Atmosfer di dalam mobil berwarna hitam itu cukup kaku, kedua manusia di dalam sana sama sekali tak ada yang angkat bicara sepanjang perjalanan mereka.
Sang wanita memejamkan mata, tertidur pulas akibat lelah setelah menyelesaikan pekerjaannya, sedangkan sang pria menyibukkan diri mengendalikan mobil.
Mazaya dan David, itulah aktivitas mereka sekarang.
Ini Keempat kalinya David menengok Mazaya, kemudian berganti menoleh ke belakang. Dagu laki-laki itu mengernyit, otaknya berputar menganalisis apa yang sedang terjadi.
Sampai tak terasa akhirnya mereka sudah tiba di depan apartemen Mazaya.
Tuk.
Tangan David menjitak kening Mazaya guna membangunkan sang putri tidur.
"Akh!" ringis David ketika kepalanya terdorong kebelakang yang mengakibatkan kepalanya itu terbentur bersama kaca mobilnya.
Aman, tidak bocor kok kepala David, cuma cenat-cenut aja.
Merasa terusik, Mazaya membuka matanya. Gadis itu terbangun, langsung di suguhkan ekspresi kesakitan David.
"Lo nggak papa?" tanya Mazaya setelah sadar.
"Apa peduli lo," ketus David mengusap-usap kepalanya.
"Gue cuma tanya, ngapain lo harus marah-marah, sih?" Mazaya memutar bola matanya jengah, melepaskan sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya itu. "Makasih udah di anterin," lanjut Mazaya sebelum keluar mobil.
Ketika Mazaya hendak membuka pintu mobil, tangan David mencegahnya.
"Tunggu, gue mau nanya. Lo punya... Nggak jadi," ucap David menunda niatnya, laki-laki itu kembali mentap lurus ke depan. Ia terpaksa harus mengurung niatnya itu karena satu hal.
Lagi, Mazaya memutar bola matanya.
"Kalau lo masih ragu sama pertanyaan lo, mending nggak usah tanya!" seru Mazaya sebelum masuk ke apartemennya.
Di dalam mobil David masih mengamati Mazaya sampai gadis itu benar-benar hilang dari jangkauan pandangannya, lantas David melajukan mobilnya, pulang ke rumah.
Kamar laki-laki itu semuanya berwarna hitam dan putih. Tidak ada warna lain selain dua warna itu. David duduk di meja belajar kamarnya, pikirannya masih memikirkan persoalan yang sama.
"Cewek yang nempel di belakang Mazaya, gue nggak liat ada energi negatif, tapi gue ngerasa dia mau ambil alih tubuh Mazaya?" monolog David pada dirinya sendiri.
"Mazaya siapa, Vid?"
Deg.
Jantung David hampir saja lepas. Makhluk ini kerap sekali mengejutkannya dengan kehadiran makhluk itu yang muncul tiba-tiba.
"Sekali lagi lo muncul kayak gini, gue usir lo dari sini!" ancam David pada lawan bicaranya.
Laki-laki di bawahnya satu tahun itu berbaju penuh bercak darah dan bertangan satu, muncul mendadak tepat di depan mukanya. Wajah makhluk itu memang lah pucat, tapi sekarang di wajah pucatnya itu ia tengah tertawa terbahak-bahak. Ia memang senang mengagetkan David. Mengagetkan David bagaikan kesenangan tersendiri yang tidak mudah dihilangkan.
"Lucu? Gue kelihatannya nggak ada tanda-tanda bercanda."
"Heleh, tanpa kehadiran gue lo nggak bisa tidur nyeyak. Hantu-hantu lain bakalan ngusik tidur lo seandainya gue nggak ada," ucap hantu bertangan satu tersebut membanggakan diri.
David tak menggubris kesombongan Tio, nama hantu tangan satu itu. David justru mengambil pensil serta buku bercover bintang miliknya yang menampung banyak rahasia. Kepalanya mulai nyeri, persis seperti sakit kepala yang datang sewaktu ia di rumah sakit.
Ia melihat Mazaya dan orang lain di rooftop sekolah.
Tangannya tanpa seijinnya mulai merangkai kata menuliskan apa yang baru saja ia lihat.
Mazaya menyetujui ajakkan orang tak di kenal itu. Orang itu berbohong. Dia berbahaya dan Mazaya dalam bahaya. Awalnya mereka hanya mengobrol biasa, namun lama kelamaan orang tak di kenal itu menodongkan pisau ke arah Mazaya. Entah apa yang selanjutnya orang itu lakukan.
Perlahan-lahan mempersempit jarak antara dirinya dan Mazaya. Pisau itu masih di tangannya. Mazaya bingung serta ketakutan. Gadis itu semakin memundurkan langkahnya hingga tertatap pembatas rooftop SMA Harapan Bangsa.
"Mazaya!" teriak David tersadar. Tubuhnya beranjak dari duduknya, tangannya seolah mau menahan seseorang.
"Kenapa, lo liat masa depan lagi?" tanya teman tak kasat mata David.
Laki-laki itu duduk kembali menggeret kursinya, menatap teman beda dunianya yang sedang duduk di atas lemari pakaiannya.
"Iya, gue liat Mazaya hampir mati."
David menceritakan semua yang ia lihat. Yang ia lihat itu merupakan masa depan. Laki-laki ini selain bisa melihat makhluk tak kasat mata ia bisa melihat masa depan, namun ada efek buruk baginya ketika selintas kejadian masa depan itu muncul, kepalanya akan sakit.
Seharusnya David belajar mengendalikan penglihatan masa depannya, akan tetapi laki-laki itu tidak merasa ia diwajibkan mempelajari hal tersebut, lagi pula ia jarang melihat masa depan, namun penglihatannya itu akhir-akhir ini sering muncul dan kebanyakan melibatkan Mazaya.
•••
Hari ini Mazaya bangun lebih awal. Gadis itu pun juga mandi lebih awal dan berujung kedinginan. Mandi di jam empat itu dingin sekali.
Mazaya memakai seragam lengkap, rambutnya ia kucir kuda. Roti tawar selai coklat dan susu hangat menjadi sarapannya.
"David kayaknya udah di bawah, ati-ati ya," kata Karin yang masih memakai baju tidur.
Mulai detik ini bukan Karin lagi yang mengantar jemputnya sekolah, kewajiban itu sudah berpindah alih.
Benar saja, keluar dari apartemen ia sudah di sambut dua lelaki yang sangat ingin ia hindari.
Ankara dan David.
Mereka berdua menunggu kehadiran Mazaya. Pandangan mereka beradu sengit, seolah mempertanyakan kehadiran masing-masing.
Mazaya mendekat menghampiri mereka. Gadis itu bergantian memandang dua laki-laki itu.
"Yok, Za, berangkat!" ajak Ankara percaya diri melihat kehadiran Mazaya, membukakan pintu mobil untuk gadis itu.
Kali ini David tak membawa mobil, laki-laki itu duduk di atas motor, menunggu keputusan Mazaya.
Gadis itu terdiam cukup lama.
Mending lo berangkat sama Ankara aja dari pada sama David.
Mendengar itu Mazaya melirik David. Benar kata Mazaya di dalam dirinya dari pada terjebak bersama David yang menyeramkan itu lebih baik membuang waktunya bersama Ankara, meskipun ia tidak menyukai laki-laki itu.
"Oke, kalau lo mau berangkat bareng Ankara, gue duluan," timpal David memasang helmnya, menyalan mesin motornya lalu melajukan motornya meninggalkan Mazaya yang terheran.
Di mata Mazaya laki-laki itu sama sekali tak terlihat berusaha meyakinkannya untuk berangkat bersama.
Mazaya jadi tambah bingung, sebenarnya apa alasan laki-laki itu menjadi asistennya. Kerja aja nggak becus. Masa ada asisten yang ninggalin atasannya gitu aja.
"Perasaan gue belum bilang apa-apa?" lirih Mazaya menatap kepergian David bersama motornya. Ia pun berangkat bersama Ankara.
Tidak seperti kemarin bersama David yang sunyi, Ankara lebih ekspresif. Laki-laki itu mencoba menanyakan banyak hal, berbicara sana sini. Ankara agak berbeda dari Ankara yang Mazaya ketahui dari novel. Laki-laki itu juga lebih jahil.
"Ntar gue nggak bisa nganter lo pulang, gue ada shooting iklan," ujar Ankara memberi tahu.
"Terus?"
"Selesai jam sekolah, langsung pulang. Seandainya ada orang yang ngajak lo ke suatu tempat, lo harus tolak. Jangan terima ajakkan dia," amanat Ankara sebelum Mazaya turun dari mobilnya.
•••
Konfliknya ringan kok :)
![](https://img.wattpad.com/cover/325616437-288-k34069.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice and Acting
FantasíaPernah nggak sih kalian nge-ship in karakter novel tapi akhirnya sad ending? Kalau pernah kalian termasuk satu spesies bareng Mazaya. Mazaya penggemar garis keras Couple Gitar, singkatan Gista Sagara. Mereka berdua tokoh fiksi yang Mazaya harap bers...