10 : Take You To The Hell - 3

318 40 34
                                    

Sorry for typo dan kata yang hilang

❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️

"Aku senang kakak sudah kembali!" Seru Ping cerah ketika melihat Meen datang. Walaupun ini sudah jam 11 malam, Meen masih saja bela-belain menemuinya. Itulah yang di pikiran Ping saat ini.

Sorot mata Meen yang biasanya penuh kasih pada Ping kini menatapnya dengan tajam terlebih ketika dia melihat Ping tersenyum cerah pada dia.

Seharusnya sedari siang tadi Meen mencurigai Ping sehingga dia tidak akan membuat Perth diperkosa berjam-jam oleh orang yang ternyata bawahan Ping.

"Kakak kenapa?" Tanya Ping merasa ada perubahan sikap pada Meen terhadap dia. Jujur saja ini pertama kalinya dia melihat Meen menatapnya seperti itu. Seolah-olah Meen ingin memakan dia hidup-hidup.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Jawab Meen terasa kering tenggorokannya akibat menahan amarah yang membuncah di dadanya.

"Tidak, kakak pasti bohong! Sebenarnya ada apa kak?" Dia bertanya begini karena Meen tidak datang seorang diri. Meen membawa 4 orang bodyguardnya.

Meen tidak bicara lagi namun dia menghidupkan rekaman tadi lantas dia mendudukkan dirinya di kursi tepat di samping ranjang Ping.

Seketika mata Ping membola hebat mendengar rekaman tersebut. Ping menggeleng pelan nan berurai air mata. Padahal dia baru mendengar seperempat dari rekaman tersebut. "Itu fitnah kak! Ini pasti jebakan Perth lagi untukku!" Racau Ping seolah-olah dia yang paling menderita di dunia ini. Dia mencoba meraih pergelangan tangan Meen namun...

PLAK!!!
Meen menamparnya dengan keras. Seumur-umur ini pertama kalinya Ping merasakan di tampar oleh seseorang, bahkan orang tuanya tidak pernah menamparnya apalagi memarahinya. Dia sangat dimanja oleh keluarganya.

Ping terhuyung kearah kiri mengingat bukan main kuatnya Meen menampar Ping. Pipi Ping bahkan langsung membiru dengan sudut bibir yang berdarah.

"Tidak usah pura-pura, akui saja semuanya sebelum aku kehilangan kesabaranku. Kamu tahu sendiri kan kalau aku mudah emosi, dan tidak bisa mengontrol diri kalau aku sudah marah sehingga aku bisa menyakitimu dan melupakan kalau kamu adalah adik kecilku yang cantik!" Bentak Meen pada Ping yang menatapnya dengan nanar nan berkaca-kaca, dia memegang pipinya yang terasa panas perih. Dia tidak menyangka sandiwaranya bisa ketahuan dengan cepat.

"Aku mana pernah berpura-pura kak..."

"Berhentilah berpura-pura. Sungguh semua ini membuatku jengah, aku bisa berbuat kasar jika kau terus mengelak!" Hardik Meen lantas tangan itu dia tarik kasar, membuatnya terduduk di atas kasur dengan pandangan yang menatap Meen takut mencekam.

"Tidak kak, aku... Bukan, bukan aku pelakunya! Mana mungkin..." Belum usai perkataannya Meen memerintahkan bawahannya untuk menelanjangi Ping dengan kasar. Mulut Ping dibekap sehingga dia tidak bisa berteriak. Sungguh bukan main takutnya dia, dia salah perhitungan. Lebih tepatnya dia belum mengenal Meen dengan baik. Yah dia pikir dia sudah mengenal Meen dengan baik ternyata tidak.

"Periksa analnya apakah ada tanda-tanda bahwa dia pernah dimasuki dengan kasar!" Titah Meen duduk dengan kejam melihat kedua kaki Ping dibuka dengan kasar.

Sebenarnya Meen tidak perlu memberi perintah demikian sebab dilihat dari tubuh Ping yang putih mulus tanpa luka lebam maka sudah dia bisa ambil kesimpulan kalau semua luka lebam tadi siang hanyalah makeup. Berbeda dengan keadaan fisik Perth yang amat mengenaskan.

Sebenarnya yang bodoh di sini adalah bawahan Ping, harusnya mereka tidak membuat tubuh Perth rusak sedemikian parah supaya Meen tidak curiga. Yah mau bagaimana lagi, mereka kalap melihat Omega manis nan lucu disuguhkan pada mereka. Ditambah tubuh Perth lebih berisi dari Ping yang kurus, sehingga apapun yang mereka sentuh pada tubuh Perth pasti lembut. Tidak seperti Ping yang hanya ada kulit dan tulang.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang