VAA Bab 18

3.2K 495 34
                                        

Mazaya mengobrak-abrik kamarnya mencari sesuatu. Kondisi kamar itu sekarang berantakan. Mulai dari seprai tergeletak di lantai, lemari terbuka, pakaiannya berserakkan di mana-mana dan laci-laci yang juga ikut terbuka. 

Gadis itu mencari benda persegi panjang yang bersembunyi. Mazaya baru saja mendapatkan sekilas ingatan tentang dirinya yang memiliki ponsel lain. Memori itu datang tiba-tiba, batinnya berkata benda itu sangat lah penting sehingga ia terpaksa menyembunyikannya. 

Ingatan itu keluar akibat picuan dari luar. Ia tidak sengaja bertemu Eka, adik kelasnya. 

Eka datang menemuinya, mengatakan padanya bahwa ia sudah siap, sambil kepalanya menunduk, badannya begetar, matanya mediskripsikan tatapan takut. 

Lo cari apa?

Mazaya diam, menyibukkan diri mencari ponsel kedua miliknya. Sudah satu jam lamanya Mazaya melakukan pencariannya, hasilnya nihil. 

Gadis itu mendaratkan bokongnya di atas kasur, tangannya memijat-mijat pelipisnya, matanya memejam, otaknya ia paksakan mengingat-ingat kembali.

"Tinggal kotak itu yang belum gue cek," gumamnya bergegas mengambil kotak persegi di atas lemari. 

Dugaannya benar, ponsel yang ia cari ia temukan di kotar persegi tersebut 

Jangan! Jangan buka. 

Sudah memutuskan untuk tidak bergantung pada bisikkan-bisikkan tersebut. Mazaya tak mengacuhkan Sari yang terus menghentikannya. 

Tanpa gadis itu sadari, sekali ia memasukkan enam angka random, ponsel itu langsung terbuka.

Aplikasi berwarna hijau campuran putih itu ia buka. Betapa terkejutnya dirinya melihat isi chatnya. Di dalam aplikasi itu hanya ada satu grup dan satu nama laki-laki bernama Andra. 

Grup itu bukan sembarang grup, di sana terdapat nomor Gista dan Tasya yang ikut bergabung menjadi anggota grup. 

Mazaya membaca pesan terakhir dari grup itu bersal dari Andra.

Andra
Eka besok temui gue di gudang sekolah. 
Besok giliran lo.

Pesan itu baru saja laki-laki itu kirim satu menit yang lalu. Masih mencerna potongan-potongan fakta, laki-laki bernama Andra itu mengiriminya pesan pribadi. 

Andra
Gue ke apartemen lo sekarang.

Rangkaian kalimat itu membuat Mazaya tambah bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi. 

Siapa Andara? Apa hubungannya dengannya? Juga, Apa hubungan ia, Andra, Gista, Tasya, Eka beserta tiga anggota lain?

Tak lama ia bisa mendengar pintu apartemennya terbuka. Yang awalnya ia kira kakaknya sudah pulang ternyata salah. Bukan Karin yang datang, akan tetapi wajah laki-laki yang sangat ia kenali, bahkan jantungnya pernah berdetak untuk iras rupawan tersebut. 

"Sagara?"

"Ngapain lo di sini? Dan dari mana lo tau kode apartemen gue?" tanya Mazaya mengerutkan kening.

Laki-laki yang ia sebut Sagara itu tersenyum miring kemudian mendudukkan diri di atas sofa panjang. Tangan laki-laki itu menepuk-nepuk sofa di sampingnya, menyuruh Mazaya duduk di situ. 

"Kelihatannya gue harus memperkenalkan diri lagi. Belakangan ini lo kayak nggak kenal sama gue. Gue kira ini cuma permainan lo aja, pura-pura nggak kenal."

"Oke, bukan masalah besar. Dengan senang hati gue akan memperkenalkan diri gue. Gue bukan Sagara, tapi Andra. Saudara kembar Sagara." 

"Btw, bisa-bisanya lo ngira gue Sagara, mungkin begini ya sikap pembunuh handal, gampang melupakan korbannya sendiri?" lanjut Andra menyindir masa lalu. 

•••

Beberapa waktu lalu Sagara pergi menemui Mazaya, laki-laki itu tau tentang kerja sama antara Mazaya dan saudara kembarnya, Andra, yang Sagara pikir masih tinggal bersama kakek dan neneknya di desa. 

Semua murid yang meninggal itu ulah kedua manusia itu, di tambah laki-laki tersebut mengetahui fakta bahwa Gista ialah korban selanjutnya. 

Sagara menemui Mazaya di lokasi shooting. Laki-laki itu diselimuti gejolak amarah, datang kepada Mazaya guna memperingatkan gadis itu untuk tidak membuat masalah dengan mempertaruhkan nyawa kekasihnya. 

Sagara pikir interaksi mereka di balkon pertanda baik, namun dirinya salah. Laki-laki itu kira Mazaya hanyalah gadis manis seperti Mazaya yang dulu ia kenal, ternyata gadis itu gadis manis berhati iblis.

"Gue nggak akan biarin lo seenak jidat ngambil nyawa orang lain lagi. Apa tiga belas orang itu enggak cukup buat lo?!" geram Sagara meninggikan volume suaranya membuat para kru memperhatikan mereka. 

"Sagara lo ngomong apa sih? yok masuk ke dalam, kita ngomong baik-baik. Kayaknya lo salah paham, deh." 

Mazaya berusaha bersikap baik, menoleransi sikap Sagara. Di sini ada banyak orang dan obrolan seperti ini tidak pantas di konsumsi publik. Mazaya tidak mau karirnya dalam bahaya.

"Nggak! gue mau kita kelarin di sini!" jawab Sagara keras kepala. 

Laki-laki itu sadar orang-orang di sekitarnya memperhatikan mereka. Justru itulah tujuannya. Sagara mau orang-orang ini tidak tertipu dengan wajah cantik Mazaya. Bisa saja korban selanjutnya merupakan orang-orang ini. 

Menurut Sagara orang-orang ini harus tau bahwa Mazaya itu gadis gila dan pantas di hukum atas kelakuannya selama ini. 

"Lo wanita keji yang pernah gue temuin, lo nggak punya hati, lo sakit jiwa, nggak ada perempuan sejahat lo yang dengan mudah membunuh manusia tanpa memikirkan keluarga serta orang-orang terdekat korban yang lo bunuh!"

kasak-kusuk mulut pra kru bisa Mazaya dengar. Mereka semua terkejut mendengar perkataan yang Sagara lontarkan. Tidak sedikit juga yang mengira Sagara lah yang sakit jiwa, berani menjelek-jelekkan citra Mazaya di depan umum.

"Ikuti perintah gue, masuk ke dalam ruangan gue. sekarang. Lo ngomong sepatah kata lagi, ancur hidup lo," bisik Mazaya pada telinga Sagara yang membuat laki-laki itu tegang.

Sagara mengikuti Mazaya, gadis ini tidak mungkin hanya bermain kata, aksinya sudah terbukti, tiga belas korban jumlahnya. Mudah bagi Mazaya untuk membunuhnya sekarang, jika gadis itu menginginkannya. 

Di dalam ruang pribadi yang di sediakan khusus untuk Mazaya beristirahat, sorot mata gadis itu menatap tajam Sagara dari atas sampai bawah. Kedua tangan gadis itu ia lipat di depan dada. 

"Kenapa diem? mana keberanian lo tadi?" tantang Mazaya mengeluarkan senyum miringnya.

Sagara masih terdiam, gelagat Mazaya cukup mencurigakan. Perempuan itu tiba-tiba mengeluarkan botol kecil dan menyerahkan padanya. 

"Minum, kalau lo jagoan pelindung Gista," ucap Mazaya menyerahkan cairan berwarna putih, yang kebetulan ia bawa. Ia tidak tau bahwa hari ini cairan itu berguna juga.

•••

Andra mengibas-ibaskan telapak tangannya di depan wajah Mazaya, menyadarkan lamunan gadis itu.

"Sekarang lo udah inget?"

Ya, Mazaya ingat, yang ia pikir adalah mimpi ternyata merupakan kenyataan. Seharusnya waktu ia tidak bertanya kepada jiwa yang katanya jiwa Mazaya asli. Seandainya ia tidak bertanya semua terasa jelas.

Ia sama sekali tidak masuki dunia novel kemudian terjebak di tubuh tokoh antagonis bernama Mazaya. 

Dirinya ini memang lah Mazaya asli. Antagonis di dunia nyata. Dan sekarang ingatan-ingatannya mulai kembali.

Ia dan Andra ialah sang pembunuh.

•••

Dalangnya udah keungkap, kalian ga usah mikir lagi 🙂











Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang