Bab 27

2 0 0
                                    

"Yang bener aja lu, Ben. Katanya enggak mau punya urusan lagi sama Jolie, ini malah mau ketemuan sama doi, gimana sih Bambang," cicit Reza heran.

Waktu sekolah sudah usai, namu ketiga sahabat itu tidak kunjung meninggalkan sekolah, mereka malah masih asik duduk manis dimeja kantin.

Karena jam jam segini memang enak jajan di kantin, mumpung kantinnya masih buka.

Ogah sekalih mereka beli waktu istirahat, istirahat cuma lima belas menit, belinya sejam karena ngantri, belom lagi waktu makannya.

"Dia mau minta maaf soal kemarin malam," jawab Ben, walau dia sendiri juga ragu, tapi Jolie juga sudah mengatakan di chat kalo dia minta maaf.

"Gak mungkin, masak iya dia berubah dalam waktu semalem, ya walau gua sebenernya masih kaget sama cerita lu, tentang Jolie, aneh aja gitu," celetuk Ai.

Cowok itu berfikir sembari mengaduk es tehnya dengan sedotan.
"Apa mungkin Jolie itu memang baik?"

Reza menujuk Ai
"Betul, gua juga sepemikiran sih, tapi kalo lihat cerita Ben, gua asli kecewa, tapi ya balik lagi, gua bukan siapa siapa Jolie, gua gak berhak benci sama dia, tapi perlu diingat..." Reza melirik Ben. Lantas ia pun mengepalkan tangannya dan meninju pelan lengan Ben.

"Ben temen gua, kalo Jolie hianatin Ben, tentu saja gua bakal enggak suka sama dia, walau pun dia tuh cantik Dann..."

"Kalian suka sama Jolie karena dia cantik doang kah?" Potong Ben.

Reza dan Ai menatap Ben binggung. Sementara Ben menghela napasnya panjang.

Ben pun menoleh kearah lain.
"Gua pikir apa gitu, ternyata memang karena kecantikan doang ya."

Reza mengaruk kepalanya.
"Gua juga heran sih Ben sebenernya, kok bisa kepincut sama Jolie gitu."

Ai mengelus dagunya.
"Kayak dipelet gitu gak sih?"

Reza melotot.
"Sembarangan, jangan ngomong yang enggak enggak dong, siap Jolie."

Barakkk!

Ai menggebrak meja. Lantas ia pun menujuk Reza.
"Dih lu masih suka ya sama Jolie?" Tuduhnya.

Reza membulatkan matanya.
"Bangsatt gak gituuu," bela Reza.

Ai mengibaskan tangannya tak percaya.
"Alah bacot lu, banyak omong."

Ben menghela napasnya lagi, ia menoleh ke arah lain, enggan sekalih mengurusi temannya ini yang sedang bertengkar.

Ben menopang dagu sembari melihat area sekolah yang sudah sepi, masih ada beberapa siswa kemungkinan, yang sedang melakukan kegiatan ekskul.

Kayak Ben ini, yang masuk ke eskul futsal. Tadi cuma pertemuan doang rapat kecil untuk persiapan mengikuti lomba kebupaten.

Tentu saja Ben ikut serta dalam lomba itu.

Kalo Ai dan Reza mereka berdua sedikit tidak tertarik ikut eskul, pernah juga ikut eskul yang sama kayak Ben, tapi mereka malah sering bolos.

Ben juga sebenarnya malas tapi karena ia ingin terlihat produktif di SMA jadi ia ikut satu eskul ini deh.

"Ben kapan lombanya?" Tanya Reza yang sepertinya sudah jera adu bacot dengan Ai.

Ai pun sama kini laki laki itu malah tengah asik menggemut sedotan es miliknya.

Ben menoleh.
"Minggu depan, doain deh semoga bisa lolos seleksi," kata Ben.

Reza mangut mangut.
"Oh masih seleksi?"

Ben mengangguk.
"Iya."

***


Rin kini tengah berjalan hendak pulang ke rumah, ia masih terbayang bayang akan perasaannya dengan Ben.

Entah sejak kapan ia bisa suka dengan cowok itu, yang jelas cowok yang sering memanggilnya Tupai itu mampu membuat Rin berdebar jantungnya, ya walau Rin selalu menutupi itu semua.

Rin pikir perasaannya dengan Ben akan hilang begitu saja, dia pikir juga Jolie juga orang yang cocok untuk Ben, tapi semakin ke sini dia jadi berfikir.

Orang yang cocok untuk Ben adalah dirinya sendiri.

Rin berhenti, ia mengepalkan tangannya kuat, kini ia bertekad untuk memperjuangkan perasaannya.

Lantas Rin pun meraih ponselnya yang ada di saku seragam sekolahnya.

Tak perlu waktu lama untuk Rin mencari kontak itu, karena kontak Ben sudah terpampang di pencarian paling atas.

Rin pun langsung kenakan ikon telefon.

Tutttttttttttttttttttttttt

"Tupai, lo ngapain telfon gua? Gua masih di sekolah, elu udah pulang ya?"

"Ben gua mau ngomong sama lu!"

"Ngomong aja sih, apa?"

"Gua, gua sebenernya....."

Tidak suara di sana, Rin yakin Ben sudah menunggu pertanyaannya.

Rin memegangi dadanya yang tiba tiba berdetak sangat kencang, ia tiba tiba takut akan perasaannya.

"Tupai, lu masih disana kan? Lu gak papa kan?"

"Sorry Ben, kita bicara aja lain kali," kata Rin menghela napasnya.

Ben terkejut.
"Lah gak jadi nih?"

Rin mengangguk.
"Maaf Ben, aku tutup ya," kata Rin singkat.

"Loh t..."

Rin menutup sepihak sambungan telefon. Rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkap segalanya.

To be continued

About You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang