Azan berkumandang waktunya Salma mengoprak-oprak kedua putrinya melaksanakan kewajiban kepada Tuhan. Biasanya menjelang magrib Kinan selalu saja ketiduran, alasannya kecapekan, sedangkan kakaknya, Raya asyik menonton drama sehingga mengulur-ulur waktu shalat.
Salma menggoyang-goyangkan tubuh Kinan lumayan keras supaya putrinya itu cepat bangun mengambil air wudhu. Kinan mengucek-ucek matanya, menatap cemberut Salma. Ia sudah tau pasti sekarang ibunya membangunkannya untuk shalat magrib. Mau protes pun tidak bisa karena ibunya mengingatkannya untuk kebaikannya.
Gantian Salma mengetuk pintu Raya, Salma menggelengkan kepala melihat putrinya rebahan memeluk guling dan menyumpali telinganya menggunakan headset seperti anomali.
"Raya shalat dulu." Salma mendekati anaknya menarik paksa kabel panjang headset.
Raya melepas buntelan headset yang menutupi telinganya. Mengernyitkan dahi, ia tidak mendengar perkataan ibunya tadi.
"Kenapa, bu?" tanya Raya meletakkan ponselnya di atas bantal.
"Shalat dulu udah azan," ulang Salma.
Raya beranjak, mengikuti perintah Salama, berjalan ke kamar mandi. Gadis itu tidak langsung wudhu, perutnya mendadak sakit, panggilan alam melandanya. Raya pun mengeluarkan kotoran di perutnya.
Dua puluh lima menit Raya habiskan untuk mengeluarkan bebannya, gadis itu menepuk-nepuk perutnya, merasa bangga sudah mengeluarkan harta karun yang telah menumpuk selama dua hari. Kemudian membasuh wajahnya berwudhu.
Kamar Salma bersebelahan dengan kamarnya, pintu kamar ibunya sedikit terbuka, Raya tidak sengaja mengintip ibunya tengah berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Di dalam doa ibunya, Raya bisa mendengar suara gemetar ibunya.
Tetesan air mata Salma turun membasahi pipi bulatnya. Wanita enam puluhan itu melantunkan doa untuk anaknya yang telah mendahuluinya bertemu Sang Pencipta.
"Ya Allah, lapangkanlah kuburan anak hamba, berikan dia tempat di sisimu Ya Allah. Ampunilah dosa-dosanya ketika ia masih hidup Ya Allah, hamba pasrahkan anak hamba Gista kepadamu. Hanya Kau yang tau kebenaran tentang kematiannya. Tolong berilah anak hamba keadilan Ya Allah, aminn..."
Salma mengusap kedua telapak tangannya ke wajah sembari mengucapkan amin.
Tiap hari ia mendoakan putri sulunganya yang telah meninggal belasan tahun lalu. Sekolah mengatakan kematian Gista merupakan kasus bunuh diri. Namun nalurinya sebagai seorang ibu tidak mempercayai perkataan pihak sekolah.
Ia sangat mengenali anaknya, seberat apapun masalah yang sedang anaknya hadapi, ajarannya selalu mengajarkan untuk tidak melakukan bunuh diri sebagai solusi pelarian. Bunuh diri bukanlah jalan keluar yang tepat, hanya menambah dosa dan kemurkaan Tuhan.
Kepalan tangan Raya mengepal semakin erat. Bertahun-tahun Salma belum sepenuhnya mengikhlaskan kepergian Gista, kakaknya.
Hatinya tidak kuat melihat kesedihan Salma. Raya memasuki kamarnya dan menutup pelan pintu kamarnya. Ia mendakati sebuah figura kecil di atas meja belajarnya. Di sana terdapat gambar tiga perempuan saling merangkul dan tersenyum lebar. Gadis-gadis itu adalah Gista, Raya dan Kinan.
Tangan Raya meraih benda kecil itu, mengusap foto Gista menggunakan jempolnya.
"Ibu tenang saja, Mazaya berjanji akan menghukum pelaku tindakan kejahatan itu dan membawa keadilan untuk Gista. Ralat bukan lagi Mazaya, tetapi Raya. Sayangnya bukanlah sekarang, Raya membutuhkan banyak waktu lagi," batin Raya mendekap figura tersebut.
•••
Esok harinya Raya mengantar Kinan ke sekolah barunya, adiknya tidak bersekolah di Harapan Bangsa. Raya dan ibunya sengaja tidak memindahkan Kinan kesana, selain biaya sekolahnya yang mahal, mereka lebih menakutkan masa lalu terluang kembali menimpa Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice and Acting
FantasíaPernah nggak sih kalian nge-ship in karakter novel tapi akhirnya sad ending? Kalau pernah kalian termasuk satu spesies bareng Mazaya. Mazaya penggemar garis keras Couple Gitar, singkatan Gista Sagara. Mereka berdua tokoh fiksi yang Mazaya harap bers...