Bab 24 - Elegi Senja

3.6K 274 63
                                    

Sebelum lanjut baca, jangan lupa baca bab 21 bagian akhir biar nggak lupa :)

Hope you like this part,  enjoy

⚠️ Blood⚠️

Happy Reading (⌒o⌒)

"Karena senja selalu memiliki cara untuk pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karena senja selalu memiliki cara untuk pergi."

— Nestapa Hema Bab 24 —

Tiga hari setelah kejadian penuh nestapa itu. Hema sama sekali tidak berbicara, nafsu makannya turun drastis, obat yang diresepkan oleh dokter ia abaikan begitu saja, jam tidurnya nyaris tidak teratur, ia juga jadi sering melamun, dan  tiba-tiba sering merasa ketakutan tanpa sebab.

Saat malam tiba, setiap kali Hema mendengar derap langkah dari luar kamar dia merasa gemetaran dan takut. Bisikan makian pada telingannya semakin terasa ramai berdenging.  Tak jarang pula Hema keringat dingin tanpa sebab.

Raga cowok itu terlihat seperti mayat hidup. Kosong, tidak memiliki warna, dan tidak memiliki semangat. Hema hidup membiarkan waktu berlalu tanpa peduli dengan apa yang sedang terjadi.

Hema melewati hari dipenuhi oleh rasa takut itu bersama sepi di dalam ruang kamarnya. Selama tiga hari itu, Joan menyuruh Hema untuk libur sekolah agar putranya bisa mendapatkan pengobatan dari dokter pskiologis yang didatangkan ke rumah. 

Seluruh barang elektronik disita oleh Joan. Jendra, Renja, dan Jevan yang datang ke rumahnya kemarin bahkan diusir paksa oleh Pak Dodit. 

Sore ini Hema tengah duduk di balkon kamar sambil menatap kosong ke langit senja. Wajahnya tampak sangat pucat, kukit pada bibirnya kering pecah-pecah dan semakin membiru.  Sudah hampir satu jam dia terduduk membeku di balkon.

Sementara di depan Hema sudah ada dokter psikolog yang sedari tadi berusaha membujuk Hema untuk berbicara.

"Hema, kenapa nggak mau makan? Ini buburnya udah dingin loh," ujar sang Dokter lemah lembut.

"Pikiran Hema lagi berisik ya?"  Hema hanya melirik sekilas lalu  kembali menatap langit.

"Hema suka  sama langit ya? Kalau boleh tahu kenapa Hema suka sama langit?"

"Pulang."

Kedua alis dokter itu terangkat, reflek mendekat.

"Hm?"

"Saya mau pulang." Hema melirih.

"Loh kan Hema udah ada di rumah, kenapa masih mau pulang?" tanya sang Dokter.

Nestapa Hema  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang