VAA Bab 22

1.5K 256 20
                                        

"Vid, lo nggak ada kerjaan lain apa?" kesal Mazaya yang terganggu oleh keberadaan David. 

Tiga jam yang lalu mereka telah sampai di sebuah puskesmas kecamatan tempat di mana para warga di ungsikan. Sebenarnya tempat pengungsian ada banyak, dua puluh murid perwakilan itu di bagi menjadi lima kelompok beranggotakan empat orang perkelomponyak. 

Dan di puskesmas ini lah Mazaya berakhir bersama tiga teman kelompoknya, Lula, Andra dan David. 

"Lo kira gue nggak kerja, lo nggak liat gue lagi bantu cuci piring?" kata David menodongkan piring yang akan laki-laki itu bilas. 

Helaan napas Mazaya terdengar, ia punya mata yang sehat, ia tahu laki-laki itu sedang mencuci piring. Namun kenapa? kenapa tadi David mengajak Lula bertukar tugas. Seharusnya yang sedang mencuci piring di sini ialah Lula dan Mazaya, bukan Mazaya dan David. 

"Laki-laki itu nggak cocok cuci piring, yang cocok cuci piring itu perempuan. Lo cowok, cocoknya ngangkat dus mineral sama Andra di sana. Lo nggak kasian apa sama Lula, yang malah gantiin tugas lo," ujar Mazaya menghentikan aktivitas mencuci piringnya.

Salah satu alis David terangkat satu. "Andra?"

Deg.

Gadis itu  merutuki kebodohannya. Ya, ia bodoh, sangat bodoh. Tidak ada yang tau identitas asli Sagara palsu selain dirinya dan Kepala Sekolah, alias ayah kandung laki-laki itu.

Taukah kalian, bahwa sebenarnya Andra sedang menyamar sebagai Sagara, saudara kembarnya. Tidak ada yang tau tentang kematian Sagara, termasuk orang terdekat Sagara sekalipun. 

Kesimpulannya adalah Sagara sekarang itu Andra.

"Andra siapa?" ulang David kembali bertanya.  

"Haa? Andra siapa, sih, Vid?" akting Mazaya menunjukkan raut kebingungan.

"Tadi lo ngomong, gue cocoknya ngangkat dus mineral sama Andra di sana. Bukannya yang ngangkat dus mineral itu Sagara?" 

Tawa renyah dibuat-buat terdengar dari mulut gadis berkucir kuda ini. "Hahaha, kuping lo budek, ya? Pasti belum di bersihin satu tahun sampe salah tangkep omongan gue. Gue nggak ada mention nama Andra."

"Sagara, Vid, Sagara. Gue tadi ngomong Sagara, bisa-bisanya lo dengernya Andra," kilah Mazaya menggelengkan kepalanya.

"Tapi gue---"

"Udah, deh Vid. Terserah lo, gue mau ke depan cari angin. Di sini panas, mungkin gara-gara lo kebanyakan bawa aura negatif." Kedua tangan Mazaya gadis itu kibaskan dekat area wajahnya. Melangkah pergi sebelum kebingungan David berubah menjadi kecurigaan.

•••

Mazaya mengurungkan niatnya mendekati kedua insan yang sedang berpegangan tangan di bawah pohon rindang. Dua manusia di bawah pohon itu sedang menatap lekat satu sama lain, pegangan tangan di antara mereka tak kunjung lepas, seperti terdapat lem yang amat banyak di sana. 

Yang sedang di lihat Mazaya itu tidak lain, Andra dan sahabatnya, Lula. Kekepoan tentang kedua anak Adam dan Hawa itu melanda Mazaya. Sayangnya ia tidak bisa mendengar apa yang sedang kedua orang itu katakan. Dari tempatnya berdiri Mazaya hanya bisa membaca pergerakkan mulut mereka. 

Bodohnya lagi, Mazaya hanya menangkap beberapa kata dari sekian banyaknya ekspresi yang Lula berikan, seperti tertawa lepas, tersenyum kecil, terdiam, terkejut, dan tersipu. 

"Loh, Mazaya, ngapain berdiri di situ, sini," kata Lula menaikkan volemenya ke arahnya, ketika mata Lula tidak sengaja menatap Mazaya yang tengah terpaku di depan pintu masuk puskesmas. Tangan Lula melambai-lambai menyuruh Mazaya datang ke tempatnya. 

"Hai, Mazaya," sapa Andra mode Sagara. 

Orang yang di sapa hanya mengeluarkan senyum satu garis. 

"Kalian lagi ngobrolin apa, gue liat kayak asik banget," kata Mazaya duduk di samping Lula, menatap kedua orang itu bergantian. 

Pipi Lula sempat merona sebelum menjawab pertanyaan Mazaya. "Cuma obrolan random biasa," balas Lula tersenyum manis. Mazaya bisa melihat ada kejanggalan di sini.

Mereka pacaran.

"Pacaran?" lirih Mazaya ketika suara itu terdengar di telinganya. 

Iya, udah lama sih. Anak-anak Harapan Bangsa sebagian udah tau.

Mendengar suara itu lagi. Mazaya mengerutkan keningnya, berita sebesar ini bagaimana bisa ia tidak mengetahuinya, dan lagi, mengapa sahabatnya tidak memberitahukan hal ini kepadanya?

"Lula, bisa tinggalin gue sama Sagara, gak? Gue ada urusan penting sama dia," ucap Mazaya, jemari telunjuknya menunjuk Andra. 

"Oh? Oke?" jawab Lula sedikit terbelak, namun menyetujui permintaan tiba-tiba sahabatnya. Lula pun pergi meninggalkan pacarnya berduaan dengan sahabatnya. 

"Urusan penting apa, sampe lo ngusir Lula?"

"Kenapa lo nggak bilang sama gue kalau kalian berdua pacaran," celetuk Mazaya kemudian menopang dagunya menggunakan tangan kirinya.

"Ternyata lo udah denger berita itu." Andra mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Lo gila ya? Lula itu target selanjutnya bokap lo, dan sekarang lo malah pacaran sama target bokap lo? Lo itu idiot apa gimana?" cerca Mazaya, mengomentari kelaukan Andra yang menurutnya tidak masuk akal. 

Gantian Andra yang menopangkan dagunya menggunakan tangan kanan laki-laki itu. Menatap Mazaya dengan tatapan merendahkan, seringai laki-laki itu tak luput laki-laki itu pasang.

"Harusnya gue yang ngomong gitu ke elo. Lo idiot, ya? Otak lo, lo taroh di lutut?"

"Dengan gue ngedeketin Lula dan jadi pacarnya, mempermudah gue untuk bunuh Lula secara aman. Gue tau lo nggak bakal bisa nyakitin sahabat lo, apalagi sampe ngambil nyawanya. Maka dari itu tugas kali ini biar sepenuhnya gue yang ngambil. Lo diem, dan jadi pengamat aja."

Diam dan jadi pengamat, LAGI?

Apa maksud laki-laki di hadapannya ini ia harus diam saja melihat kematian sahabatnya? Jangan harap! Mazaya tau di masa lalunya ia sama saja dengan Andara, namun sekarang ia sudah berubah, mulai dari perilakunya, cara pandangnya dan tujuannya. 

Lula merupakan satu-satunya sahabat yang ia miliki, Mazaya harus membatalkan rencana busuk Andra. 

"Mana racun yang di kasih bokap ke elo," pinta Andra.

"Mau buat apa?"

"Nggak perlu tau, cepet kasih ke gue," ucap Andra menginginkan cairan mematikan itu.

Gelengan kepala Mazaya berikan. Ia tidak akan memberikan racun itu kepada Andara. Mazaya mengambil botol racun yang ia simpan di sakunya. "Lo mau ini? Ambil kalau bisa," kata Mazaya mengenggam botol racun berukuran kecil itu. 

"Sayangnya lo nggak akan pernah bisa menggunakan racun ini buat membunuh Lula, karena gue yang akan meminum racun ini. Bokap lo butuh tumbal lagi, kan? Tenang, ada gue yang akan menjadi tumbal terakhir bokap lo bulan ini," ujar Mazaya membuka tutup botol itu, langsung menelan cairan tersebut tanpa berpikir panjang.

Mazaya melakukan ini untuk menebus kesalahannya kepada semua korban yang telah meninggal akibat ulahnya.

Apapun perbuatan yang kita lakukan pasti ada balasannya. Ini merupakan karma dari seorang Mazaya Ramajaya. Ia memilih mempercepat karmanya dan mengakhiri novel Voice and Acting lebih cepat.

Voice and Acting, Voice bermakna suara Sari yang selalu menemani Mazaya dan Acting diambil dari profesi Mazaya yang merupakan pelakon di dunia entertaimen.

Jika seandainya Tuhan memberikan Mazaya satu kesempatan, ia akan memulai semuanya dengan cara yang lebih baik dan menjebloskan Joko sekaligus putranya, Andra ke dalam penjara, memberikan hukuman yang setimpal untuk mereka. Karena telah merebut HAM orang lain.

Tubuh gadis itu ambruk di tangan David.

BERSAMBUNG DI SEASON 2
















Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang