24 : Aku Akan Selalu Di Sisimu

179 34 15
                                    

Perth memberi salam kepada mertuanya yang lebih dulu sampai di bandara. 15 menit lagi pesawat yang Nunu naiki akan landing.

"Mantu manis mama, sini mama peluk." Senang dia bertemu dengan Perth.

Meen mengangguk pelan ketika Perth meliriknya, lantas kini Perth mendekati mertuanya lalu memeluknya.

"Kamu makin chubby ya nak. Syukurlah putra mama tidak membiarkan istrinya kelaparan." Dia mencubit hidung bangir Perth dengan gemes membuat sang empu segera melepaskan diri dari mertuanya.

"Masih malu, padahal kamu sudah lama jadi menantu kami. By the way, papa kapan nih gendong cucu dari kamu?" Goda Mew pada Perth yang sudah merangkul lengan suaminya dengan erat.

"Secepatnya pa, doain aja. Iya kan sayang?" Meen yang menjawab pertanyaan Mew sembari menatap istrinya yang kini mengangguk ringan yang semakin erat rangkulan tangannya pada suaminya. Meen menyadari perubahan suasana hati Perth, lalu dia mencubit pipi Perth. "It's okey, kakak akan selalu selalu memihakmu." Bisik Meen pada istrinya yang memandangnya wajahnya dengan sendu.

"Lalu, kenapa sampai sekarang Perth masih memakai kalung collar? Kapan kamu akan menandai Perth? Atau jangan-jangan kamu mau nikah lagi?" Kali ini Mai yang bertanya, bukan apa-apa, dia hanya ingin Meen segera mengikat Perth.

Meen tidak menjawab pertanyaan mamanya, dia hanya tersenyum tapi segera sirna ketika Ping datang. Seketika itu juga dia arahkan manik gelapnya pada Perth yang sudah menyembunyikan wajahnya di dada bidang suaminya. Tangannya yang melingkar di pinggang Meen bergetar dengan nafas yang mulai memburu. Meen takut serangan panik Perth kumat, terus dia berteriak tidak jelas dengan air mata yang berurai.

Meen bahkan mengabaikan sapaan Ping karena saking fokusnya dia pada istrinya. Walaupun begitu, dia masih bisa mendengar percakapan orang tuanya dengan Ping.

"Kenapa kamu bisa di sini? Jemput temanmu ya?" Tanya Mai ramah.

Ping menggeleng, kebetulan kemarin papa Mew cerita kalau besok Nunu pulang. Untuk itu, akupun berinisiatif untuk menyambut kepulangan Nunu. Kangen soalnya." Jelas Ping membuat Mai melirik Mew sekilas dengan sorot mata yang tajam.

"Kamu datang sendirian? Force mana?" Mai berusaha keras untuk memperlakukan Ping sebaik mungkin.

"Memangnya Abang Force mama ajak untuk menjemput Nunu?" Dia malah bertanya balik dengan kebencian yang terpendam untuk Force. Terlebih dihadapannya ada Meen yang sudah memeluk Perth dengan erat. Semakin membuncah kedengkiannya.

Karena Perth mulai panik, sehingga pheromonenya mulai menguar. "Pa, ma... Aku ke toilet dulu ya. Perth mau ke toilet." Tutur Meen setenang mungkin tuk menutupi dirinya yang dilanda kepanikan. Dia takut Perth berteriak-teriak lalu menjadi berita utama esok harinya. Perth masih menjalani perawatan sehingga dirinya belum mampu menerima segala macam kritikan tentang dirinya.

Mai dan Mew mengangguk seraya menutup hidungnya. Pheromone Perth sungguh menyengat bahkan sudah mengundang Alpha lain yang berada di sekitar sana.

"Apa istri tuan lagi heat?" Tanya salah satu petugas bandara pada Meen yang berjalan cepat menuju toilet sembari menggendong Perth yang menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Meen.

Mendengar suara pria asing itu membuat Perth berkata lirih, "Ja-jangan berikan aku pada dia, please ... Aku akan jadi istri yang baik dan penurut." Dia berucap asal efek samping dari kepanikannya akan masa lalu.

Meen hanya bisa mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan si petugas.

"Kalau begitu mohon ikuti saya tuan. Kebetulan bandara ini punya ruangan khusus untuk Omega yang heat." Titah dia diikuti oleh Meen dengan tenang seraya memeluk Perth semakin erat mengabaikan ocehan Perth yang semakin ngelantur dan pilu.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang