Bab 6 - Yang Sebenarnya

2.3K 261 31
                                    

Siap buat baca kelanjutan kejadian Evin dengan Hema??

Tanggal berapa kamu baca cerita ini?

⚠️Crime Scene⚠️

Happy Reading (⌒o⌒)

"Biarkan semuanya berjalan sesuai takdir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Biarkan semuanya berjalan sesuai takdir. Kamu bukan pahlawan yang bisa menyalamatkan orang lain."

— Nestapa Hema bab 6 —

Di ruangan sepi yang jauh lebih  sejuk dari biasanya,  Hema membeku dengan mulut yang bungkam seribu bahasa. Cowok itu menatap kosong ke sudut ruangan. Pikirannya merajalela tidak terarah. Semua berantakan.

Dugaan-dugaan yang akan terjadi nanti terus saja menghantui pikirannya. Hema sungguh kalut. Terlihat dari sikapnya yang jauh lebih diam dengan jari telunjuk yang  mematuki meja hingga biru.

Indera pendengarannya serasa disumpal oleh kapas tebal. Dia mengabaikan semua pembicaraan bu Yanti dengan guru BK di hadapannya. Sementara bu Mentari — selaku wali kelas tengah menelepon Joan—Papa Hema.

Demi apapun Hema sangat cemas. Hatinya bergemuruh hebat, peluh bahkan terlihat mengalir dari keningnya. Padahal ruangan ini terbilang cukup dingin.

Sementara itu, Dimas dan Tino  bersantai ria duduk bersandar di sofa dengan satu kaki yang dinaikkan di atas paha sesekali dia berakting mengaduh kesakitan untuk mendapatkan perhatian.

"Baik Pa, kami tunggu kehadirannya di Sekolah. Iya..., baik, Pak. Mari..." Bu Mentari  menutup sambungan telepon.

Wanita dengan kemeja batik coklat dan kerudung senada itu lantas beralih  untuk kemudian duduk di sebelah Hema.

"Bisa kita mulai bu?" tanya bu Mita selaku guru BK.

"Maaf bu, sepertinya kita harus menunggu Evin agar bisa memberikan kesaksian, sekaligus menunggu kehadiran Bapak Joan," balas bu Mentari.

"Sssh..., bu kali ini saya beneran meminta keadilan bu, saya sakit hati banget setelah dipukulin sama Hema." Tino mengadu seraya melirih kesakitan.

Hema terkekeh.  Bu Yanti yang melihatnya lantas menegur, "Mengapa kamu terkekeh seperti itu Hema? Apa yang lucu? Seharusnya kamu merasa menyesal."

"Untuk apa saya menyesal? Toh mereka juga pantas mendapatkannya. Mereka yang ingin merusak, mengapa saya harus merasa menyesal?"

"HEMA!" sergah bu Yanti.

"Iya, bu. Saya tahu di mata Ibu saya emang salah. Silakan Ibu  beranggapan seperti apa yang ibu dengar, itu hak Ibu. Yang jelas saya sudah bilang bahwa semua yang terjadi bukan karena kesalahan saya." Hema dengan lugas berucap membela diri.

Nestapa Hema  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang