Bab 10

5 2 5
                                    

"Gimana reaksi Jolie kemarin?" Tanya Ai antusias. Padahal Ben baru saja datang, udah di recokin aja.

Ben menaruh tasnya di atas meja. Ia pun duduk dan menghela napasnya panjang.

Reza menyipitkan matanya, ia sudah menunggu Ben dari tadi.
"Gimana? Dia masih suka sama lu enggak? Reaksi dia gimana?"

Ben mengeleng masam.
"Gak tau lah anjir, dia senyum mulu, jadi binggung gua."

Ai memutar bola matanya malas.
"Lo kok di senyumin cewek itu ya seneng gitu loh, jangan lemes kek gini."

"Tau tuh, lo tuh harus bersyukur sama Jolie udah mau jalan bareng sama lu, tau kau, kesempatan langka itu," Reza ikut mengolok olok.

Lagi lagi Ben menghela napasnya.
"Kalian ini terobsesi banget sama Jolie, emang dia spesial apa?"

Ai dan Reza melotot. Bisa bisanya dia bertanya seperti itu.

Ai meminta bola matanya malas lagi.
"Udahlah Ben, gak usah ajak kita ribut, sekarang gimana ini? Soal Jolie? Gimana kencan kalian kemarin?"

Ben menatap kesal kedua temannya itu.
"Baik baik aja, ya cuma ngobrol, udah pulang, dia cuma nanya aku lihatin apa di ponsel udah ku jawab lah apa adanya."

Reza berubah serius.
"Reaksi dia gimana?"

Ben mengangkat dagunya.
"Enggak terlalu memperhatikan sih."

"Gawat, dia bisa ilfil kalo tau kau wibu," kata Ai.

Reza melotot kaget ke arah Ai.
"Jangan ngomong sembarangan dong, Jolie bukan tipe orang yang kek gitu."

Ai menghela napasnya.
"Gua punya tantangan nih buat lu, Ben."

Ben dan Reza saling tatap, ide bodoh apa yang akan di katakan kepada Ai?

"Lo tau gak, gak ada yang berani nembak Jolie, di sekolah ini."

Ben terkejut.

"Kok bisa? Jolie cantik, dia juga baik kenapa gak ada yang mau nembak dia buat jadi ceweknya?" Binggung Ben.

"Itu dia, dia itu dewi di sini, jadi semuanya itu ngerasa enggak pantes buat deket sama sang dewi," jelas Ai.

Reza menompang dagu malas.
"Dulu gua ada niatan sih buat nembak dia, tapi udah gak kuat mental di depan sang doi."

Ai mengangguk.
"Jolie itu harus mendapatkan jodoh yang pas, gak boleh main main, sang dewi harus bahagia pokoknya," Ai berkata dengan penuh semangat.

Ben memutar bola matanya malas.
"Kalian berlebihan, jangan terlalu mendewakan sesuatu hal, gak baik tau."

Ai dan Reza kaget lagi.
"Ha?"

Ben menghela napas. Ia menompang dagunya sembari menatap atas, tangannya sibuk mengetuk ngetuk meja. Ia sedang berfikir sekarang.

"Jolie itu gimana ya, cantik sih, tapi menurut ku dia senyum terlalu di paksain," kata Ben.

Reza hendak marah tapi ditahan oleh Ai.

Ai menatap Ben dengan tatapan menantang.

"Oh jadi gitu? Belom aja lo jatuh cinta sama Jolie, tunggu aja satu dua hari, pasti juga bakal jatuh cinta sama itu cewek." Ai tersenyum miring.

Ben menatap Ai sembari geleng geleng kepala.
"Udah di bilang dia bukan tipe gua."

Reza berdecak sebal.
"Cih, gimana kalo lo nembak Jolie nanti?"

Ai menatap kagum ke arah Reza.
Ia mencentukan jari jarinya.
"Itu tantangan gua, nembak Jolie....." Ai beralih menatap Ben.

"Kalo lo berani sih."

Tentu saja pernyataan itu buat Ben.

"Lo dah gila ya?" Celetuk Ben tak percaya.

***

Jolie duduk di kelas dengan tenang, dia capek sebenarnya menanggapi sapaan yang selalu datang.

Memang sudah jadi orang cantik. Hari hari harus mendapatkan perhatian lebih.

Jolie rasanya ingin ambruk saja. Ia menatap ke arah ponselnya. Di lihatnya jam yang hampiri menujukan masuknya jam pelajaran pertama.

Rasanya ia teringat kembali dengan pertemuannya dengan Ben.

Menurutnya Ben itu.

"Penampilannya enggak banget, bukan tipe gua."

"Jolie, aku dengar, kamu jalan sama Ben?" Ema tiba tiba datang dan langsung duduk di bangku kosong sampaing Jolie.

Jolie menoleh sekilas dan hanya mengangguk, tak lupa memberikan senyuman.

"Iya."

"Gimana? Kamu makin suka enggak sama Ben?" Tanya Ema antusias.

Jolie binggung, ia tidak mungkin jujur di sini.

Jolie pun tersenyum lagi.
"Tentu dong."

Ema mendadak tersenyum senang.
"Jadi enggak sabar lihat kalian jadian."

Enggak enggak, Jolie tidak mengharapkan itu.

To be continued

About You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang