Bab 25 - Semesta Menerima [END]

5.3K 314 92
                                    

Hi...
Welcome Back

Sebelum lanjut aku mau tanya, kesan dan pesan kamu pas baca cerita ini apa?

Siap buat baca endingnya?

Dikit doang kok, bawangnya.

Bismillah...

️⚠️ Blood⚠️

Happy Reading (⌒o⌒)

"Pada akhirnya, semesta menerima kepulangan jiwanya yang rapuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pada akhirnya, semesta menerima kepulangan jiwanya yang rapuh."

- Nestapa Hema bab 25 -

Suasana di rumah sakit yang riuh ini seakan membisu dipenuhi oleh isak tangis Henita yang terdengar memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya. Derai air matanya tidak kunjung berhenti.

Sejak tiba di rumah sakit, tidak satu detik pun pikiran dan hatinya merasa tenang. Henita terlalu kalut memikirkan keadaan Hema. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dalam benak wanita itu. Namun, ia urung niat. Sebab melihat situasi ini saja sudah cukup memberikan jawaban.

"Mas..., tadi..., tadi Hema bilang dia..., mau pulang. Aku takut kehilangan lagi," adunya.

Joan masih diam membeku. Tangannya senantiasa mengelus punggung wanita itu.

Kalau boleh jujur, sebenarnya saat awal dia mendapat telepon dari Henita ia sama sekali tidak percaya. Takut dibohongi seperti saat itu. Namun, setelah mendapat kepastian langsung dari Pak Dodit, perasaan ragunya luntur seketika.

Gejolak rasa cemas langsung menyapa relung hatinya. Joan yang saat itu tengah meeting besama klien memilih untuk menjadwalkan kembali meetingnya. Menit selanjutnya ia langsung bergegas menuju rumah sakit.

"Putra kita..., nggak gila Mas, Hema nggak gila. Dia..., selama ini ketakutan. Dia takut ada di rumah..."

"Anak laki-laki yang sering kamu bentak itu..., rapuh Mas. Hema rapuh selama ini..., dia kehilangan rumah..., Mas. Selama ini..., dia... sembunyiin semua traumanya dari aku sama kamu." Henita susah payah berujar.

Dadanya semakin terasa sesak ketika harus menjelaskan semua ini kepada Joan. Setelah dia mendengar semua cerita dari Renja dan Jevan, kini Henita paham alasan di balik Hema selalu ingin pulang.

Sebab, putranya itu telah lama kehilangan rumah yang seharusnya dijadikan tempat untuk pulang. Tidak akan kenyamanan yang tercipta, hanya sepi yang menemani, dan lara yang menghadirkan nestapa.

Luka demi luka Hema pendam seorang diri. Senyum dan tawa yang sering Henita lihat setiap pagi itu, pada kenyataannya hanyalah topeng yang Hema pakai.

Dan kesalahan terbesar yang Henita telah lakukan terhadap Hema adalah, menganggap putranya itu memiliki gangguan mental karena terlalu sering mengatakan kalau Marva masih hidup.

Nestapa Hema  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang