VAA Bab 4

9K 1.2K 26
                                    

Musim berganti musim, meskipun hari selalu mengulang setiap tujuh hari sekali, namun waktu yang dirasakan tidak akan pernah sama. Pagi ini seperti biasa matahari menyemburkan cahayanya.

Kata orang menjadi lebih baik nggak perlu menunggu tahun baru. Percuma di pergantian tahun punya niat menjadikan diri lebih baik, tapi ujung-ujungnya nggak ada perubahan. Definisi menjadi lebih baik versi Mazaya tidak muluk-muluk.

Ketika hari berganti, dan ia melakukan hal yang bermanfaat serta tidak mengulangi kesalahan dari hari sebelumnya itu sudah mendeskripsikan perubahan.

Harapan Mazaya di hari kedua cukup sederhana-berharap sedikit interaksi antara dirinya dan sosok menyebalkan, Ankara. Ia juga berharap tidak ada berita macam-macam setelah terbitnya selca antara dirinya dan Ankara. Dari kemarin malam Mazaya sama sekali tidak membuka notifikasi aplikasi campuran warna kuning, putih dan pink itu.

Mazaya bahkan membekap mulut Karin menggunakan roti bakar supaya tidak membocorkan reaksi netizen padanya. Ia segera meninggalkan apartemen mereka takut Karin mencoba memberikan tanggapan netizen padanya lagi.

Brak...

Mazaya menutup pintu mobil putih Ankara brutal. Ankara menatapnya tajam, mencemaskan pintu mobilnya.

"Sttt... nggak usah banyak protes, mobil lo nggak bakal rusak gara-gara gue. Cepet jalanin mobil lo," suruh Mazaya tanpa melihat tampang Ankara yang dikelilingi kekesalan. Tangan kiri gadis itu ia gunakan untuk menyalakan radio mobil.

"Jangan lupa saksikan talk show sore ini bersama bintang tamu kita Rosalinda Megasari puku lima sore, hanya di radio RJI." Stelah lenyapnya iklan promosi tadi , kini giliran lagu galau diputar.

"Mau gue kasih tau rahasia anak laki-laki yang sekarang berusia tujuh belas tahun?" tanya laki-laki itu tiba-tiba.

"Kala anak laki-laki itu berumur lima tahun, ia mengatakan kepada ayah dan ibunya cita-citanya ingin menjadi guru, waktu itu anak laki-laki tersebut berpikir mengajar pekerjaan yang mulia. Tapi ironisnya, memasuki umur sepuluh tahun cita-cita anak itu berubah, impiannya hanya ingin dikenal banyak orang dan mendapatkan perhatian orang-orang di sekitarnya." lanjut Ankara masih fokus menyetir mobil.

"Terus?"

"Aktor—profesi pertama yang langsung terpikirkan otaknya, ketika disangkutkan dengan kata ketenaran."

"So? Cita-cita dia sekarang berubah yang awalnya jadi guru pindah haluan jadi aktor?" Mazaya bertanya, tak disangka gadis itu menyimak cerita Ankara.

Ankara mengangguk.

"Selain dua tujuan di atas, alasan kuat lainnya yaitu, ia ingin membuktikan kepada seseorang bahwa ia layak dibanggakan bukan dibuang layaknya sampah keji tidak berguna." Laki-laki itu menghentikan laju mobilnya. Matanya memerah, kedua tangannya mengepal.

Mazaya sadar akan hal itu, tetapi gadis itu memilih bungkam. Ia tidak ingin kicauannya meninggalkan keburukan yang malah menambah masalah. Ia pun memilih menyibukkan diri menerawang bangunan-bangunan tinggi perantara jendela mobil.

▪︎▪︎▪︎

Semasa kegiatan pembelajaran dimulai. Ankara lebih pendiam. Waktu istirahatnya pun laki-laki itu habiskan di dalam kelas, tanpa melakukan aktivitas. Tetapi sepuluh menit sebelum siaran radio sekolah, laki-laki itu menghilang entah kemana.

Tepat jam setengah sepuluh bel saatnya siaran radio sekolah tiba. Benar itu memang suara Gista, tapi bukan suara Gista mode siaran.

"Gue bisa bayar lo lebih dari yang lo perkirakan."

"Sebanyak apapun bayarannya, aku nggak mau menerima tawaran itu. Lebih baik kamu pergi dari sini."

"Gista... gue mohon mau ya. Cuma lo yang bisa bantu gue."

"Ankara kamu gila? Aku bukan perempuan seperti yang kamu pikirkan. Dan lagi aku udah punya pacar, kamu tau itu."

"Gue nggak peduli lo punya pacar atau enggak. Masalah itu nggak ada sangkut pautnya sama permintaan gue. Gue tau lo pasti bakal menimbang-nimbang ulang tawaran gue. Atau hubungan lo sama Sagara bakal kandas."

Mendengar percakapan di speaker itu mendorong Mazaya menyusul mereka di ruang siaran. Gadis itu khawatir anak-anak Harapan Bangsa mendengar percakapan itu. Percakapan kedua manusia itu tak kunjung menemukan pemecahan.

Tepat di depan pintu ruangan, suara keduanya tak terdengar kembali. Gadis itu masih ingin memastikan semua baik-baik saja, ia buka pintu itu. Ternyata ada tambahan pihak ketiga di antara Gista dan Ankara-Dia Sagara.

"Udah cukup dramanya? Apa kalian nggak capek ribut-ribut kayak gini cuma buat mancing gue mengeluarkan kata putus untuk hubungan gue dan Gista?" ucap Sagara dingin.

Gista membelakkan matanya. Ia menggeleng tidak menyetujui perkataan Sagara.

"Udah cukup, Ta. Gue lelah. Lebih baik kita putus, ya. Lagi pula selama ini gue sekedar mainan lo."

"Nggak perlu kaget. Gue tau semua. Lo cuma melampiaskan perasaan lo doang karena kesibukkan Ankara dengan dunianya sebagai aktor yang lagi naik daun, ditambah dia harus pura-pura deket sama Mazaya. Lo cemburu, lo cemburu sebab Ankara bisa meluangkan waktu buat Mazaya, sedangkan enggak ada waktu buat lo yang notabetnya pacar dia di dunia nyata. Dan karena itu lo mendekati gue sebagai pelarian," papar Sagara.

"Sagara kamu ngomong apa sih, kok ngelantur gitu? Aku sama Ankara nggak ada hubungan apa-apa. Dia kemari meminta bantuanku." Gista mencengkeram tangan Sagara.

Ankara tersenyum miring. "Interesting, very interesting," gumam laki-laki itu.

"Ternyata lo pintar juga ya menganalisis posisi lo. Sekarang gue percaya kebohongan nggak selamanya bisa disembunyikan," ucap Ankara menggeret paksa tangan mungil Gista.

"Sayang, kamu nggak perlu lagi akting di depan dia. Dia udah tau kebenaran tentang kita." Ankara mengangkat dagu Gista.

Ketiganya belum menyadari keberadaan Mazaya. Gadis itu mengernyitkan dahi, mengapa adegan ini tidak sesuai dengan isi novel? Mengapa karakter mereka menjadi aneh?

Raut iras Gista yang seolah tak ingin kehilangan Sagara berubah tersenyum merendahkan. Gadis itu kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Yah ketauan deh akting gue. Tapi nggak masalah, yang terpenting gue udah berhasil bikin lo jatuh cinta sama gue sekaligus berhasil memenangkan taruhan kita," kata Gista menggandeng lengan kekar Ankara.

"Selamat Sagara, lo orang ke empat puluh yang berhasil gue gapai." Senyum miring menghiasi bibir Gista.

Sagara tidak berkutik, ia hanya menatap datar sepasang kekasih di depannya.

"Tapi, jangan berharap kalian bisa menyakiti Mazaya!" ancam Sagara membuat sepasang kekasih itu kembali tertawa.

"Kalau yang itu gue nggak bisa janji," timpal Ankara.

Tunggu, ada apa dengan karakter mereka dan alur cerita novel My True Love? Ini sudah melenceng dari yang seharusnya.

Mendadak tubuhnya tidak bisa bergerak. Tidak hanya tubuhnya, tubuh milik Ankara, Gista dan Sagara juga bernasib sama sepertinya.

▪︎▪︎▪︎












Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang