang tubuhnya. Ia pun menengok ke belakang, dilihatnya laki-laki itu sedang melepas earphonenya.
"Oh iya, gue lupa." Mazaya beneran lupa. Sebenarnya di novel sudah diceritakan tentang siaran radio sekolah yang dilaksanakan setiap hari senin-jumat pada jam setengah sepuluh sampai jam sepuluh pagi. Mungkin karena ia banyak pikiran jadi melupakan hal kecil.
Siaran radio sekolah hampir selesai. Sepanjang waktu gadis dibalik speaker itu mengomel membalas pesan siswa siswi Harapan Bangsa yang diberikan untuknya, laki-laki yang tak tau namanya itu sesekali terkekeh. Kekehan kecil itu bagaikan virus yang menular, menularkan virus itu ke Mazaya. Padahal Mazaya sama sekali tidak mendengarkan apa yang gadis dibalik speaker itu katakan.
"Sebelum menuntup siaran hari ini, aku mau ngasih sedikit spoiler. Minggu depan ulang tahun sekolah yang ke-43 kan? kalian semua diharapkan hadir mengikuti pesta dansa. Untuk keterangan lebih lanjut akan menyusul. Aku saranin kalian bawa gandengan ya, yang jomblo cepet cari pasangan, jangan mau kalah sama yang lain. Denger-denger bakal ada lomba dansa antar pasangan, jadi tolong dipersiapkan ya teman-teman semua. Sampai jumpa besok!"
Laki-laki itu bangkit, bersiap meninggalkan balkon. Mazaya mengikuti laki-laki itu beranjak dari kursinya.
"Tunggu..." Mazaya menahan kepergian laki-laki tak dikenal tersebut.
Menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. Gadis itu merutuki kebodohannya. Tidak tau untuk apa mencegah laki-laki itu. Kini ia bingung, mau mengucapkan satu kalimat random pun tak bisa. Ia pun teringat tentang pesta dansa. Menurutnya itu alasan yang lumayan logis.
"Hmm... emang kedengaran nggak sopan karena ini pertemuan pertama kita, bahkan gue nggak tau nama lo siapa dan gue rasa lo juga belum tau nama gue. Tapi gue mau nanya, lo mau nggak jadi partner gue di pesta dansa ulang tahun sekolah minggu depan?" pinta Mazaya menatap lekat laki-laki itu. Tatapan laki-laki itu tajam namun penuh kehidupan. Bukan tatapan menindas.
Laki-laki itu sempat melemparkan senyum sebelum menjawab permintaan Mazaya. Senyumnya bagaikan nikotin, mampu membuat siapa saja yang melihatnya kecanduan. Apalagi pecinta cogan semacam dirinya ini.
"Maaf banget, gue udah ada pasangan. Kalau emang lagi cari pasangan gue ada temen yang juga lagi cari gandengan, lo mau gue tanyain? By the way, gue Sagara. Gue tau kok nama lo, Mazaya Ramajaya, kan?" jawab laki-laki itu.
Haa?
Bola Matanya melotot, tangannya ia gunakan untuk menutupi mulut menganganya akibat reaksi keterkejutannya. Tidak kah ia salah mendengar? Laki-laki itu tadi mengatakan namanya Sagara? Beneran Sagara? Tokoh utama novel?
"Sagara Sadananda?" Mazaya spontan mengucapkan nama panjang karakter kesayangannya.
"Iya, senang bertemu kembali dengan versi yang berbeda, Mazaya. Gue juga seneng setelah sekian lama lo mau bicara sama gue lagi," kata laki-laki itu masih memancarkan senyum manisnya. Lesung pipi itu membuat cekungan yang sangat dalam.
Dari dulu gue emang nggak pernah salah milih bias, terbukti dengan ketampanan laki-laki di depan gue. Tapi maksud kalimat senang bertemu kembali dengan versi berbeda itu apa? Terus kenapa ada kata dia senang karena gue mau bicara lagi sama dia, apa sebelumnya karakter Sagara sama Mazaya udah saling kenal? Tapi seinget gue di novel nggak ada bab yang menceritakan hubungan lama mereka, batin Mazaya berpikir.
▪︎▪︎▪︎
Kira-kira apa hubungan Sagara dan Mazaya di masa lalu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Voice and Acting
FantasyPernah nggak sih kalian nge-ship in karakter novel tapi akhirnya sad ending? Kalau pernah kalian termasuk satu spesies bareng Mazaya. Mazaya penggemar garis keras Couple Gitar, singkatan Gista Sagara. Mereka berdua tokoh fiksi yang Mazaya harap bers...