28 : Teater Satu

151 33 17
                                    

"Kamu kenapa?" Tanya Anan khawatir dengan Perth yang terlihat tidak bersemangat setelah dibentak Mew tadi. Jelas perasaannya terluka, terlebih Mew tidak mau mendengar penjelasannya. Di tambah bayang masa lalu kembali menghantuinya. Dia tidak ingin kehidupan dia kali ini, kembali berakhir sama.

Perth menggeleng ringan, lalu dia tersenyum ketika Yai juga tersenyum memandangnya. Yai duduk tepat di depannya, sebelah Sammy. Yai menyadari suasana hati Perth, dia tahu kalau saat ini Perth tertekan.

"Meen mana ma?" Tanya Forth tidak melihat pria tinggi itu.

"Lagi mau ke sini, tapi katanya kita duluan aja makan. Gak perlu menunggu dia." Jelas Mai sembari mengambil salad buah untuk suaminya.

Ping sendiri menahan senyum seraya menatap orang-orang yang mulai mengambil salad buah. Dia tidak tahu kalau salad buah Perth yang sudah dia beri garam dan kecoak, sudah diganti.

"Kamu kapan pulangnya? Kenapa gak kasih kabar?" Sammy kenal dengan Anan.

Anan tersenyum, "Minggu kemarin. Aku kasih tahu kok, tapi cuman sama Perth." Jelas Anan selalu memprioritaskan Perth. Bagi dia Perth itu adik kecilnya yang berharga walaupun mereka tidak memiliki ikatan darah.

Anan diadopsi oleh keluarga kaya yang tidak memiliki anak, sementara Perth tidak.

"Yelah tuu, selalu Perth yang pertama. Apa-apa selalu Perth." Keluh Sammy tentu dia hanya bercanda.

Juan menggeleng ketika Nunu mau menyuapi Juan, "Juan mau makan sama Daddy. Mau di suapi sama Daddy." Ucap dia lantas dia berjalan menghampiri Forth lalu duduk begitu saja di paha Forth.

Dia memanggil Forth itu dengan sebutan Daddy walaupun dia tahu, kalau Forth itu pamannya. Dia juga tidak pernah bertanya tentang ayah biologisnya. Mungkin karena dia masih kecil atau dia memang tidak peduli karena dia tidak pernah kekurangan kasih sayang. Sehingga wajar jika dia tidak butuh sosok ayah, terlebih Forth sudah menggantikan peran Zee sebagai ayah.

Tidak ada yang berani bertanya tentang identitas Juan, mengingat dia memanggil Forth dengan sebutan Daddy.

"Manja banget sih, nak. Ayo sini makan sama kakek." Panggil Mew langsung dibalas gelengan kepala oleh Juan. "Mau sama Daddy aja."

"Salad buahnya enak ya, ma?" Tanya Ping merasa ada yang aneh. Sebab orang-orang memakan salad buah itu dengan lahap.

"Enak, serasa salad buatan chef." Jawab mamanya kemudian dia kembali menyendok salad buah tersebut.

"Kok enak sih? Harusnya kan asin." Gumam Ping dalam hati, "Bahkan tidak ada kecoak." Heran dia bertanya-tanya dalam hati.

"Kamu gak suka salad buah ya, nak?" Tanya Mai lembut pada Ping yang tidak menyentuh salad buah.

Nunu pura-pura abai, sementara Force selalu memperhatikan setiap gerak gerik Ping. Terlebih Ping tidak menyentuh salad buah, dia mulai curiga.

"Yang bikin siapa sih, ma? Kok enak banget salad buahnya, jadi pengen nambah." Nunu sengaja bertanya.

"Kakak ipar kamu. Enak kan?" Jawab Mai bangga dengan menantunya.

"Iya, enak banget. Nanti boleh di bungkus tuk dibawa pulang ya Mai." Seloroh Mika membuat suaminya geleng-geleng kepala. Kehangatan diantara Mai dan Mika membuat dua orang kepala rumah tangga itu tersenyum.

"Tentu, aku sengaja minta Perth bikin banyak supaya bisa dibagi." Sahut Mai kemudian dia mengerlingkan matanya pada Perth yang tersipu malu. Dia tidak biasa di puji. Dia tidak tahu kalau salad buah buatannya sudah dibuang lalu diganti dengan yang baru.

"Gak, ini pasti ada yang gak beres? Pasti ada yang ganti salad buah tersebut, tapi siapa?" Rutuk Ping dalam hati lalu dia dikagetkan oleh Mew yang memanggil namanya.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang