VAA Bab 12

5.3K 621 55
                                    

Siswa dan siswi Harapan Bangsa di kejutkan pengumuman kematian salah satu siswi kebanggan sekolah. Siswi yang mengharumkan nama sekolah, siswi yang mempunyai segudang talenta dan siswi terpintar Harapan Bangsa. Siswi itu bernama Gista. Gadis itu di kabar kan meninggal hari ini, jasadnya di temukan di gudang sekolah. 

Tidak ada yang tau penyebab kematiannya. Pembunuh tidak meninggalkan jejak apapun selain huruf A, pada pipinya. Polisi yang menyelidiki mengundang seluruh siswa dan siswi yang berawalan A untuk di interogasi.

Sahabat terdekatnya menangis tersedu sedu. Gista yang mereka kenal tidak pernah mempunyai masalah dengan siapa pun, gadis itu terkenal pecinta damai. Tidak sedikit murid Harapan Bangsa yang menyayangkan kepergiannya. Seluruh siswa dan siswi kini berkumpul menjadi satu di aula, mendoakan kepergian sosok Gista.

Mazaya bergelut dengan pikirannya. Gista merupakan pemeran utama novel, jika gadis itu mati, mau di bawa kemana cerita ini. Suatu cerita akan aneh tanpa kehadiran pemeran utama. Saat ini otak gadis itu tidak bisa memikirkan kelanjutan nasib cerita ini.

Padahal tanpa gadis itu ketahui ia tidak masuk ke dalam novel My True love, akan tetapi dirinya berada di dalam novel Voice and Acting dengan cerita berbeda serta pemeran utama yang telah berganti dari Sagara, Gista menjadi Raksa dan Tasya.

 Mazaya berdiri di tengah aula bersama Ankara. Mata gadis itu melirik laki-laki di sampingnya. Datar, seolah kematian Gista tidak penting. Menyenggol bahu Ankara, "Lo masih hidup kan?" tanya Mazaya. 

"Kalau gue dah mati, terus yang berdiri di samping lo siapa?" balas laki-laki itu, ia menganggap pertanyaan Mazaya sangat retorik. 

"Ya kan bisa aja lo tiba-tiba mati dalam keadaan berdiri, saking syoknya denger kematian pujaan hati lo."

"Ck, perlu gue bikin surat resmi kalau gue nggak pernah suka sama Gista? sebenernya lo ngarang dari mana?" kesal laki-laki itu enek di tuduh tidak berdasarkan fakta.

Sejak kapan coba ia menyukai Gista. Memang benar, ada berita tentang nya yang mengisukan dirinya menyukai Gista, tapi itu hanya gosip belaka. Justru perempuan yang laki-laki itu suka sekarang berada di sebelahnya. 

Gadis itu menatap Ankara penuh pertanyaan. Loh, Mazaya tidak mengarang. Ia tidak segabut itu sampai mengarang percintaan orang lain.  Dapat informasi itu saja dari novel, kalau memang salah ya salahkan novelnya. 

"Nggak penting sih, gue tau dari mana."

"Nggak penting buat lo, penting buat gue. Gue nggak mau lo salah paham," ujar laki-laki itu menatapnya. 

Mazaya menjulingkan matanya malas. Lagi-lagi laki-laki itu akting. Sudah di bilang ia muak dengan kepura-puraan ini, masih saja di lakukan laki-laki itu. Seriesnya sudah tayang dua hari yang lalu dan hasilnya pun cukup bagus. Jadi tidak melanjutkan aksi gimik pun pasti popularitasnya stabil, karena series ini membawa tema romansa remaja sekolah. 

Anak SMP dan SMA sudah pasti menyukai tema tersebut. Apalagi mereka juga masih bersekolah dan masih merasakan cinta monyet. 

"Kok gue?"

"Karena gue suka sama lo," papar Ankara.

Mazaya tidak fokus ke kalimat yang baru saja di ucapkan laki-laki itu. Fokusnya justru teralihkan pada tangan laki-laki itu yang berdarah. Mazaya mengambil tangan berdarah Ankara. "Tangan lo berdarah, kok bisa?" tanya gadis itu menatap Ankara yang mendadak merubah mimiknya pucat pasif.

Laki-laki itu menarik tangannya kembali, menyembunyikan tangannya di balik saku celana. 

"Tadi nggak sengaja kegores kater," ucap Ankara menjelaskan. 

Gadis itu mengerutkan keningnya. "Kater?" ulang Mazaya. 

Ankara menganggukkan kepala. "Tadi gue pinjem katernya Sena buat, eh tunggu, gue baru sadar. Lo khawatir ya sama gue?" goda laki-laki itu, menaikkan salah satu alisnya di sertai senyum tengil. 

"Apaa sih, nggak jelas, mana ada. Gue cuma tanya," kesal Mazaya. Bisa-bisanya laki-laki itu berpikir nyeleneh. Orang Mazaya hanya terkejut melihat darah di tangan laki-laki itu, tidak lebih. 

▪︎▪︎▪︎

Dentuman musik menggema, baik pria maupun wanita beragam umur menari bersama mengikuti tempo lagu yang di kumandangkan. Alcohol menjadi aroma khas tempat ini. Lampu-lampu ruangan berkelap kelip.

Laki-laki itu duduk di dampingin wanita seksi yang mengajaknya menari, sayangnya laki-laki itu tolak. Ia tidak dalam mood untuk bersenang-senang. Ada sesuatu yang lebih penting yang harus ia tangani.

Ricuhnya musik di club malam, tidak menganggu kesibukannya membaca buku yang sedang ia pegang. Buku itu masih buku yang sama, buku  bercover bintang. Tapi kali ini ia membuka buku tersebut bukan untuk melanjutkan bacaannya, akan tetapi mecerna apa yang tertulis di sana. 

Laki-laki itu pergi ke halaman tujuh. Matanya melotot ketika membaca kalimat terakhir yang di keluarkan seseorang tak di ketahui identitasnya. 

"Mazaya, target gue selanjutnya." Terukir seringai menyeramkan laki-laki itu.

"Mazaya target selanjutnya si pembunuh? berarti gue emang nggak salah baca," lirihnya mengingat. 

"Setelah membunuh Gista, kenapa si biadap ini berganti menargetkan Mazaya?" ujar laki-laki itu menghisap rokok. 

Laki-laki itu ialah David.

Ketika ia di rawat di rumah sakit, tiba-tiba kepalanya pusing, otaknya memberikan tontonan seorang gadis di sekolahnya. Ia tahu gadis itu.

Gadis kebanggaan sekolah sekaligus incaran pemuda di sekolahnya. Dua kali, kejadian sama itu muncul di otakknya membuatnya menulis kejadian tersebut pada buku bercover bintang yang sekarang sedang ia baca.

Sayangnya ia terlambat. Ia tidak bisa menyelamatkan nyawa gadis itu.

Belum selesai ia membaca halaman tujuh, laki-laki itu di kagetkan kehadiran teman-temannya. 

"Serius amat lo, Vid, nggak kayak biasanya," ucap laki-laki dengan tinggi 178 cm. menepuk pundaknya. 

"Bisalah, pasti gara-gara nggak dapet umpan menarik, ya nggak, Vid?" timpal temannya yang berambut pirang. 

David menutup buku tersebut. Ia tidak ingin teman-temannya tau apa yang ia baca. Ia harus merahasikan buku ini dari teman-temannya. 

Belum sempat David menyembunyikan benda itu, teman berambut pirangnya mencoba merampas buku rahasianya. 

"Buset, covernya kek buku-buku kuno, lo lagi baca sejarah sekte sesat ya? Sejak kapan lo suka beginian, kayak bukan David yang gue kenal," tukas laki-laki pirang masih mencoba merampas buku rahsia milik David.

Sayangnya gagal, laki-laki pirang itu gagal mengambil paksa buku temannya. 

"Ini bukan urusan lo," tekan David sedikit mengancam. 

Laki-laki pirang itu menyengir kuda, takut, kalau David udah mengeluarkan mode menyeramkan seperti itu. David itu manusia yang di kelilingi aura negatif tanpa harus melakukan aksi gila.

"Bercanda, bro, lo serius amat," katanya memberi tanda peace

"Lo pikir bercandaan lo lucu?" cerca David lagi, mematikan rokoknya. "Sekali lagi lo ikut campur urasan gue, kelar lo," ancam David, mengambil jaket hitamnya keluar dari club.

▪︎▪︎▪︎

Bab ini baru aja di revisi. Setelah baca komen kalian aku memutuskan buat merevisi beberapa bab buat kelancaran cerita.

Jujur aku bikin cerita ini h-1 sebelum ujian akhir semester cuma iseng, kepikiran ide langsung tulis nggak pakek susunan di buku, makanya gak jelas 😭

Aku juga belum buka wp lagi setelah satu bulan. Kaget banget pas tiba2 banyak notif 🥲

Sampe lupa alur ceritanya 🙃

Btw, makasih komen sama votenya 💙


Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang