02 : That Should Be Me

491 51 8
                                    

"Kalau begitu kakak panggil cinta ya, hembn?" Lembutnya ucapan Meen mencoba tetap tersenyum walaupun perasaannya terluka.

"Berhentilah memanggilku dengan kata-kata cinta penuh kasih sayang seolah-olah kau mencintaiku!" Sarkas Perth benci yang takkan pernah bisa dihapuskan perasaan bencinya dengan jutaan kata maaf. Lukanya sudah terlalu dalam sampai membuat dia trauma dan menginginkan kematian.

"Adek kenapa marah-marah setelah kita menikah? Padahal tadi siang adek gak marah-marah, malah bilang adek sangat bersyukur menjadi pendamping hidup kakak. Tapi kenapa sekarang adek marah-marah? Kakak ada salah apa sehingga adek marah-marah? Sampai berkata kakak tidak mencintai adek? Jika kakak tidak mencintai adek, lalu kenapa adek kakak nikahi?" Ucap Meen panjang lebar, bertingkah seolah-olah dia tidak tahu apapun. Dia ingin Perth berpikir kalau dia bukanlah Meen yang dari kehidupan sebelumnya, masa depan. Tapi Meen dari masa ini, hal itu berhasil menggoyahkan hati dan pikiran Perth.

Perth diam sembari membuang muka, dia sedang berpikir apakah hanya dia seorang yang kembali ke masa lalu, sedangkan Meen tidak. Sehingga Meen tidak tahu apa yang telah dia lakukan kepada dirinya.

"Adek..." Seru Meen mencoba meraih tangan Perth namun Perth kembali menggeser posisi duduknya ke samping.

"Dia itu Meen Nichaakon sekalipun dia bukanlah Meen dari kehidupan sebelumnya. Tapi tetap saja dia Meen Nichaakon, pria yang tidak segan-segan menghancurkan aku," Jerit hati Perth tidak akan pernah bisa dia lupakan betapa tak punya hatinya Meen dan keluarganya menghancurkan dia hingga dia merasa kalau hidup ini jauh lebih menyakitkan daripada kematian.

"Dek..."

"Pergi!" Usir Perth bernada rendah namun penuh penekanan tanpa menatap lawan bicaranya.

"Adek kenapa? Lalu kakak ada salah apa? Bicaralah kesalahan apa yang sudah kakak lakukan kepada adek hingga adek semarah ini dengan kakak?"

Perth memejamkan matanya, lembutnya setiap kata yang terucap dari bibir Meen membuat dadanya terasa sesak, ditambah Meen yang tidak marah dengan dia yang sudah melempari Meen dengan makanan serta kata-kata kasar. Meen di kehidupan ini jauh lebih lembut daripada Meen di kehidupan sebelumnya. Jika Meen di kehidupan sebelumnya, mungkin dia sudah marah-marah Perth bertingkah seperti ini, bahkan ringan tangan.

Pada dasarnya memang beginilah perlakuan Meen terhadap Perth. Baik Meen di kehidupan ini maupun sebelumnya, dia memang lembut kepada orang yang dia cintai. Namun semenjak Ping masuk kedalam rumah tangga mereka, sedikit demi sedikit sifat Meen berubah. Hingga sampailah puncaknya pada kejadian itu, kejadian yang membuat dia kehilangan Perth. Dan itu menjadi penyesalan yang teramat berat dalam hidupnya, tapi semuanya sudah terlambat. Perth yang dia cintai sudah tiada, pergi meninggalkan dia untuk selama-lamanya.

Lalu suatu hari, dia kembali ke masa lalu, ke masa saat kejadian itu belum terjadi, saat Ping belum masuk kedalam rumah tangga mereka.

Kali ini dia berjanji, apapun yang terjadi, dia akan mempercayai Perth seutuhnya sekalipun Perth berbohong dia akan tetap mempercayainya.

"Apa kau mencintaiku?" Tanya Perth lirih sudah menganak air mata di sudut matanya.

Dia tatap pria tampan tinggi dihadapannya yang kini sudah berstatus sebagai suaminya. Pria yang tidak pernah melakukan lebih dari ciuman dan pelukan selama mereka pacaran. Dia benar-benar menjaga Perth dengan baik, sebaik dia menjaga dirinya sendiri.

Pria yang takkan mungkin lagi bisa dia cintai. Luka yang tertanam itu sudah terlalu dalam, lebih dalam dari Palung Mariana.

"Tentu, kakak sangat mencintai adek!" Ungkap Meen tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata betapa dia mencintai pria manis dihadapannya ini, pria yang masih chubby pipinya.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang