Sebelumnya aku minta maaf banget, kemarin ada kesalahan tentang nama tokoh ")
Kesalahan itu karena aku baru, nyicil cerita di Draf ╯﹏╰
Semoga Bab ini berkenan
⚠️Harsh Words⚠️
Happy Reading (⌒o⌒)
"Jangan jadi pecundang cuma karena takut dengan kenyataan."
— Nestapa Hema bab 15 —
Sore ini cahaya mentari perlahan meredup terhalang awan yang merona bergradasi jingga di bentangan angkasa.
Di sebuah kafe outdoor yang langsung menyuguhkan pemandangan gedung-gedung menjulang tinggi kota Jakarta, terlihat seorang pemuda berpakaian kasual serba hitam yang memakai kacamata ditemani dengan secangkir kopi latte dan kue matcha.
Cowok itu duduk termengung dengan tatapan kosong, netranya memandang jauh pemandangan seraya membiarkan pikirannya berkelana tidak tentu arah.
Sejak tiba di kafe ini satu jam yang lalu pikirannya terus saja memutar ingatan demi ingatan secara acak, layaknya sebuah kaset kusut yang telah usang. Namun, ingatannya itu terus saja mengingat setiap kalimat yang diucapkan oleh Jendra.
Satu jam yang lalu, sekitar jam tiga lewat lima belas. Marva memutuskan untuk menemui Jendra sebab ada sesuatu hal yang ingin dia tanyakan.
Cowok itu menunggu di luar gang yang tidak jauh dari kediaman Jendra. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya dia mendapati presensi orang yang ditunggu.
Sontak Marva langsung mengangkat sebelah tangannya, menyapa Jendra kemudian melangkah mendekati. Otomatis Jendra langsung mematikan mesin motornya.
"Long time no see, Bro!" Jendra hanya tersenyum simpul menanggapi sapaan Marva.
Dia menstandarkan motornya sebelum akhirnya beranjak berhadapan dengan Marva.
Jendra menyelipkan kedua tangannya di saku celana--persis seperti yang dilakukan oleh Marva saat ini.
"Tumben nyusulin ke sini ada apa?"
"Gue mau tanya sesuatu."
"Masih tentang Adek lo?" Marva mengangguk.
Jendra menghela napas panjang, lalu menjawab.
"He's not good. That's my answer."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nestapa Hema [SELESAI]
Teen Fiction"𝑮𝒖𝒆 𝒃𝒆𝒏𝒆𝒓𝒂𝒏 𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒆𝒑𝒂𝒏 𝒚𝒂?" : ft. Haechan Ini tentang Hema dan patah hati terbesar dalam hidupnya. Bagi Hema sebuah harapan yang hadir akan selalu menjadi akhir nestapa tanpa ada tanda-tanda kebahagiaa...