32 : Kiss Me

477 43 15
                                        


"Kak..." Panggil Perth pada suaminya yang sudah tenggelam dengan pekerjaannya di meja dekat jendela. Dia tidak bisa datang ke kantor sehingga dia mengerjakan pekerjaannya di sini.

Meen menoleh, memandangi omeganya. "Iya dek."

"Tolong bantu adek ke kamar mandi, kak."

"Ayo." Dia beranjak dari tempat duduknya, berjalan menghampiri Perth. Begitu sudah sampai di hadapan Perth, dia mengangkat tubuh lemah itu dan membawanya ke kamar mandi.

"Kak, tolong keluar dulu, adek malu ganti Pampers di hadapan kakak..." Pampers yang dia pakai sudah penuh oleh darahnya.

Meen menggeleng, " Kakak takut nanti adek jatuh. Biar kakak jagain disini."

"Adek gak akan jatuh kak, sebenarnya kakak mau jagain adek atau mau lihat?" Perth jadi curiga.

Tampaklah cengengesan Meen membuat Perth bergidik. Emang salah? Boleh dong jaga sambil lihat tubuh sang istri.

"Boleh dong, kakak kan suami adek, jadi gak masalahkan jika kakak melihat tubuh telanjang adek."

"Jangan kak, kakak pasti bakalan jijik melihatnya."

"Adek kan istri kakak. Jadi gak mungkin kakak jijik."

"Kakak tuh ya, mending kakak ambilin celana pengganti untuk adek, sudah tembus nih."

"Ck, ya udah deh."

Meen pergi dengan wajah kecewa, sedangkan Perth menutup pintunya sekaligus menguncinya.

"Dek, ini celananya?" Seru Meen dari luar setelah mencoba memutar ganggang pintu. Dia kecewa ketika dia mengetahui Perth mengunci pintu kamar mandi.

"Iya, tunggu bentar."

Setelahnya pintu terbuka, sehingga kini Meen tersenyum lega melihat Perth. "Gak usah pakai celana dek, gitu aja udah cantik kok." Takjub dia melihat kaki jenjang Perth yang hanya tertutup oleh pakaian pasien sedalam paha.

"Apaan sih, dasar kakak mesum!"

Meen malah tertawa pada Perth yang segera memakai celana tapi gak bisa, sama seperti tadi dimana dia membutuhkan Meen untuk membantu dia membuka celana karena tangan kirinya terpasang slang infus dan darah.

"Kak, bantuin adek pakai celana." Cicit dia malu-malu.

Suaminya mengulum senyum, tentu saja dia bantu dengan senang hati.

"Kenapa sekarang adek minta bantuan kakak, bukannya tadi adek nolak, hembn?" Goda dia pada Perth yang masih memerah wajahnya.

"Habis tadi ketika adek pakai Pampers sendiri, susah dan itu membuat adek pusing dan mual lagi. Mungkin karena adek membungkuk kali ya. Belum lagi infus dan transfusi darah ini membuat adek semakin kesulitan." Jelas dia apa adanya.

"Apa sekarang masih pusing?"

Perth mengangguk seraya mengangkat kaki kanannya tuk memasukkan ke lubang celana. Dia memegang pundak Meen yang jongkok di hadapannya sambil memegang celana yang kini sudah masuk kaki kanannya, tinggal kaki kiri.

"Lain kali jangan keras kepala lagi ya, yang nurut sama suami."

"Iya, dan maaf untuk keras kepala adek tadi ya kak." Dia tidak akan malu minta maaf dan mengakui kesalahan jika dia memang bersalah.

"Permintaan maaf diterima. Lalu sekarang adek mau jalan sendiri ke ranjang atau kakak gendong lagi seerti tadi, hembn?"

"Gendong..." Balas dia manja membuat suaminya terkekeh. Lalu dia mengecup pipi tembem istrinya.

"Apa tadi masih banyak darah yang keluar?"

"Lumayan, tapi tidak sebanyak tadi pagi." Jawab Perth ikut merasakan kekhawatiran suaminya. Sebab suaminya hanya memasang ekspresi baik-baik saja di hadapannya.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang