VAA BAB 19

1.7K 317 21
                                    

Kelopak mata Mazaya menutupi bola matanya, gadis itu memejamkan mata. Cengkeraman tangannya pada rok abu-abu itu semakin kuat. Gendang telingannya berusaha mengabaikan jeritan perempuan di dalam sana. Tubuhnya membelakangi pintu, Andra menyuruhnya berjaga di luar.

Hati dan pikiran Mazaya mengatakan tindakannya tidak benar. Suara yang dulunya ia kira Mazaya asli juga mengatakan tindakannya ini salah, dan menyuruhnya menghentikan Andra. Meskipun begitu Mazaya tetap diam tak berkutik menuruti amanah Andra.

Gadis di dalam sana tidak lah bersalah. Dia hanya lah seorang gadis pelajar biasa, hidupnya masih panjang. Ingin rasanya Mazaya menghentikan perbuatan Andra, sayangnya ia tidak bisa. Karena dirinya ini terlibat sebuah kontrak.

Baru saja Mazaya memikirkan laki-laki itu, kini laki-laki itu muncul  di belakang punggungnya bertepatan dengan suara pintu yang terbuka. 

"Ayo ikut gue, beliau udah nunggu," ajak Andra, mengusap darah Eka yang menempel di pipinya. 

"Siapa?"

"Bos Besar," jawab Andra menggandeng tangan mungil Mazaya. 

Tanpa seizin pemilik ruangan Andra meyelonong. Mereka langsung di sambut pria berbadan besar, usianya sekitar empat puluhan akhir, dan yang terpenting Mazaya mengenali pria itu. Dia adalah Kepala Sekolah Harapan Bangsa. 

Setelah pintu tertutup rapat, Kepala Sekolah mulai angkat bicara. 

"Bagaiamana tugas kalian?" tanya Kepala Sekolah, Joko Mulyanto, kerap di panggil Joko. 

"Beres," ucap Andra mendudukkan diri pada kursi yang menghadap Kepala Sekolah SMAnya. 

Mazaya masih berdiri mengamati kedua pria itu. Otaknya mulai berfikir tentang topik yang sedang mereka bicarakan. 

"Bagus! Kau memang tidak pernah mengecewakan ku. Untuk tugas kalian selanjutnya, besok kalian harus ikut kegiatan sukarelawan yang di adakan sekolah. Jika kalian berdua mengikuti kegiatan tersebut, akan sangat mudah bagi kalian memangsa buronan terakhir di bulan ini."

"Bulan ini merupakan ulang tahun ku, guruku mengatakan kekayaan ada harga, korbankan orang lain untuk kemerdekaan dirimu sendiri. Di bulan kelahiranku ini guru mengatakan kepadaku bahwa aku harus memiliki tiga tumbal, agar hartaku berlipat ganda," lanjut Joko, menarik laci mejanya, mengeluarkan botol cairan persis yang Mazaya berikan kepada Sagara sebelum laki-laki itu menghembuskan napas terakhir. 

"Cairan ini, kalian harus mencampurkan cairan ini ke dalam minuman korban. Mazaya ambil lah." 

Joko menyuruh Mazaya mengambil botol kecil tersebut. Gadis itu tidak langsung mengambil botol putih itu, ia justru termenung, bergulat bersama pikirannya. Haruskan ia mengambil botol itu dan membunuh orang lain lagi?

Meskipun sekarang ia ingat masa lalunya dan perbuatannya yang amat keji, namun sekarang Mazaya tidak mau melakukannya. 

"Maaf, Kepala Sekolah, saya tidak bisa," tolak Mazaya. Penolakkan itu mengejutkan Joko serta Andra. 

"Kenapa?" Kedua tangan Joko bertaut menyatu.

"Saya tidak mau menjadi bagian dari konspirasi ini. Membunuh lebih buruk dari biadap,  di samaratakan dengan hewan saja tidak setara. Lagi pula kenapa saya harus membunuh orang-orang itu, mereka tidak memiliki masalah dengan saya."

Joko tertawa meremehkan, perkataan Mazaya barusan terdengar konyol sekali.

"Bagus, sangat bagus. Rupanya kau masih memiliki hati nurani."

"Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang menggantikan korban, kau lahir di tanggal 17, bukan?" usul Joko mengeluarkan senyum maut khas bapak-bapak.

"Guruku mengatakan anak  SMA Harapan Bangsa yang lahir setiap tanggal 3,10,17,20 dan 31, mereka adalah tumbal terbaik untuk ku." Joko dengan bangga mengatakan rahasianya.

Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang