27 : Sandiwara

171 27 15
                                    

Nunu melangkahkan kakinya perlahan menuju halaman belakang rumah tempat makan malam diadakan. Tempat itu sudah dihiasi sedemikian rupa, dipenuhi balon berwarna merah dan Gold sesuai dengan warna kesukaannya. Ada lilin merah berjejer rapi sepanjang lokasi. Lampu hias berkelap-kelip menghiasi. Tidak ketinggalan satu spanduk yang dekat meja makan bertuliskan "Welcome Home" Bahkan di kolam renang ada lilin merah mengapung diatas perahu kecil. Taburan mawar merah pun jadi pengganti karpet merah menuju meja makan.

Di gazebo, ada pemain musik yang sudah melantunkan lagu-lagu syahdu tuk menemani makan malam mereka.

Terang saja mata Nunu membeliak lebar. Dia pikir ini hanya pesta kecil-kecilan, tapi ini lebih dari kecil.

Suasana sudah ramai, bahkan Juan sudah asyik bermain dengan Forth. Lantas Nunu segera mencari keberadaan orang tuanya. Dapat. Mereka sedang bicara dengan orang Mike dan Mika, orang tua Force dan Ping.

"Mama, papa... Terima kasih banyak atas pesta penyambutannya, baby suka." Ucap Nunu lalu memeluk mamanya dari belakang, dia memang manja sekalipun dia sudah punya anak.

Mai mengusap kepala belakang Nunu tanpa berbalik dan melepas pelukan Nunu. "Sama-sama sayang."

"Tadi mamamu sempat khawatir kalau baby tidak suka." Imbuh Mew gentle sambil memegang gelas berisi sampanye di tangan kanannya.

"Ngomong-ngomong, tadi putra bungsuku tidak bikin ulah kan?" Tanya Mike sejak mendapatkan telepon dari orang asing itu dia dan istrinya selalu waspada pada putra bungsunya. Terlebih dua orang ini menemukan bukti bahwa Ping menyewa seseorang untuk mencelakai Force.

Di samping itu, Force sudah menjaga jarak dari Ping. Persis seperti yang Meen katakan. Meen hanya tidak ingin Force mengalami nasib yang sama seperti di kehidupannya yang sebelumnya.

Mew menggeleng, "Ping itu anak baik, sama seperti si bungsu kesayangannya kami." Tutur Mew positif thinking.

Mike dan Mika hanya tersenyum manis, tidak mungkin dia katakan yang sebenarnya tentang Ping yang menyukai Meen. Mengingat Meen sudah punya istri, beda lagi ceritanya jika Meen masih sendiri.

Sementara disini, depan rumah. "Selamat malam, apa kami datang kecepatan?" Tanya Engga baru datang bersama Sammy, ditangannya ada kado yang kemudian dia berikan pada Forth.

Forth menggeleng, "Terimakasih banyak atas hadiahnya. Ayo masuk!" Tadi dia menawarkan dirinya sendiri untuk menjemput Engfa yang sudah sampai di depan gerbang rumah pada Perth.

Sammy berbisik di telinga Forth, lantas dua gadis itu tersenyum. Sedikit banyaknya Sammy sudah kenal dengan Forth mengingat Sammy juga berteman dengan Meen.

"Apa aku terlalu tampan sampai membuat kalian berbisik?" Dia tahu kalau dua orang wanita cantik ini membicarakan dia.

Engga terkekeh, "Iya, tuan Forth sangat tampan. Sehingga aku dan Sammy sepakat kenapa wanita-wanita di luar sana selalu jatuh hati pada tuan."

Hidung Forth langsung tinggi, dia memperbaiki posisi berdirinya. Lantas dia mengajak mereka tuk segera masuk.

Baru saja pintu gerbang akan tertutup, Yai dan Anan datang dengan selisih beberapa detik. Jika Yai turun dari mobil mewahnya, maka Anan turun dari motor kesayangannya. Dia lebih suka pergi kemana-mana dengan mobil. Sehingga teman-temannya sering bertanya, kenapa Anan membeli mobil jika hanya berada di garasi.

Forth kenal dengan Anan, walaupun tidak dekat.

"Dr Yai?" Forth lupa-lupa ingat dengan dokter yang merawat Perth dan Meen.

Yai mengangguk sembari membalas huluran tangan Forth untuk bersalaman.

"Ganteng banget ... Perkenalkan, namaku Sammy." Imbuh Sammy semangat.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang