19 : Kasih Sayang Yang Membuat Nyaman

238 33 5
                                    

Meen memperhatikan pakaian Perth dari atas sampai ke bawah, kemudian dia menghela nafas panjang. Perth memakai kemeja merah berlapis jas hitam senada dengan celana kulot hitam selutut dan sepatu pantofel. Jam tangan rolex hitam ikut menghiasi pergelangan tangan Perth, lebih tepatnya dari atas sampai bawah pakaiannya senada dengan pakaian yang Meen pakai. Hanya saja celana kulot yang Meen pakai itu panjang.

Perth tampak cantik oleh make-up natural yang menutupi wajahnya.

"Ganti celananya sayang," Titah dia tidak suka dia orang lain melihat kaki indah istrinya.

Perth menggeleng, "Gak mau." Tambah dia tidak akan mengganti celananya. Mereka mau pergi ke pesta ulang tahun Noeul.

"Tapi celana ini terlalu pendek." Padahal celana itu hanya diatas lutut sedikit. "Ganti ya sayang, hembn?"

"Gak mau. Jika aku ganti, maka tidak cocok dengan baju dan jasnya. Kamu gak mau pakai baju warna pink. Udah aku bilangin, aku gak punya baju yang mirip dengan yang kamu pakai. Dan kamu ngajak aku perginya juga gak kasih tahu aku dari jauh-jauh hari, aku kan bisa persiapan jika kamu kasih tahu." Rutuk Perth sudah bisa banyak omong dia sekarang pada suaminya.

Meen tertegun, sudah lama dia tidak mendengar Perth menggerutu seperti ini. Senangnya. "Habis kakak pikir adek gak akan mau ikut jika kakak ajak. Makanya gak kakak kasih tahu dari jauh-jauh hari." Ucap dia untuk membela dirinya.

"Lain kali kasih tahu dari jauh-jauh hari jika kamu mau mengajak aku kemana-mana supaya aku bisa persiapan." Dia harus mendongak melihat suaminya yang tinggi.

"Memangnya kedepannya adek mau kakak ajak kemana-mana, hembn?" Di kehidupan sebelumnya Perth lebih suka di rumah, katanya pergi ke pesta itu hal yang melelahkan.

Meen membelai pipi Perth, heran dia kenapa malam ini kecantikan istrinya berkali-kali lipat, padahal dia hanya dandan dikit. Atau dia yang terlalu bucin sehingga dimatanya istrinya terlihat semakin cantik.

Perth mengangguk malu-malu sebab jarak wajah keduanya semakin terkikis. "Apa kakak boleh mencium adek?"

Perth menggeleng, dia belum berani, masih takut dia. "Ya udah deh, kalau begitu adek kakak gendong. Bolehkan jika adek kakak gendong sampai parkir?"

"Gendong punggung tapi." Gugup dia pada suaminya yang mulai menyelipkan tangan kanannya pada pinggangnya.

"Yah, kok gendong punggung sih yank, gendong ala bridal ya supaya kakak bisa melihat wajah adek, terus bisa cium juga..."

Jidat Perth tampak mengernyit ketika berpikir, "Gak mau, aku maunya gendong punggung." Dia minta begini supaya dia bisa menyembunyikan wajahnya dari punggung Meen yang lebar. Malu sebenarnya dia digendong sampai parkir, tapi dia tidak berani juga jalan sendiri sampai parkir.

"Tangannya jangan resek," Keluh Perth pada Meen yang pandai berkilah. "Namanya juga gendong punggung, jadi mau gimana lagi. Kalau bukan pegang pantat, lalu pegang apalagi."

"Pegang paha kan bisa." Perth tidak sebodoh itu tidak mengetahui niat terselubung Meen. "Ya udah deh," Ujar Meen terpaksa nurut pada yang terkasih. Perth mengulum senyum pada suaminya yang mendengarkan dengan baik perkataannya.

"Mau duduk sendiri atau mau duduk di pangkuan kakak?" Meen memberikan Perth pilihan sebelum mereka masuk mobil.

"Sendiri." Jawab Perth setelah berpikir, lantas dia masuk duluan kedalam mobil. Max sudah standby di kursi kemudi. Meen sendiri tersenyum melihat istrinya langsung duduk nyaman dengan kaki selonjor. Dia menatap jalanan luar.

Blamnnn, pintu mobil tertutup sehingga detik berikutnya mobil pun melaju meninggalkan pekarangan parkir.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka sampai di lokasi pesta, pesta ini diadakan di rooftop hotel milik bos sendiri.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang